Minggu lalu saya
mempresentasikan hasil UKM PPG (Uji Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi
Guru) di hadapan Panitian Pengarah.
Sebagaimana diketahui Panitian Nasional UKM PPG terdiri dari tiga level,
yaitu pembina, pengarah dan pelaksana.
Pembina adalah para menteri yang terkait dengan guru, pengarah adalah
para dirjen, direktur yang terkait dengan guru dan beberapa rektor LPTK sebagai
perwakilan lembaga penyelenggara PPG.
Semua kebijakan diputuskan oleh Panitia Pengarah, sehingga sebagai ketua
Panitia Pelaksana saya harus mempresentasikan analisis hasil UKM PPG disertai
beberapa rekomendasi. Panitia
Pengarahlah yang menentukan keputusannya.
Ketika saya selesai
melakukan presentasi, Prof Intan Ahmad (Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kemristek Dikti) sebagai ketua Panitia Pengarah mencoba mencari pola dari data
yang kami sajikan. Ternyata tidak ketemu
dan kemudian berkomentar “saya tidak menemukan polanya ya”. Pertanyaan khas seorang akademisi (beliau
guru besar Biologi ITB), yang selalu mencari pola dari data yang dihadapi. Dengan pola itu dapat dilakukan analisis
lanjutan secara substansi untuk memahami apa di balik data itu.
Saya juga tercenung
mendapat pertanyaan Pak Intan. Sambil
menunggu respon anggota Panitia Pengarah lainnya, saya minta Mas Alfath (Tim
Ahli IT dan Unnnes) untuk mencoba mengolah data secara cepat, dengan
mengelompokkan peserta UKM PPG berdasarkan asal S1-nya. Artinya dari mana peserta UKM PPG itu lulus
S1. Setelah itu dilakukan analisis berapa
tingkat kelulusannya. Logikanya, jika
S1-nya berkualitas tentu pelung sukses di PPG, termasuk lulus UKM PPG
besar. Toh PPG hanya satu tahun dan itu
lebih difokuskan kepada latihan menjadi guru, sehingga penguasaan teori lebih
mengandalkan ketika S1.
Tidak sampai 45 menit
Mas Alfath selesai dan sungguh mencerahkan hasilnya. Ketika LPTK asal S1 peserta UKM PPG diranking
berdasar tingkat kelulusannya, tampak sekali kalau lulusan LPTK “bagus” tingkat
kelulusannya sangat tinggi. Tingkat
kelulusan pada LPTK ranking 1 s.d 10 ternyata hampir 80% (angka pastinya
79,31%). Jadi tidak tingginya tingkat
kelulusan UKM PPG karena “ditarik ke bawah” oleh LPTK yang “kurang baik”,
sehingga rata-rata hanya 49%.
Tampaknya LPTK yang
tergolong “bagus” masih didominasi oleh LPTK negeri. Sampai ranking 20 hanya satu buat LPTK swasta
yang memang selama ini dikenal sebagai PTS berkualitas bagus bahkan sejajar
dengan universitas “besar”. Pada ranking
bawah yang tingkat kelulusanya rendah (di bawah 10%) didominasi oleh LPTK swasta
yang selama ini belum bagus mutunya.
Mengingat PPG adalah
satu-satunya pintu untuk memperoleh sertifikat pendidik, dan sertifikat
pendidik adalah syarat untuk menjadi guru, maka kualitas S1 LPTK menjadi
penting difahami oleh siapa saja yang ingin menjadi guru. Jangan sampai masuk LPTK yang kualitasnya
kurang baik, sehingga sulit untuk lulus UKM PPG. Pada hal aturan di UKM PPG, peserta yang
tidak lulus hanya memiliki kesempatan mengulang sebanyak 4 kali selama 2
tahun. Jika sudah mengulang 4 kali dan
tidak lulus, kesempatan memperoleh sertifikat pendidikan tertutup.
Oleh karena itu,
lulusan SMA/SMK/MA yang ingin jadi guru harus hati-hati memilih LPTK. Sebelum mendaftar ada baiknya mencari tahu
berapa alumni LPTK tersebut yang sudah berhasil lulus PPG dan memperoleh
sertifikat pendidik. Jangan sampai
tergoda oleh iklam atau iming-iming itu dan itu yang kemudian menyesal di
kemudian hari. Sebaiknya fihak
Kemenristek Dikti juga memberikan panduan bagaimana lulusan SMA/SMK/MA
mengetahui kualitas LPTK baik negeri maupun swasta. Ibarat ke pasar, teliti sebelum membeli itu
penting bagi lulusan SMA/SMK/MA dan Dinas Pasar harus memberi informasi mana
dagangan yang baik dan mana yang kurang baik.