Semester genap ini
saya mendapat tugas mengampu MKPD (matakuliah penunjang disertasi) untuk Leadership
bersama Prof Ali Imron dari Universitas Negeri Malang. Tentu kami harus berbagi waktu dan memutuskan
Prof Ali Imron yang memilih waktu lebih dahulu, karena beliau dari luar
kota. Saya memanfaatkan jadwa kuliah
ketika beliau tidak ke Surabaya.
Saat pertama kali
masuk kelas, saya kaget karena yang ikut kuliah banyak sekali, yaitu 10
orang. Lazimnya peserta MKPD hanya 2-4
orang, karena hanya mereka yang penelitian disertasinya terkait dengan MKPD
tersebut. Dalam pikiran saya, hanya
mahasiswa yang penelitiannya terkait dengan kepemimpinan yang ikut matakuliah
MKPD-Leadership. Agak aneh kalau dalam
satu angkatan sampai 10 orang yang memiliki penelitian terkait dengan hal yang
sama.
Saya sempat menanyakan
hal itu kepada para mahasiswa, tetapi sepertinya mereka memiliki berbagai
alasan. Ketika masing-masing mahasiswa saya
minta menyebutkan topik penelitian disertasinya, ternyata hanya satu orang yang
penelitiannnya benar-benar tentang kepemimpinan pendidikan dan satu orang lagi
sedikit terkait. Lantas mengapa mereka
ikut MKPD-Leadership? Alasanya
macam-macam. Ada yang mengatakan topik
penelitian yang tadi disebutkan masih belum pasti dan saat inipun masih sedang
mencari-cari. Ada yang mengatakan memang
semua mahasiswa mengikuti semua matakuliah MKPD, baik yang Leadership,
Planning, maupun yang Audit.
Karena peserta pada
umumnya dosen, guru senior dan pejabat di beberapa lembaga pendidikan, saya
menyampaikan bahwa pendekatan kuliah di pascasarjana apalagi di level S3 itu
andragogi. Mahasiswa diyakini sudah
mengetahui kebutuhan untuk kuliah, mengetahui pengetahuan apa yang diperlukan
dan tugas dosen adalah mendampingi agar mahasiswa lebih mudah memperoleh
pengetahuan itu. Namun kalau mahasiswa
peserta MKPD belum tahu apa yang ingin diketahui, tentu menjadi repot.
Melihat kondisi itu,
saya menjadi ragu “seberapa bekal pengetahuan mahasiswa tentang teori
leadership, khususunya kepemimpinan pendidikan”. Biasanya hanya mereka yang
disertasinya terkait dengan itu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh. Oleh
karena itu, satu demi satu saya minta menjelaskan peta konsep yang mereka
ketahui tentang teori kepemimpinan pendidikan. Saya terkejut lagi, mereka tidak dapat menjelaskan
dengan baik. Mereka menyebutkan
sepotong-sepotong dan cenderung mencampuradukan teori dengan teknik
penerapan.
Saya dibuat bingung
oleh keadaan itu. Sepanjang yang saya
fahami, MKPD dirancang untuk membantu mahasiswa mempelajari konsep dan teori
yang terkait dengan topik penelitian disertasi yang sedang atau akan
dilakukan. Bentuk kuliah lebih fokus
mereview berbagai jurnal mutakhir yang relevan, sehingga menemukan state of the art bidang kajian itu. Asumsinya mereka sudah “memegang peta konsep
teorinya” yang didapat ketika kuliah sebelumnya dan diperdalam ketika menyusun
rancangan penelitian.
Karena bingung, pada
pertemuan berikutnya saya bawakan buku “Leadership: Theory & Practice”
tulisan Peter G. Nirthouse, dan saya sampaikan buku ini sebenarnya buku untuk
level S2, bukan untuk S3. Apa mereka
pernah membaca? Ternyata belum. Memang yang saya tunjukkan yang edisi ke-7
terbitan 2016, namun toh sudah ada edisi sebelumnya. Dan mereka belum pernah membaca. Saya pancing apakah pernah membaca teori authentic leadership? Ternyata juga belum. Lantas buku apa yang mereka baca?
Saya jelaskan, dari
pengalaman banyak mahasiswa gelagapan ketika ujian dan ditanya grand theory
yang digunakan dan bagaimana kaitannya dengan teori lain. Akhirnya saya dan mahasiswa sepakat membedah
buku Peter G. Northouse itu dan kemudian membuat peta konsep yang diuraian pada
buku itu. Harapannya mahasiwa dapat
menggandengkan trait theory, skill
theory.....tranformational leadership theory, sampai pada psychodynamic theory.
Apa yang menarik dalam
proses perkuliahan tersebut? Mahasiswa
tidak mengalami kesulitan memahami berbagai teori yang diuraikan dalam buku
tersebut. Bahkan mahasiswa dapat mengaitkan teori yang mereka baca dengan
praktek kepemimpinan yang dia pernah ikuti (beberapa mahasiswa merupakan
pejabat) maupun yang dibaca di buku pelatihan.
Namun ketika saya minta mengaitkan satu teori dengan teori lainnya
mereka kebingunan. Misalnya bagaimana
mengatikan dengan behavioral theory
dalam kepemimpinan dengan kepemimpinan situasional, Bagaimana mengaitkan path-goal theory dengan
adhaptive leadership theory.
Apakah itu gejala umum
atau hanya pada mahasiswa peserta kuliah MKPD yang saya dan Prof Ali Imron ampu? Saya tidak tahu. Tetapi menurut saya fenomena itu serius. Kalau mahasiswa S3 belum mampu membuat peta
konsep dari bidang ilmu yang dipelajari tentu merupakan masalah serius. Pemahaman sepotong-sepotong yang lepas tentu
saja tidak cukup. “Tumpukan” pengetahuan
yang tidak dapat dipetakan ibarat puzle yang berserakan tanpa membentuk sesuatu
wujud yang utuh”. Mungkinkah itu
merupaka kekeliriuan belajar kita selama ini?
Atau para guru dan dosen memang tidak mengajarkannya kepada siswa dan
mahasiswa? Sesuatu yang perlu kita
renungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar