Walaupun lahir di
Ponorogo, saya baru sekali dapat kesempatan ngobrol dan diskusi intens dengan
beberapa teman dari Pondok Pesantren Modern Darussalam (UNIDA) Gontor
Ponorogo. Tentu saya juga pernah datang
ke Pondok Gontor, tetapi biasanya hanya sillaturahmi dan ngobrol ringan. Nah, Sabtu tanggal 11 Maret saya diundang
oleh Fakultas Tarbiyah Universitas Darussalam, salah satu unit pendidikan di
bawah Pondok Gontor, untuk mengisi acara seminar. Kesempatan itulah yang saya manfaatkan untuk
diskusi secara intens.
Karena sejak Kamis
tanggal 9 Maret di Jakarta, saya memutuskan untuk naik pesawat ke Solo pada
Jum’at sore, agar lebih dekat ke Gontor dibanding kalau melalui Surabaya. Sampai di bandara Solo sekitar magrib dan
dijemput oleh Mas Agus Budiman, dosen Unida yang kebetulan sedang menempuh S3
di Unesa, bersama dua orang mahasiswa.
Kalau tidak salah, mahasiswa itu bernama Putra-berasal dari Medan dan
Sofyan-berasal dari Solo. Dari Solo ke
Ponorogo menggunakan mobil Kijang selama sekitar 3 jam, sehingga kami dapat
diskusi secara intens.
Besuk paginya, sebelum
maupun sesudah seminar saya berusaha “mengorek” berbagai informasi dari
pimpinan maupun dosen yang kebetulan duduk berdekatan. Saya selalu memulai diskusi dengan mengatakan,
kalau saya memiliki keponakan yang sekarang sedang kuliah di UNIDA prodik
farmasi. Keponakan saya alumni KMI
Mantingan dan sekarang sedang kuliah di Unida Mantingan. Saya bertanya, bukankah prodi farmasi itu
termasuk prodi IPA dan umumnya hanya menerima mahasiswa lulusan SMA IPA atau
SMK yang relevan. Bagaimana lulusan KMI,
yang sepengetahuan saya lebih konsentrasi pada materi “keagamaan” dapat masuk
ek prodi farmasi.
Pancingan saya
ternyata dapat memicu diskusi dan infomasi, khususnya pimpinan yang merancang
pengembangan Unida, bahwa di Gontor sedang terjadi gagasan untuk menyempurnakan
“kurikulum KMI”. Pimpinan tetap meyakini
KMI yang telah dilaksnakan sejak 1936 adalah pola pendidikan yang terbaik. Namun demikian, seiring dengan perkembangan
zama tampaknya juga memerlukan beberapa penyesuaian.
Dari diskusi saya
menangkap keinginan Unida untuk “melebarkan sayap”. Seingat saya, ketika awal berdiri Unida
berupa Sekolah Tinggi dan kemudian menjadi Institut yang konsentrasi pada
bidang “keagamaan”. Ketika menjadi
universitas, tampaknya Unida ingin juga membuka program studi non
keagamaan. Bahkan saat ini sudah
memiliki prodi farmasi dan kesehatan kerja.
Konon pada saatnya, Unida juga ingin membuka program studi lain,
misalnya keteknikan dan bahkan kedokteran.
Mendengar “grenengan”
seperti itu, saya mengatakan “sangat setuju”.
Jika saat ini Pondok Gontor sudah mampu “menelorkan” alumni tersohor,
seperti alm Nurcholis Madjid, alm Hasyim Muzadi dan sebagainya, namun hampir semua
berlatar belakang keagamaan. Mungkin ke
depan, Gontor akan menghasilkan alumni yang tersohor di bidang kedokteran,
keteknikan dan sebagainya. Mungkin
mereka itu akan merupakan dokter dan insinyur yang faham agama. Mereka akan menjadi ahli kedokteran dan ahli
keteknikan yang memilihi “roh” Islam yang kokoh.
Nah, tentu saja untuk
menjadi calon insinyur dan dokter yang baik, mahasiwa memerlukan bekal bidang
MIPA yang cukup. Dengan pemikiran itu,
jika diharapkan alumni KMI juga dapat masuk ke prodi seperti itu, tampaknya kurikulum
KMI perlu “dimuati” MIPA yang cukup.
Tidak cukup, bekal MIPA itu hanya dibebankan kepada santri untuk belajar
sendiri atau diberi “kursus” diluar kurikulum formalnya. Itulah tampaknya yang membuat “tokoh” di
Gontor untuk memikirkan kemungkinan menyempurnakan KMI.
Memang banyak pondok
dan madrasah yang mengatakan bahwa pendidikan di lembaga seperti itu “ya 100%
keagamaan dan ya 100% umum”. Namun,
menurut saya ungkapan seperti itu hanyalah “di ucapan” dan sangat sulit
dilaksanakan. Memang ada orang yang
mampu belajar seperti itu, namun kurikulum sekolah/lembaga pendidikan harus
dirancang untuk “orang normal”. Oleh
karena itu, Gontor memerlukan kiat untuk menemukan kurikulum KMI yang mampu
menyiapkan santrinya akan punya bekal MIPA cukup baik, tetapi pemahaman
“keagamaan” yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar