Sudah sekitar 1 bulan
ini saya terlibat dalam diskusi online lewat grup WA. Saya dimasukkan dalam grup itu oleh seorang
kawan lama, seorang aktivis di NGO dan pernah menjadi staf khusus
Mendikbud. Karena diskusinya online dan
cukup terbuka, saya hanya mengenal beberapa orang saja teman-teman yang
terlibat dalam diskusi tersebut. Ada
yang saya kenal baik, ada yang hanya pernah ketemu sekali atau dua kali, ada
yang hanya kenal nama tetapi belum pernah ketemu dan bahkan ada yang sama
sekali belum kenal. Dari nama-nama yang saya kenal, latar belakang peserta
diskusi ini sangat beragam. Ada guru,
dosen, aktivis organisasi guru (belum tentu sehari-hari sebagai guru), aktivis
NGO/LSM, pejabat di pemerintahan, pejabat di perusahaan swasta dan bahkan ada
pensiunan.
Mungkin karena latar
belakangnya beragam, gagasan yang diajukan juga beragam bahkan saya menangkap
pola pikir peserta juga beragam. Oleh
karena itu saya merasa sulit untuk mengikutinya secara utuh. Saya pernah menanyakan kepada penggagas forum
ini, diskusi ini akan diarahkan kemana dan hasilnya akan digunakan untuk
apa. Teman tersebut menjelaskan arahnya
untuk menemukan apa masalah mendasar tentang pendidikan di Indonesia, dan
bagaimana memperbaikinya. Hasil diskusi
ini konon akan disampaikan ke Menteri dalam Kabinet yang akan datang.
Mendapat jawaban
tersebut, saya senang dan kagum dengan penggagas diskusi. Senang karena ternyata banyak pihak yang
sehari-hari sibuk dengan pekerjaannya masing-masing yang bahkan di luar bidang
pendidikan, merasa ikut memiliki masalah pendidikan. Buktinya mau menyisihkan waktu untuk terlibat
dalam diskusi online ini. Kagum, karena
sang inisiator mau dan berani mengambil langkah untuk menyampaikan hasil
diskusi ini kepada pihak yang saya yakin akan memiliki kewenangan menangani
pendidikan secara nasional.
Karena akan
disampaikan kepada menteri berarti pada level kebijakan nasional, berarti harus
bersifat makro dan konseptual. Disinilah
masalah yang repot dalam diskusi tersebut.
Banyak masalah dan gagasan yang muncul merupakan kasuistik di sekolah
atau daerah tertentu. Banyak gagasan yang muncul sangat spesifik bahkan
parsial. Akibatnya sering terjadi
“perdebatan” akibat pemahaman masalah yang berbeda atau kerangka pikir yang
digunakan berbeda. Merespons itu, saya mengajukan metapora diskusi atau lebih
tepatnya obrolan tukang tegel, tukang kayu dan tukang listrik sewaktu istirahat
makan siang di proyeknya. Mereka bertiga
mendiskusikan tata ruang rumah mewah yang sedang mereka kerjakan. Dengan pengalaman yang berbeda, diskusi tidak
ketemu karena masing-masing menggunakan pola pikir pekerjaannya. Apalagi mungkin rumah mewah sebenarnya “barang
asing” bagi ketiganya. Oleh pemilik
proyek mereka juga hanya diberi gambar apa yang akan dikerjakan, sehingga hanya
itu yang diketahui. Yang menyedihkan diskusi
yang seringkali mengarah pada perdebatan yang tidak produktif karena perbedaan
pemahaman masalah dan pemahaman masalah yang parsial.
Apakah teman-teman itu
salah? Menurut saya tidak. Mereka sudah menyampaikan masalah yang
diketahui dan ajuan solusi yang juga diketahui.
Memang itulah yang difahami. Ibarat di pembangunan rumah, tugas arsitek
untuk mendengarkan dan kemudian mengambil pelajaran dari apa yang didiskusikan
oleh tukang tegel, tukang kayu dan tukang listrik tersebut. Memang tidak semua
pendapatnya dapat digunakan, tetapi saya yakin ada hal-hal yang paling tidak
menginspirasi sang arsitek untuk menyempurnakan rancangan rumah berikutnya.
Beberapa peserta
diskusi lebih banyak mengeluhkan tentang masalah pendidikan yang dihadapi atau
diketahui atau diinfokan oleh temannya. Akhirnya forum menjadi semacam tempat
berkeluh kesah. Apa salah? Tidak.
Karena sangat mungkin memang yang bersangkutan tidak tahu bagaimana
pemecahannya atau bahkan tidak faham akan masalah yang sebenarnya. Tugas
penggagaslah untuk menganalisis secara kritis mengapa terjadi dan bagaimana
agar tidak terjadi lagi atau bahkan bagaimana yang semula masalah itu berubah
menjadi sesuatu yang baik. Dengan
menggunakan gambar di samping, pola pikir hindsight berupa keluhan itu dapat
digeser ke kanan menjadi insight dengan menelaah mengapa masalah itu dapat
terjadi, bahkan harus sampai pola pikir foresight untuk mencari solusi
bagaimana itu tidak terjadi dan masalah berubah menjadi sesuatu yang
bermanfaat.
Secara jujur saya
salut dengan penggagas diskusi tersebut bersama timnya, yang dengan cerdik
menggiring arah diskusi tanpa menegasikan masalah dan gagasan parsial yang
dimunculkan peserta. Sangat mungkin tim
pengggas faham bahwa peserta diskusi sangat heterogen, baik pengalaman maupun
pemahamannya terhadap pendidikan jika harus dilihat secara makro level
nasional. Sangat mungkin banyak peserta
yang belum tahu dinamika pengambilan keputusan dengan berbagai variabelnya,
sehingga terkesan menyederhanakan masalah.
Semoga saja forum tersebut akhirnya dapat menyusun naskah rekomendasi
yang komprehensif, disertai dengan prioritas penanganan yang kreatif dan
doable. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar