Sabtu, 20 Juli 2019

TUKANG TEGEL, TUKANG KAYU DAN TUKANG LISTRIK


Sudah sekitar 1 bulan ini saya terlibat dalam diskusi online lewat grup WA.  Saya dimasukkan dalam grup itu oleh seorang kawan lama, seorang aktivis di NGO dan pernah menjadi staf khusus Mendikbud.  Karena diskusinya online dan cukup terbuka, saya hanya mengenal beberapa orang saja teman-teman yang terlibat dalam diskusi tersebut.  Ada yang saya kenal baik, ada yang hanya pernah ketemu sekali atau dua kali, ada yang hanya kenal nama tetapi belum pernah ketemu dan bahkan ada yang sama sekali belum kenal. Dari nama-nama yang saya kenal, latar belakang peserta diskusi ini sangat beragam.  Ada guru, dosen, aktivis organisasi guru (belum tentu sehari-hari sebagai guru), aktivis NGO/LSM, pejabat di pemerintahan, pejabat di perusahaan swasta dan bahkan ada pensiunan.

Mungkin karena latar belakangnya beragam, gagasan yang diajukan juga beragam bahkan saya menangkap pola pikir peserta juga beragam.  Oleh karena itu saya merasa sulit untuk mengikutinya secara utuh.  Saya pernah menanyakan kepada penggagas forum ini, diskusi ini akan diarahkan kemana dan hasilnya akan digunakan untuk apa.  Teman tersebut menjelaskan arahnya untuk menemukan apa masalah mendasar tentang pendidikan di Indonesia, dan bagaimana memperbaikinya.  Hasil diskusi ini konon akan disampaikan ke Menteri dalam Kabinet yang akan datang.

Mendapat jawaban tersebut, saya senang dan kagum dengan penggagas diskusi.  Senang karena ternyata banyak pihak yang sehari-hari sibuk dengan pekerjaannya masing-masing yang bahkan di luar bidang pendidikan, merasa ikut memiliki masalah pendidikan.  Buktinya mau menyisihkan waktu untuk terlibat dalam diskusi online ini.  Kagum, karena sang inisiator mau dan berani mengambil langkah untuk menyampaikan hasil diskusi ini kepada pihak yang saya yakin akan memiliki kewenangan menangani pendidikan secara nasional.

Karena akan disampaikan kepada menteri berarti pada level kebijakan nasional, berarti harus bersifat makro dan konseptual.  Disinilah masalah yang repot dalam diskusi tersebut.  Banyak masalah dan gagasan yang muncul merupakan kasuistik di sekolah atau daerah tertentu. Banyak gagasan yang muncul sangat spesifik bahkan parsial.  Akibatnya sering terjadi “perdebatan” akibat pemahaman masalah yang berbeda atau kerangka pikir yang digunakan berbeda. Merespons itu, saya mengajukan metapora diskusi atau lebih tepatnya obrolan tukang tegel, tukang kayu dan tukang listrik sewaktu istirahat makan siang di proyeknya.  Mereka bertiga mendiskusikan tata ruang rumah mewah yang sedang mereka kerjakan.  Dengan pengalaman yang berbeda, diskusi tidak ketemu karena masing-masing menggunakan pola pikir pekerjaannya.  Apalagi mungkin rumah mewah sebenarnya “barang asing” bagi ketiganya.  Oleh pemilik proyek mereka juga hanya diberi gambar apa yang akan dikerjakan, sehingga hanya itu yang diketahui.  Yang menyedihkan diskusi yang seringkali mengarah pada perdebatan yang tidak produktif karena perbedaan pemahaman masalah dan pemahaman masalah yang parsial. 

Apakah teman-teman itu salah?  Menurut saya tidak.  Mereka sudah menyampaikan masalah yang diketahui dan ajuan solusi yang juga diketahui.  Memang itulah yang difahami. Ibarat di pembangunan rumah, tugas arsitek untuk mendengarkan dan kemudian mengambil pelajaran dari apa yang didiskusikan oleh tukang tegel, tukang kayu dan tukang listrik tersebut. Memang tidak semua pendapatnya dapat digunakan, tetapi saya yakin ada hal-hal yang paling tidak menginspirasi sang arsitek untuk menyempurnakan rancangan rumah berikutnya.

Beberapa peserta diskusi lebih banyak mengeluhkan tentang masalah pendidikan yang dihadapi atau diketahui atau diinfokan oleh temannya. Akhirnya forum menjadi semacam tempat berkeluh kesah.  Apa salah?  Tidak.  Karena sangat mungkin memang yang bersangkutan tidak tahu bagaimana pemecahannya atau bahkan tidak faham akan masalah yang sebenarnya. Tugas penggagaslah untuk menganalisis secara kritis mengapa terjadi dan bagaimana agar tidak terjadi lagi atau bahkan bagaimana yang semula masalah itu berubah menjadi sesuatu yang baik.  Dengan menggunakan gambar di samping, pola pikir hindsight berupa keluhan itu dapat digeser ke kanan menjadi insight dengan menelaah mengapa masalah itu dapat terjadi, bahkan harus sampai pola pikir foresight untuk mencari solusi bagaimana itu tidak terjadi dan masalah berubah menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Secara jujur saya salut dengan penggagas diskusi tersebut bersama timnya, yang dengan cerdik menggiring arah diskusi tanpa menegasikan masalah dan gagasan parsial yang dimunculkan peserta.  Sangat mungkin tim pengggas faham bahwa peserta diskusi sangat heterogen, baik pengalaman maupun pemahamannya terhadap pendidikan jika harus dilihat secara makro level nasional.   Sangat mungkin banyak peserta yang belum tahu dinamika pengambilan keputusan dengan berbagai variabelnya, sehingga terkesan menyederhanakan masalah.  Semoga saja forum tersebut akhirnya dapat menyusun naskah rekomendasi yang komprehensif, disertai dengan prioritas penanganan yang kreatif dan doable. Semoga.

Tidak ada komentar: