Rabu, 13 November 2013

GURU SEKOLAH TERPENCIL JUGA PAHLAWAN?

Tanggal 11 sore saya diminta memberi paparan tentang pahlawan dan kaitannya dengan mahasiswa.   Yang menyelenggarakan UKKI Unesa.  Paparan sih biasa-biasa saja.  Yang menarik justru pertanyaan seorang mahasiswa.  Kurang lebih begini.  “Ibu saya berpesan agar setelah lulus kembali mengajar di desanya yang terpencil dan tidak usah menjadi guru PNS”.  Mahasiswa itu meminta pendapat saya terhadap pesan ibunya.

Saya sengaja hati-hati menjawab pertanyaan itu.  Saya mulai dengan mengajak memaknai apa sih pahlawan itu?  Menurut Wikipedia, pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta (phala dan wan).  Phala artinya buah.  Pahlawan adalah orang yang perbuatannya menghasilkan “buah” yang bermanfaat bagi orang banyak.  Jadi pahlawan kemerdekaan disebut pahlawan, karena jasanya (perbuatannya) memberikan manfaat besar orang banyak.  Apa itu kemerdekaan Indonesia. 

Jika menggunakan pengertian tersebut, siapa saja dapat menjadi pahlawan. Tidak hanya pahlawan kemerdekaan.  Orang-orang yang dengan kemauan sendiri menghijauan pantai (menanam bakau) agar tidak terjadi abrasi dan banyak ikan disitu, juga dapat disebut pahlawan.  Orang yang membangun masjid di suatu daerah yang belum ada masjid, agar orang lewat dapat sholat, juga dapat disebut pahlawan.  Seorang relawan kesehatan di masyarakat terpencil juga dapat disebut pahlawan.

Tentu saja jika perbuatannya memberikan manfaat orang banyak.  Tentu jika perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas dan bukan mengharapkan balasan dari orang lain.  Juga asalnya perbuatan itu dilakukan secara konsisten dan bukan sekedar “hangat-hangat tahi ayam”.

Dengan pengertian tersebut, guru sekolah terpencil dapat disebut pahlawan.  Asalkan disertai niat baik, dikerjakan dengan ikhlas dan bukan sekedar mencari batu lompatan untuk berpindah ke kota.  Mengapa demikian?  Ibarat, uang 1000 rupiah tidak ada artinya bagi orang kaya.  Tetapi uang 1000 rupiah sangat berharga bagi orang miskin yang sedang tidak punya uang untuk membeli nasi.  Guru muda mungkin tidak begitu penting bagi sekolah di kota, tetapi sangat bermanfaat bagi sekolah di daerah terpencil.

Mengapa tidak perlu menjadi PNS?  Saya berpikir positif.   Jika menjadi PNS sangat mungkin pada saatnya ingin pindah ke kota untuk meningkatkan karier.   Jika tidak menjadi PNS mungkin sejak awal ingin menetap di desa itu dan dengan demikian agar berusaha mengembangkan desa terpencil itu.  Bahkan sangat mungkin akan mendirikan sekolah (bersama masyarakat) dan dapat memberi lapangan pekerjaan bagi orang lain.  Jadi semakin kuat “nilai” pahlawannya.

Bagi yang beragama Islam, sebenarnya pengertian pahlawan dapat diacukan dengan Hadis yang menyebutkan  “sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat kepada orang lain”.   Bukankah sangat dekat maknanya?   Bukankah hadis itu mendorong semua orang menjadi pahlawan.  Bukankah pahlawan sangat mulia di mata Sanga Khaliq?

Apalagi jika diingat Al Qur’an secara jelas menyebutkan “….dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu….”   Jadi “menjadi orang yang memberi manfaat bagi oarng lain itu identik dengan menjadi pahlawan dan itu merupakan ibadah kepada Sang Pencipta”.

Apakah untuk menjadi orang baik, menjadi pahlawan harus berbuat yang “besar”.  Rasanya tidak seperti itu.  “Sesungguhnya Sang Pencipta tidak membebani seseorang sesuai dengan kesanggupannya”.   Menyingkirkan paku di tengah jalan, yang mungkin dapat melukai pejalan kaki atau mengenahi ban kendaraan orang, sangat mungkin menjadi wahana menjadi orang baik.  Siapa tahu itu ujian bagi kita, apakah kita mau menolong orang atau tidak.

Dengan contoh sederhana tadi, semoga mendorong kita semua untuk berbuat baik, berbuat yang memberi manfaat bagi orang lain, sekecil apapun. Sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.  Semoga itu dikategorikan ibadah kepada Sang Pencipta.

1 komentar:

Maharti Rn mengatakan...

ijin share pak, untuk saya dan teman-teman sebagai penggugah semangat untuk beraktifitas yang lebih manfaat, amiiien -terima kasih