Judul
di atas terkait dengan tulisan di Republika
tanggal 7 Nopember 2013. Tulisan itu menguraikan
tingkat pengangguran yang terjadi pada bulan Agustus 2013. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar
6,25%. Jika dirinci menurut tingkat
pendidikan, TPT untuk lulusan SMK sebesar 11,19%, lulusan SMA sebesar 9,74%,
lulusan Diploma I/II/III sebesar 6,01% dan lulusan S1 sebesar 5,50%.
Pertanyaannya
mengapa TPT lulusan SMK lebih besar dibanding lulusan SMA? Bukankah pemerintah sedang memperbanyak SMK
dengan harapan dapat menghasilkan lulusan yang segera berkerja? Jika faktanya TPT lulusan SMK justru lebih
banyak yang menganggur dibanding lulusan SMA, kebijakan tersebut perlu dilihat
kembali?
Data
tersebut di atas tidak dapat serta merta diartikan bahwa lulusan SMK kalah
bersaing dengan lulusan SMA dalam mencari pekerjaan. Masih diperlukan penelusuran lebih lanjut
untuk sampai kepada simpulan yang valid. Namun tetap merupakan sinyal untuk melihat
kembali apakah kebijakan memperbanyak SMK memang relevan.
Sebenarnya
data tersebut mirip dengan hasil penelitian David Clark (1983) yang menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan keterserapan lulusan SMA dan SMK di lapangan kerja. Gaji yang diterima juga tidak berbeda secara
signifikan. Oleh karena itu Clark
menyimpulkan investasi di SMA lebih baik dibanding SMK, karena biayanya lebih
murah namun hasilnya sama.
Hasil
penelitian Clark sempat merisaukan Depdikbud saat itu. Kerisauan bertambah kuat, ketika penelitian
Muljani Nurhadi (1988) untuk disertasi di State University of New York at
Albany juga menyimpulkan penghasilan
karyawan lulusan SMK lebih kecil dibanding kawannya yang lulusan SMA.
Bukankah
penelitian Clark dan Nurhadi sudah 30 tahun lalu? Apakah data saat ini masih seperti itu? Studi
Newhouse dan Suryadarma (2011) sedikit memberi gambaran. Perbedaan penghasilan lulusan SMK dibanding
lulusan SMA sangat kecil dan bahkan tidak signifikan. Tampaknya hasil
penelitian Clark, Nurhadi, Newhouse dan Suryadarma dan tulisan Republika
konsisten bahwa keterserapan maupun gaji lulusan SMK tidak berbeda dengan
lulusan SMA.
Apakah
fenomena tersebut juga terjadi di negara lain?
Ternyata tidak. Studi yang
dilakukan oleh Aysit Tansel (1999) di Turkey menyimpulkan bahwa tingkat
pengangguran lulusan SMK (vocational high
school) lebih rendah dibanding lulusan SMA (general high school). Gaji
lulusan SMK juga lebih besar dibanding dengan gaji lulusan SMA.
Kalau
demikian tentu ada faktor lain yang menyebabkan ketidaksamaan kondisi lulusan
SMK di Indonesia dan di Turkey. Dan itu ternyata
kualitas SMK. Untuk SMK yang berkualitas
bagus dan memiliki sarana praktek lengkap, lulusannya banyak terserap lapangan
kerja dan bahkan diijon sebelum lulus.
Studi Samani (1991) terhadap lulusan STM (SMK Bidang Teknologi) juga
menyimpulkan ada perbedaan signifikan keterserapan lulusan antara SMK bagus dan
SMK tidak bagus.
Itu
kan data tahun 22 tahun lalu. Apakah
sekarang masih cocok? Studi Newhouse dan
Suryadarma pada tahun 2011 menunjukkan bahwa simpulan studi Samani masih
relevan. Dan itu tampak sejalan dengan
tulisan di Republika tadi.
Bagaimana
penjelasannya? Lulusan SMK diharapkan
memiliki keterampilan yang tinggi. SMK
yang tidak memiliki fasilitas praktek, membuat lulusannya tidak terampil. Masyarakat sering menyebut dengan SMK Sastra. Lulusan seperti itu kalah dalam persaingan
masuk dunia kerja. Tes akademik kalah
dengan lulusan SMA, sementara tes keterampilan selalu gagal. Mereka juga sulit memilih pekerjaan di luar
jurusannya di SMK. Lengkaplah kemeranaan
lulusan SMK Sastra itu.
Perlajaran
apa yang dapat dipetik? Jika pemerintah
ingin memperbanyak jumlah SMK, harus dipastikan mempunyai fasilitas praktek
yang baik. Dengan begitu lulusannya akan
memiliki keterampilan tinggi sehingga mudah terserap di lapangan kerja. Harus dihindari membuka SMK Sastra, karena lulusannya akan sulit
mendapat pekerjaan dan akhirnya merana.
Daftar Pustaka
Clark,
David H. 1983. How Secondary School Graduates Perform in the Labir Market: A Study of
Indonesia. Washington: World Bank
Staff Working Paper # 615.
House,
David and Daniel Suryadarma. 2011. The
Value of Vocational Education: Hogh School Type and Labor Market Outcome in
Indonesia. Washington DC: Policy
Research Working Paper # 5035.
Nurhadi,
Muljani A. 1988. The Effects of Schooling
Factors on Personal Earning within the Context of the Internal Labor Market in
PT Petrokimia Gresik Indonesia. Thesis (PhD) University at Albany, State
University of New York.
Samani,
Muchlas. 1991. Keefektifan Pendidikan SMK Jurusan Mesin: Studi Pelacakan terhadap
Lulusan SMK di Surabaya. Disertasi Doktor
IKIP Jakarta, 1991.
2 komentar:
Terima kasih, izin minta buat referensi pengetahuan...di Kelas.
Mohon maaf pak, tulisan Bapak berkaitan dengan penelitian yang sedang saya kerjakan sekarang, bolehkah sya mendapatkan beberapa referensinya pak?.
berikut email saya haswita.sibarani@gmail.com.
Terima kasih sebelumnya pak.
Posting Komentar