Kamis, 14 November 2013

PENGANGGURAN LULUSAN SMK (Dimuat Harian Republika, Tanggal 14 Nopember 2013, hal 6)

Judul di atas terkait dengan  tulisan di Republika tanggal 7 Nopember 2013.  Tulisan itu menguraikan tingkat pengangguran yang terjadi pada bulan Agustus 2013.    Tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,25%.  Jika dirinci menurut tingkat pendidikan, TPT untuk lulusan SMK sebesar 11,19%, lulusan SMA sebesar 9,74%, lulusan Diploma I/II/III sebesar 6,01% dan lulusan S1 sebesar 5,50%.

Pertanyaannya mengapa TPT lulusan SMK lebih besar dibanding lulusan SMA?  Bukankah pemerintah sedang memperbanyak SMK dengan harapan dapat menghasilkan lulusan yang segera berkerja?  Jika faktanya TPT lulusan SMK justru lebih banyak yang menganggur dibanding lulusan SMA, kebijakan tersebut perlu dilihat kembali?

Data tersebut di atas tidak dapat serta merta diartikan bahwa lulusan SMK kalah bersaing dengan lulusan SMA dalam mencari pekerjaan.  Masih diperlukan penelusuran lebih lanjut untuk sampai kepada simpulan yang valid.  Namun tetap merupakan sinyal untuk melihat kembali apakah kebijakan memperbanyak SMK memang relevan.

Sebenarnya data tersebut mirip dengan hasil penelitian David  Clark (1983) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan keterserapan lulusan SMA dan SMK di lapangan kerja.  Gaji yang diterima juga tidak berbeda secara signifikan.  Oleh karena itu Clark menyimpulkan investasi di SMA lebih baik dibanding SMK, karena biayanya lebih murah namun hasilnya sama. 

Hasil penelitian Clark sempat merisaukan Depdikbud saat itu.  Kerisauan bertambah kuat, ketika penelitian Muljani Nurhadi (1988) untuk disertasi di State University of New York at Albany juga  menyimpulkan penghasilan karyawan lulusan SMK lebih kecil dibanding kawannya yang lulusan SMA. 

Bukankah penelitian Clark dan Nurhadi sudah 30 tahun lalu?  Apakah data saat ini masih seperti itu? Studi Newhouse dan Suryadarma (2011) sedikit memberi gambaran.  Perbedaan penghasilan lulusan SMK dibanding lulusan SMA sangat kecil dan bahkan tidak signifikan. Tampaknya hasil penelitian Clark, Nurhadi, Newhouse dan Suryadarma dan tulisan Republika konsisten bahwa keterserapan maupun gaji lulusan SMK tidak berbeda dengan lulusan SMA.

Apakah fenomena tersebut juga terjadi di negara lain?  Ternyata tidak.  Studi yang dilakukan oleh Aysit Tansel (1999) di Turkey menyimpulkan bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK (vocational high school) lebih rendah dibanding lulusan SMA (general high school).  Gaji lulusan SMK juga lebih besar dibanding dengan gaji lulusan SMA.

Kalau demikian tentu ada faktor lain yang menyebabkan ketidaksamaan kondisi lulusan SMK di Indonesia dan di Turkey.  Dan itu ternyata kualitas SMK.  Untuk SMK yang berkualitas bagus dan memiliki sarana praktek lengkap, lulusannya banyak terserap lapangan kerja dan bahkan diijon sebelum lulus.  Studi Samani (1991) terhadap lulusan STM (SMK Bidang Teknologi) juga menyimpulkan ada perbedaan signifikan keterserapan lulusan antara SMK bagus dan SMK tidak bagus. 

Itu kan data tahun 22 tahun lalu.  Apakah sekarang masih cocok?  Studi Newhouse dan Suryadarma pada tahun 2011 menunjukkan bahwa simpulan studi Samani masih relevan.   Dan itu tampak sejalan dengan tulisan di Republika tadi.

Bagaimana penjelasannya?  Lulusan SMK diharapkan memiliki keterampilan yang tinggi.  SMK yang tidak memiliki fasilitas praktek, membuat lulusannya tidak terampil.  Masyarakat sering menyebut dengan SMK Sastra.  Lulusan seperti itu kalah dalam persaingan masuk dunia kerja.  Tes akademik kalah dengan lulusan SMA, sementara tes keterampilan selalu gagal.  Mereka juga sulit memilih pekerjaan di luar jurusannya di SMK.  Lengkaplah kemeranaan lulusan SMK Sastra itu.

Perlajaran apa yang dapat dipetik?  Jika pemerintah ingin memperbanyak jumlah SMK, harus dipastikan mempunyai fasilitas praktek yang baik.  Dengan begitu lulusannya akan memiliki keterampilan tinggi sehingga mudah terserap di lapangan kerja.  Harus dihindari  membuka SMK Sastra, karena lulusannya akan sulit mendapat pekerjaan dan akhirnya merana.

Daftar Pustaka

Clark,  David H. 1983. How Secondary School Graduates Perform in the Labir Market: A Study of Indonesia.  Washington: World Bank Staff Working Paper # 615.

House, David and Daniel Suryadarma. 2011. The Value of Vocational Education: Hogh School Type and Labor Market Outcome in Indonesia.  Washington DC: Policy Research Working Paper # 5035.

Nurhadi, Muljani A. 1988. The Effects of Schooling Factors on Personal Earning within the Context of the Internal Labor Market in PT Petrokimia Gresik Indonesia. Thesis (PhD) University at Albany, State University of New York.

Samani, Muchlas. 1991.  Keefektifan Pendidikan SMK Jurusan Mesin: Studi Pelacakan terhadap Lulusan SMK di Surabaya.  Disertasi Doktor IKIP Jakarta, 1991.

Tansel, Aysit. 1999. General versus Vocational High School and Labor Market in Turkey. Cairo: The Economic Research Forum.

2 komentar:

Muhammad Suparman mengatakan...

Terima kasih, izin minta buat referensi pengetahuan...di Kelas.

Unknown mengatakan...

Mohon maaf pak, tulisan Bapak berkaitan dengan penelitian yang sedang saya kerjakan sekarang, bolehkah sya mendapatkan beberapa referensinya pak?.
berikut email saya haswita.sibarani@gmail.com.
Terima kasih sebelumnya pak.