Minggu, 10 November 2013

MENGGESER PARADIGMA KESEHATAN

Sejak beberapa bulan lalu Unesa membantu BKKBN.  Kepanjangan baru BKKBN adalah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.  Ketua BKKBN yang baru, Prof. Fasli Jalal adalah mantan Wamendikbud dan mantan Dirjen Dikti.  Setelah beliau dilantik menjadi Kepala BKKBN, kami saling kontak dan sepakat Unesa akan membantu memikirkan pengembangan program BKKBN.

Informasi dari BKKBN Jawa Timur, tenaga penyuluh KB hanya 1 atau 2 orang untuk setiap kecamatan.  Jika 2 orang, satu berpendidikan S1 dan yang lain biasanya lulusan SMA.  Saya membayangkan betapa sulitnya melakukan penyuluhan KB dengan tenaga 1 atau 2 orang untuk satu kecamatan.  Apalagi katanya, program KB tidak lagi menjadi program prioritas, sehingga tidak didukung dengan anggaran yang memadai.

Dahulu kepanjanan BKKBN adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.  Sekarang huruf “K” yang pertama bukan lagi “Koordinasi” tetapi “Kependudukan”.   Dan sebaiknya kependudukan dalam konteks ini tidak hanya dimaknai sebagai jumlah, tetapi juga kualitas.  Jadi tugas BKKBN tidak hanya mengendalikan jumlah penduduk, tetapi juga mengupayakan agar penduduk Indonesia berkualitas.

Biasanya penduduk yang berkualitas memiliki dua indikator utara, yaitu kesehatan dan pendidikan.  Jadi harus sehat dan terdidik.  Sehat menjadi urusan Kementerian Kesehatan, sedang terdidik menjadi urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  Lantas apa tugas BKKBN dalam konteks penduduk yang berkualitas?

Saya bukan dokter dan bukan ahli kesehatan masyarakat.  Namun pengamatan saya, penyuluhan hidup sehat belum banyak tersentuh.   Sepertinya Kementerian Kesehatan sudah sangat sibuk mengurus penduduk yang sakit.  Oleh karena itu menyuluh penduduk agar tidak sakit belum mendapatkan perhatian cukup.

Memang BKKBN merupakan bagian dari Kemernterian Kesehatan.  Namun, apakah BKKBN memiliki enersi untuk menangani itu?   Bukankah untuk menangani penyuluhan KB saja sudah kerepotan?  Itulah yang Unesa mencoba mencari solusinya.  Bagaimana BKKBN dapat melakukan penyuluhan KB sekaligus penyuluhan hidup sehat kepada masyarakat.

Sasaran program KB terutama pasangan usia subur (PUS).  Saya yakin PUS yang menjadi target BKKBN memiliki anak di PAUD/TK/SD/SMP/SMA.  Jadi mereka punya kaitan dengan sekolah-sekolah tersebut.   Mengapa penyuluhan KB tidak dilewatkan sekolah?  Bukankah lebih mudah sampai pada sasaran?

Semua desa memiliki SD, bahkan ada beberapa desa yang memiliki lebih dari satu SD/MI.  Hampir setiap kecamatan punya SMP/MTs.  Hampir setiap kampung punya PAUD dan atau TK.  Dengan menggunakan sekolah sebagai ujung tombak penuluhan KB, maka hampir semua PUS terjangkau. 

Siapa yang melakukan sosialisasi? Apakah guru PAUD/TK/SD/SMP/SMA mau dan mampu melakukannya?   Itulah yang perlu dirancang dan dipersiapkan dengan baik.  Hampir semua guru berpendidikan S1.  Di daerah pedesaan, guru adalah tokoh dan sering menjadi panutan masyarakat.  Dengan demikian, diyakini guru punya potensi untuk melakukan penyuluhan KB.  Apalagi guru biasanya sudah melaksanakan KB.  Pelajaran IPS di SD/SMP/SMA tentu juga menyinggung masalah KB.  Oleh karena itu saya yakin, tidak terlaku sulit membekali guru agar mampu melakukan sosialisasi ke orangtua siswa.

Bagaimana dengan penyuluhan kesehatan?   Bukankah sekolah punya UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).  Saya yakin sekolah dan guru tidak kesulitan untuk melakukan penyuluhan hidup sehat kepada orangtua siswa.  Apalagi kalau lingkungan sekolah dapat dijadikan contoh hidup sehat.  Misalnya kantis sekolah, halaman sekolah, toilet sekolah, sanitasi sekolah dan sebagainya.

Apakah guru mau dan punya waktu melakukan semua itu?  Untuk itu perlu dilakukan rundingan antara BKKBN dengan Ditjen yang menaungi PAUD/TK/SD/SMP/MTs/SMA/SMK/MA.  Ini kan tugas negara.  Rasanya semua instansi tersebut mendukung upaya untuk memiliki penduduk dalam jumlah yang tepat dan berkualitas.  Mari kita jadikan sekolah sebagai basis penyuluhan hidup sehat dan KB.  Lebih punya jangkauan ke masyarakat.   Lebih efisien.   Dan sekolah juga mendapat manfaat untuk melakukan edukasi ke masyarakat sekitarnya.  Semoga.

Tidak ada komentar: