Senin, 04 November 2013

MARI BELAJAR BERPIKIR KRITIS

(Naskah ini merupakan bagian dari buku tentang Berpikir Kritis yang sedang dikembangkan)

Ingat ketela mukibat?  Batang pohon singkong yang disambung dengan ketela tahun dan terbukti menghasilkan umbi singkong yang lebih besar dibanding singkong biasa.  Bagaimana cerita awalnya, sehingga Pak Mukibat menemukan ketela mukibat?  Saya menduga ide itu tidak datang tiba-tiba, ibarat dapat wangsit.  Saya yakin Pak Mukibat menemukan ide itu setelah melalui proses berpikir yang serius.  Sangat mungkin itu memerlukan waktu lama, bahkan sangat mungkin berkali-kali melakukan percobaan.

Beberapa bulan lalu, stasiun TV swasta menyiarkan peternak kambing di daerah Rungkut Surabaya.  Peternak itu memelihara kambing di perkotaan, tetapi kambing maupun kotorannya  tidak berbau.  Akibatnya peternakan kambing itu banyak dikunjungi orang dan kambingnya laris manis. 

Mengapa kotoran kambing itu tidak berbau?   Karena makanannya diatur secara khusus.  Bagaimana awal peternak tersebut menemukan makanan kambing yang dapat membuat kambing dan kotorannya tidak berbau?  Saya yakin peternak tersebut tidak serta merta menemukan makanan kambing yang membuat kotorannya tidak berbau.  Pasti itu melalui poses yang cukup lama.  Saya menduga peternak itu berkali-kali melakukan eksperimen sampai menemukan ramuan makanan yang tepat.

Saya pernah mendapat penjelasan awal munculnya restoran yang menggunakan nama Dapur Desa, Bumbu Desa, Warung Ndeso, Pawon dan sebagainya.  Konon, pada awalnya ada orang yang mengamati banyak warung-warung kecil dengan makanan tradisional tetapi dikunjungi masyarakat kelas menengah.  Ketika ada resepsi, makanan di gubuk yang menyajikan makanan tradisional lebih diminati orang dibanding makanan utama. Dari situ orang tersebut memikirkan bagaimana caranya “membawa” makanan tradisional ke restoran yang kondisinya cocok untuk masyarakat kelas menengah.  Dan akhirnya terciptalah restoran semacam Dapur Desa, Bumbu Desa, Warung Ndeso dan sebagainya.

Ijinkan saya menceritakan bagaimana awal muculnya ide Universitas Negeri Surabaya (Unesa) membangun Ranunesa, sebuah busem di kampus Unesa Ketintang.  Pada waktu itu beberapa teman memikirkan mengapa kampus Unesa Ketintang selalu banjir.  Ternyata disebabkan oleh dua faktor.  Pertama,  area kampus Ketintang lebih rendah dibanding area sekitarnya.  Mengapa? Karena kampus Ketintang dibangun paling awal, ketika lahan sekitarnya nasih berupa sawah.  Setelah kampus Ketintang dibangun, area di sekitarnya dibangun kantor Telkom dan perumahan.  Nah, halaman gedung dan perumahan yang dibangun belakangan tersebut dibuat lebih tinggi.  Akhirnya kampus Ketintang mirip cekungan panci.

Kedua, di depan kantor Telkom ada sungai yang mengalirkan air hujan dari daerah perkampungan Ketintang Barat dan Karangrejo.  Pada awalnya sungai itu mengalir melalui tepi Jalan Ketintang PTT Gang V dan masuk ke sungai di sebelah rel kereta api dan selanjutnya masuk ke sungai yang lebih besar ke arah Jemursari.

Ketika muncul banyak warung di Ketintang PTT Gang V, sungai tersebut menjadi menyempit.  Pada saat itu Unesa membuat sungai di pinggiran timur kampus Ketintang untuk menampung air hujan.  Tidak ada yang tahu kejadiannya, kemudian sungai dari depan kantor Telkom disambungkan dengan sungai di dalam kampus Ketintang.  Dan sungai di bawah warung-warung Ketintang PTT Gang V cenderung buntu.  Dengan demikian, area kampus Unesa Ketintang menjadi tampungan air hujan setempat dan aliran air hujan daru daerah Ketintang Barat dan Karangrejo.

Berangkat dari simpulan tadi, agar kampus tidak banjir harus punya busem yang dapat menampung air hujan setempat maupun air hujan dari Ketintang Barat dan Karangrejo.  Pada musim hujan, air di busem tersebut diupayakan dalam level terendah agar mampu menampung air hujan tadi.  Bagaimana caranya?  Dengan memompa keluar ke sungai besar di sebelah selatan kampus.  Berapa daya tampung busem yang dibutuhkan, berapa kemampuan pompa yang diperlukan dan bagaimana agar air yang sudah dipompa keluar tidak masuk kembali, menjadi problema baru yang harus dipecahkan.  Dan itu memerlukan analisis yang cermat.

Saya menduga Pak Mukibat dan peternak kambing tanpa bau di Rungkut maupun penemu restoran Dapur Desa menerapkan pola pikir yang mirip dengan penemuan Ranunesa.  Contoh-contoh tersebut menggambarkan bagaimana orang atau sekelompok orang berpikir kritis.  Mengkritisi sesuatu fenomena yang dijumpai.  Mengapa fenomena itu terjadi.  Dan akhirnya menemukan bagaimana mengatasinya atau bahkan memanfaatkan untuk keperluan tertentu. Kemampuan berpikir kritis dilakukan untuk menganalisis mengapa fenomena itu terjadi, apa penyebabnya. 

Dari hasil analisis itu, seringkali memunculkan ide bagaimana mengatasinya atau bagaimana memanfaatkannya.  Tahap kedua ini disebut tahap berpikir problem solving (memecahkan masalah).  Dan biasanya pemecahan masalah dan pemanfaatan itu dilakukan secara kreatif.  Dengan begitu tahap kedua juga disebut berpikir kreatif.  Itulah sebabnya, berpikir kritis, berpikir problem solving dan berpikir kreatif seringkali bergandengan.

Ketiga jenis berpikir tersebut tergolong berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) yang sangat penting.  Mengapa?  Karena tiga tahapan itulah yang menghasilkan gagasan baru.  Pada hal gagasan baru itulah yang menjadi salah satu faktor penentu kemajuan.   Hampir semua temuan-temuan dalam industri maupun dalam kehidupan keseharian didapatkan melalui proses berpikir kritis dan problem solving secara kreatif.

Apakah pola berpikir kritis juga penting untuk kehidupan sosial kemasyarakatan?  Apakah juga bermanfaat untuk memecahkan masalah?   Saya yakin jawabnya “ya”, sangat penting dan dapat untuk memecahkan masalah.   Munculnya POSYANDU, saya duga sebagai hasil berpikir kritis, berpikit problem solving dan berpikir kreatif.  Saya menduga pada awalnya ada orang yang mengamati banyak anak-anak kecil di perkampungan yang lingkungannya kurang sehat.  Ibu-ibu di perkampungan biasanya kurang peduli kepada kesehatan anaknya.  Sementara itu jarak perkampungan dengan rumah sakit atau puskesmas agak jauh.  Situasi itu yang saya duga memunculkan gagasan awal dari Posyandu (Pos Layanan Terpadu).  Suatu tempat layanan pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan kesehatan bagi ibu dan anak-anak.

Begitu pentingnya ketiga pola pikir tersebut (berpikir kritis, berpikir kreatif dan memecahkan masalah) banyak ahli pendidikan menganjurkan agar pendidikan mengutamakan pengembangannya.  Banyak sekolah di negara maju yang sudah menerapkannya.  Dan ternyata pengembangan ketiga pola pikir tersebut sudah dapat dimulai pada tahap anak-anak.  Eagle View Elementary School di negara bagian Virginia Amerika Serikat mengembangkan tiga pola pikir tersebut dan bahkan menjadikannya sebagai ikon sekolah, yaitu Be Critical Thinker, Be Problem Solver and Be Creative.

Di Indonesia juga banyak sekolah yang secara khusus menekankan pengembangan kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif dan problem solving.  Sekolah yang menggunakan nama “sekolah alam” biasanya melakukan itu dan bahkan dibarengi dengan pengembangan karakter/akhlak. 

Salah satu ciri sekolah seperti itu biasanya anak-anak banya diajak untuk mengamati lingkungan atau memperhatikan suatu kejadian.  Misalnya lalu lintas yang macet, sungai yang banjir, pasar yang menjual banyak buah, halaman sekolah yang rumputnya tidak tumbuh, tukang becak yang nongkrong menunggu penumpang dan sebagainya.   Anak-anak kemudian dipancinh pertanyaan “mengapa kok macet ya?”, “mengapa kok dapat banjir ya?”, mengapa banyak sekolah mangga di pasar ya?”, dan sebagainya.  Dari pertanyaan itu dilanjutkan dengan diskusi.  Tentu diskusi yang sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir anak.

Pada sekolah seperti itu biasanya pertanyaan yang diawali dengan kata “apa, siapa, dimana dan kapan”, tidak dianjurkan.  Yang dianjurkan adalah pertanyaan yang diawali dengan kata “mengapa dan bagaimana”.  Soal-soal pilihan ganda juga tidak dianjurkan.  Yang dianjurkan adalah soal cerita yang memberi kesempatan anak untuk menuangkan pikirannya.  Pikiran yang mungkin berbeda dengan pikiran guru pembuat soal.

Proses pembelajaran yang diharapkan di sekolah seperti itu adalah terjadinya diskusi antar siswa.  Tugas guru adalah mengajukan pertanyaan pancingan agar terjadi diskusi.  Jika sudah terjadi tugas guru selanjutnya adalah memandu agar diskusi terarah.  Guru harus menghindari memberikan jawaban tetapi memandu agar siswa menemukan jawabannya sendiri.  Guru yang baik adalah yang siap “dibantah” atau berdiskusi dengan siswa, yang punya pendapat yang berbeda dengan guru.

Sekolah semacam itu banyak diminati oleh masyarakat, walaupun uang sekolahnya relatif mahal.  Ketika SD biasa kekurangan murid, sekolah seperti itu justru dibanjiri peminat.  Anak-anak yang masuk biasanya berasal dari keluarga  kelas menengah dan orangtua yang relatif terdidik.   Banyak juga mereka yang pernah menempuh pendidikan di luar negeri.

Mengapa demikian?  Belum ada studi tentang itu.  Namun dari pengalaman ngobrol dengan orangtua anak yang sekolah semacam itu, biasanya mereka tidak puas dengan sekolah “biasa” yang cenderung mengajarkan hal-hal yang mekanistik dan kurang merangsang anak untuk berpikir kritis.  Pada hal dalam kehidupan nyata di masyarakat, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah secara kreatif itulah yang diperlukan.  Bahkan ada ungkapan dari mereka: bukankah tugas sehari-hari adalah memecahkan masalah.

Bagi yang ingin bagaimana cara berpikir kritis dan bagi guru yang ingin mengajarkan berpikir kritis sekarang sangat banyak tersedia bacaan.  Yang paling mudah buka saja Google dan ketika pencarian untuk “berpikir kritis” atau”critical tinking” atau “teaching critical thinking”, maka akan muncul ratus pilihan web yang memuat artikel atau buku atau modul untuk berpikir kritis.  Beberapa buku yang dapat ditemukan antara lain: Critical Thinking and Reading: Empowering Leaners to Think and Act, oleh Allan R Neilsen (1989) (sebuah hasil riset yang disponsori oleh Educational Research di Washington); buku untuk guru dengan judul Critical Thinking Across Curriculum: Developing Critical Thinking Skill, Literacy and Philosophy in the Primary Classroom oleh Mal Leicester dan Denise Taylor (2010); buku untuk mahasiswa LPTK dengan judul Critical Thinking Skill for Education Students oleh Brenda Judge, Patric Jones dan Elaine McCreery (2009).  Ketiganya dapat diunduh dari internet secara gratis.  Masih banyak lagi buku atau artikel yang dapat diunduh dari internet.

Buku-buku dan artikel tersebut memuat pengertian berpikir kritis dengan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari.  Juga memuat cara dan startegi berpikir kritis, tahapannya dan bahkan memuat bagaimana mengajarkannya.  Artinya untuk belajar berpikir kritis ataupun mengajarkan berpikir kritis, kita dapat belajar dari buku0buku dan artikel tersebut.

Apa perbedaan antara berpikir kritis dan orang yang kritis?  Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar istilah “orang kritis”, yaitu orang yang cenderung mencari kesalahan orang lain, kesalahan konsep atau kekeliruan suatu produk.  Seperti halnya setiap aktivitas lain, berpikir kritis dapat dilandasi pikiran positif tetapi juga dapat dilandasi pikiran negatif.  Proses berpikir nya relatif sama, namun hasilnya berbeda karena landasan atau tujuannya berbeda.

Contoh-contoh yang disebut di atas, penemuan ketela mukibat, penemuan kotoran kambing tidak berbau, penemuan Dapur Desa dan penemuan Ranunesa, adalah hasil berpikir kritis dan kreatif yang dilandasi tujuan dan pikiran positif.  Namun juga ada contoh lain yang sering kita baca di koran. Gubernur DKI Jokowi yang senang blusukan dikritik menghabiskan anggaran untuk kegiatan tersebut.  Ada orang yang menghibung berapa biaya yang dikeluarkan.  Mungkin itu contoh berpikir kritis tetapi dilandari pikiran negatif.

Terkait dengan contoh itu, ada kata-kata bijak yang perlu direnungkan.  Pada akhirnya ilmu hanyalah alat.  Alat untuk mencapai tujuan.  Tujuan yang dapat positif atau negatif.  Dan itu tergantung kepada hati dan niatnya.  Artinya “ilmu berpikir kritis” pada dasarnya netral. Tergantung pikiran dan niat orangnya.  Jika niatnya positif akan dapat menghasilkan gagasan baru yang cemerlang.  Jika niatnya negatif sangat mungkin menimbulkan fitnah atau paling tidak pikiran suudhon atau kerucigaan yang tidak diperlukan.

Apakah berpikir kritis merupakan kosep baru dalam dunia pendidikan dan psikologi?  Saya yakin tidak. Kalau kita mencermati taksonomi Bloom, berpikir kritis dapat diidentikkan dengan gabungan berpikir analisis, sintesis dan evaluasi.  Tahapan berpikir yag sering disebut berpikir tingkat tinggi.  Bukankah berpkir kritis dimulai mempertanyakan mengapa fenomena atau kejadian itu berlangsung?  Apa faktor-faktornya?  Kemudian digandengkan dengan konsep lain, sehingga kita dapat menyimpulkan fenomena itu terjadi karena begini.  Dan jika dilakukan ini dan itu kejadiannya akan menjadi lain.  Bukankah itu gabungan berpikir analisis, sintesis dan evaluasi?

Yang tampak berbeda adalah arahan berpikir kritis itu untuk memecahkan masalah.  Seperti disebutkan di atas bahwa berpkir kritis pada umumnya langsung bersambung dengan pemecahan masalah.  Paling tidak mencari alternatif yang lebih baik.  Misalnya ketika kita mencermati lalu lintas ke kampus, mengapa selalu macet.  Setelah menemukan faktor penyebabnya, biasanya kita terpicu untuk memikirkan cara agar tidak macet.

Apakah anda ingin berlatih berpikir kritis?  Atau anda ingin mengajarkan berpikir kritis kepada siswa atau anak?  Jika ya, “Ten Takeaway Tips for Teaching Critical Thinking” yang dimuat di www.edutopia.org/stw-kipp-critical-thinking-10tips-for-teaching., layak untuk dibaca.  Sepuluh tip tersebut merupakan strategi yang baik untuk mengajarkan berpikir kritis dan juga untuk belajar secara mandiri. Berikut sepuluh tip yang dimaksud.

1. Bertanya, bertanya dan bertanya.  Bertanya atau mempertanyakan fenomena atau kejadian merupakan langkah awal atau bahkan tonggak pertama dalam berpikir kritis.  Misalnya mempertanyakan mengapa kalau akan hujan udara menjadi panas sekali.  Mengapa kalau musim mangga harga mangga sangat murah.  Mengapa orang di pedesaan saling mengenal dengan tetangganya, sementara orang kota tidak.  Mengapa mahasiswa Unesa banyak yang berasal dari luar kota.   Mengapa sejak tahun 2011 jumlah peminat masuk LPTK meningkat secara signifikan.  Dan seterusnya.

Pertanyaan tersebut dapat untuk diri sendiri atau juga ditanyakan kepada siswa yang diajari berpikir kritis.  Jika ternyata siswa atau anak-anak tidak segera merespons dapat juga kita berikan jawaban yang salah dan siswa tahu kalau itu salah.  Misalnya pada saat musim mangga di pasar jarang ada mangga, sehingga harganya murah.  Biasanya jawaban yang tampak salah akan merangsang siswa untuk mengatakan “itu salah” dan kemudian mengajukan pikirannya.

2. Mulai dengan mencermati fenomena dan berusaha mengidentifikasi faktor apa saja yang terkait.  Fenomena yang dipertanyakan dicermati dengan baik dan mencoba mencari faktor apa saja yang berpengaruh terhadap fenomena tersebut.   Misalnya tentang mengapa di pedesaan orang saling mengenal, sementara di perkotaan banyak orang yang tidak mengenal tetangganya.  Untuk itu kita dapat mulai bertanya: apa yang menyebabkan orang satu dan lainnya saling mengenal.  Asal usulnya sama atau bahkan masih ada hubungan kekerabatan.  Jenis pekerjaan sama atau sejenis, sehingga membuat saling ketemu.  Waktu kerja tidak terlalu padat sehingga punya waktu luang untuk saling bertemu di luar pekerjaan. Dan seterusnya.

Jika anda mengajarkan kepada siswa, anda dapat mengajukan pertanyaan tersebut.  Bahkan dapat sedikit provokatif.  Misalnya mana yang menjadikan orang mengenal satu sama lain, yang sering ketemu atau yang jarang ketemu.  Mana yang sering ketemu dengan tetangga, orang kota atau orang desa.  Mana yang memudahkan saling mengenal, mereka yang memiliki hubungan kekerabatan atau tidak.  Mana yang membuat orang saling mengenak, orang yang pekerjaannya sama atau yang berbeda.  Seterusnya, pertanyaan mengapa orang desa lebih mengenal satu sama lain, sementara banyak orang kota tidak mengenal tetangganya?

3. Upayakan berdiskusi dengan teman.  Berdiskusi atau bahkan berdebat merupakan wahana bagus untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.  Misalnya mencermati lalu lintas yang macet, kita dapat berdiskusi apakah karena kendaraan yang lewat melebihi kapasitas jalan.  Apa bukti dan data yang mendukungnya.  Apakah orang yang berlalu lintas tidak tertib.  Jika itu apa data yang mendukungnya.  Apakah akibat adanya proyek yang mengganggu lalu lintas.  Atau ada penyebab lainnya?  Berbagai dugaan tersebut akan menarik didiskusikan, karena masing-masing memerlukan data dan telaah kritis.  Dan dengan melalui diskusi, kita dapat mengasah kemampuan berpikir kritis.

Jika kita dalam posisi mengajarkan berpikir kritis, kita dapat mendorong siswa untuk saling berdiskusi dan bahkan berdebat.  Masing-masing siswa didorong untuk mengajukan argumentasi yang berbeda dan kemudian menjelaskan argument itu kepada temannya.  Jika siswa lambat memulai diskusi, kita dapat mengajukan pertanyaan atau statement pancingan.  Misalnya, mungkinkan jalan macet karena banyak galian pipa PDAM?  Atau mungkin karena banyak motor yang jalannya tidak tertib. Dan sebagainya, dengan tujuan siswa memberikan respons yang beragam dan kemudian mulai mendiskusikannya.

4. Modeling sangat penting.  Seperti kata orang bijak, cara belajar yang paling mudah adalah dengan meniru orang lain.  Biasanya yang ditiru adalah mereka yang hebat atau orang yang telah sukses melakukan.  Cerita tentang pengusaha restoran mengembangkan Dapur Desa dan beberapa orang di Unesa membuat busem Ranunesa dapat menjadi model.

Model yang ditiru sebenarnya tidak hanya orang, tetapi juga binatang atau bahkan tumbuhan.  Konon pondasi cakar ayam ditemukan Prof. Sediyatmo dengan mengamati pohon kelapa.  Mengapa pohon kelapa yang akarnya serabut tidak roboh diterpa angin.  Konon pondasi sarang labah-labah ditemukan dengan terinspirasi bentuk sarang labah-labah, yang begitu kuat menaham tabrakan binatang terbang.  Pada sarang labah-labah hanya terdiri dari semacam benang yang sangat kecil.

Jika anda ingin mengajarkan berpikir kritis kepada siswa, jalan yang terbaik adalah anda sendiri menjadi modelnya.  Menjadi model secara utuh, mulai dari mempertanyakan fenomena, mengidentifikasi berbagai faktor yang terkait , membandingkan dengan fenomena di tempat lain atau kejadian lain, melakukan diskusi bebas dengan banyak orang, dan mencari alternatif pemanfaatan atau pemecahannya.

5. Mendorong pikiran altenatif yang kontroversi.   Gagasan baru seringkali lahir dari pikiran yang “liar”.  Mengkritisi sebuah fenomena juga memerlukan pikiran yang “liar”.  Artinya, ketika kita mempertanyaan sebuah fenomena kita harus berani mengajukan dugaan-dugaan yang liar, agar menemukan faktor-faktor yang mungkin selama ini dianggap aneh.  Kita juga dapat mempertanyakan hal-hal yang dianggap aneh atau tabu.  Misalkan mengapa perkawinan sejenis disahkan di negara tertentu.  Mengapa banyak orang percaya pada UFO atau percaya bahwa Sultan Jogya beristerikan Ratu Laut Selatan.  Mengapa Rudi Rubiandini, profesor dan dosen teladan ITB tetapi melakukan korupsi.  Mengapa da’i dan tokoh partai sekelas Lutfi Hasan Ishaq melakukan korupsi.   

Dengan pertanyaan atau permasalahan tersebut kita akan terdorong memunculkan ide liar.  Misalnya, memang betul bahwa Sultan Jogya secara turun temurun beristerikan Laut Selatan karena suatu “perjanjian dengan makhluk halus” atau itu hanya cara penguasa zaman dulu untuk mendapatkan legitimisasi dari masyarakatnya.   Adanya negara yang mengesahkan perkawinan sejenis itu sudah bagi dari tanda-tanda akhir zaman, tanda-tanda kiamat sudah depat.  Atau negara adalah negara demokratis yang memfaslitasi hak setiap warga negara.  Perbedaan pandangan yang ekstrem akan mendorong terjadi diskusi atau perdebatan dan mendorong terjadinya proses berpikir kritis.

6. Memilih topik yang relevan.  Agar kita terdorong untuk melakukan kajian dengan sungguh-sungguh, sebaiknya memilih fenomena atau topik yang relevan dengan pekerjaan atau kehidupan kita.  Misalnya pedagang mempertanyaan mengapa buah impor membanjiri pasar kita.  Guru/dosen mempertanyakan, kalau semua informasi sudah ada di Google lantas pendidikan kita ke depan seperti apa.  Mahasiswa mempertanyakan, mengapa banyak Bank atau perusahaan besar menerima karyawan baru tanpa membedakan jurusan asalnya?  Tentu disesuaikan dengan tingkat berpikirnya. Misalnya siswa SD atau SMP diminta membahas mengapa kucing dan anjing selalu bermusuhan.

Topik yang terkait dengan dirinya atau kehidupan sehari-harinya, akan membuat orang tertarik melakukan kajian secara sungguh-sungguh.  Mengapa? Karena itu terkait dengan eksistensi dirinya atau yang ada disekitarnya tetapi belum tahu mengapa itu terjadi.   Jika perlu diberikan pancingan pertanyaan.  Misalnya ada pertanyaan kepada mahasiswa.  Apakah pegawai Bank gajinya besar?  Mengapa banyak pejabat Bank bukan lulusan Fakultas Ekonomi?  Mengapa sekarang banyak Bank besar menerima calon karyawan dari semua jurusan?  Kepada siswa SMP ditanya dapat tidak anak kucing dan anak anjing dibiasakan hidup bersama sejak kecil.

7. Melakukan diskusi ala Socrates.   Di masa hidupnya, Socrates membuat pola diskusi agar setiap muridnya bertanya kepada yang lain.  Pertanyaan yang dapat mengungkap logika yang bertanya maupun yang menjawabnya.  Dengan cara itu Socrates ingin muridnya mengasah kemampuan berpikir logis dan analisis.  Untuk itu format diskusi dibuat informal sehingga antara satu murid dengan murid lain dapat saling mengajukan pertanyaan.

Kalau anda ingin mengasah kemampuan berpikir kritis, maka buatlah kelompok diskusi informal yang membahas berbagai hal.  Dan antara satu peserta dan peserta lainnya saling bertanya, berdiskusi bahkan berdebat.  Agar diskusi dapat merangsang pemikiran kritis, disengaja dibuat pertanyaan yang bernada tidak setuju atau menentang jawaban yang diberikan teman.

Untuk anda yang ingin mengajarkan berpikir kritis kepada siswa, sebaiknya siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang saling tidak setuju.  Misalnya kelompok A harus mengajukan pertanyaan dan pendapat yang tidak setuju dengan kelompok B.  Dan sebaliknya.  Dengan cara itu, masing-masing kelompok akan berusaha mencari argument (pikiran kritis) untuk bertahan atau menentang pendapat kelompok lainnya.

8. Berpikir kritis tidak hanya diukur dengan tulisan.  Kemampuan berpikir kritis dapat dilhat dari berbagai aspek.  Tulisan, baik buku, artikel ataupun cerita memang dapat menggambarkan kekritisan pikiran seseorang terhadap suatu masalah.  Namun diskusi dan tanya jawab dalam suatu foru juga dapat menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan logis seseorang.  Oleh karena itu, kita dapat berlatih menuangkan pikiran kritis melalui tulisan di koran, artikel di majalah/jurnal, cerita pendek, novel bahkan sebuah buku.

Bagi guru yang ingin mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, dapat meminta siswa menuliskan kajian terhadap suatu fenomena.  Juga dapat meminta siswa menulis cerita pendek tentang kejadian yang dilihat atau dialami.  Juga dapat meminta mereka berdiskusi dan mengamati cara mereka mengajukan pertanyaan maupun menjawabnya.

9. Saling menilai antar teman dapat menjadi cara menilai kemampuan berpikir kritis.  Teman juga merupakan penilai yang baik terhadap kemampuan berpikir kritis seseorang.  Oleh karena itu, ketika sedang belajar berpikir kristis, kita dapat meminta teman untuk menilai apakah tulisan kita, pertanyaan kita, jawaban kita dan argument yang kita ajukan menunjukkan kemampuan berpikir kritis.   Teman kita minta menilai seberapa kritis pemikiran kita dari tulisan dan argument yang kita ajukan saat berdiskusi.

Cara serupa juga dapat diterapkan saat kita mengajarkan berpikir kritis.  Siswa dapat kita minta menilai temannya.  Antar teman saling menilai dan pada akhirnya setiap siswa mendapat penilaian dari teman lain.  Mirip dengan sosiometri yang biasa digunakan dalam penilaian teman sejawat.

10. Melangkah mundur.   Ini sangat penting bagi mereka yang mengajarkan berpikir kritis kepada siswa.  Guru harus siap “mundur ke belakang” untuk memberi kesempatan siswa mengajukan pikiran-pikiran kritis yang mungkin berbeda atau bahkan berlawanan dengan apa yang dipikirkan oleh guru.  Dengan cara itu siswa akan percaya diri mengajukan gagasan dan pada akhirnya menjadi pemikir yang kritis.

Sepuluh langkah di atas pasti bukan satu-satunya cara untuk belajar berpikir kritis.  Masih banyak cara lain.  Dan kita sebaiknya juga mengkritisi apakah memang 10 langkah tersebut paling efektif dalam belajar berpikir kritis.   Untuk itu anda perlu mencermati orang yang kritis dan kreatif, mendiskusikan dengan teman lain, sehingga dapat menemukan cara lain yang lebih efektif.

Seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa berpikir kritis dengan berpikir kreatif biasanya bergandengan dan berujung pada pemecahan masalah atau munculnya gagasan baru.  Pertanyaannya bagaimana cara belajar berpikir kreatif.  Apakah berpikir kreatif dapat dipelajari atau bawaan sejak lahir.

Menjadi perdebatan panjang apakah berpikir kreatif dapat dikembangkan pada seseorang.  Tampaknya para ahli sampai pada simpulan bahwa kemamuan berpikir kreatif dapat dikembangkan.  Walaupun sudah pasti dipengaruhi oleh potensi dasar yang dimiliki.  Artinya, bagi anak yang potensi kreatifnya tinggi tentu lebih mudah dikembangkan.  Sebaliknya pada anak yang potensi kreatifnya tidak terlalu besar, lebih sulit diajari untuk kreatif. Namun tetap saja dapat meningkat.

Pertanyaannya apakah untuk menjadi kreatif seseorang harus berpikir out of the box.   Berpikir yang sama sekali berbeda dengan apa yang ada, sehingga orang lain tidak menduga.  Atau bepikir kreatif dapat dilakukan secara gradual.  Untuk itu saya menganjurkan untuk membcara buku Inside The Box, yang disusun oleh Drew Boyd dan Jacob Goldenberd.  Drew Boyd adalah  pensiunan dari pejabat penting di Johnson & Johnson, sedangkan dan Jacob Goldenberd adalah  profesor bidang Marketing di Columbia University.

Melalui riset panjang dua orang itu menemukan bahwa sebagian besar produk kreatif tidak dilakukan melalui berpikir out of the box, melainkan inside the box.   Bahkan mereka membuktikan bahwa kreativitas dapat dilatih melalui suatu cara yang disebut Systematic Inventive Thinking (SIT).  Ada lima teknik dalam SIT, yaitu subtraction, division, multiplication, task unification dan attribute dependency.

Melaui pola pikir substration, pengembang suatu produk melakukan inovasi dengan  mengurangi bagian atau komponen produk yang bukan utama, sehingga pembuatan/pelaksanaan produk menjadi lebih efisen.  Budget hotel yang akhir-akhir berkembang dan penerbangan yang menerapkan low cost carrier (LCC) yang diterapkan oleh Air Asia dan Lion Air adalah contohnya.  Mereka mengurangi layanan yang tidak penting karena pelanggan tidak memerlukan atau menganggap itu penting.  Untuk hotel, banyak pelanggan yang hanya memerlukan tempat untuk tidur/istirahat dengan nyaman.  Mereka tidak memerlukan fasilitas seperti kolam renang, sarapan pagi sebagainya.  Oleh karena layanan itu dihilangkan, sehingga tariff hotel menjadi lebih murah.  Hal serupa diterapkan oleh penerbangan LCC dengan mengurangi layanan makanan dan minuman selama penerbangan.

Melalui pola pikir division, inovasi dilakukan dengan kreativitas memisahkan komponen produk agar lebih nyaman penggunaannya.  Remote control untuk TV dan AC membuat kita lebih mudah menggunakannya.  Demikian pula printer yang dapat dihubungkan dengan komputer melalui sinyal.  Pola itu juga diterapkan untuk telepon rumah yang dibuat portable.

Melalui pola pikir multiplication,  inovasi dilakukan dengan kreativitas mengopi bagian yang sudah ada untuk keperluan lain, sehingga fungsi produk menjadi lebih baik.  Tambahan roda kecil pada speda untuk anak-anak adalah contoh inovasi ini.  Dua roda kecil tambahan yang dipasang di bagian belakang sepeda, sebenarnya hanya “copy” dari roda yang sudah ada sebelumnya.  Tetapi dengan tambahan itu anak-anak menjadi lebih aman, karena sepeda tidak dapat ambruk.

Melalui pola pikir task unification, inivasi dilakukan melalui kreativitas menggabungkan beberapa fungsi produk menjadi satu agar lebih simpel.  Tas punggung yang dapat untuk membawa buku, laptop dan sedikit pakaian adalah contoh kreativitas ini.  Demikian pula layanan one stop shoping atau layanan satu atap di kantor pemerintah.  Intinya dengan satu produk, baik barang atau layanan, beberapa keperluan dapat terlayani sekaligus.

Melalui pola pikir attribute dependency, inovasi dilakukan melalui kreativitas menemukan sebuah produk yang dapat mengatur diri sendiri agar tidak merepotkan penggunanya.  AC yang dapat mengatur suhu seperti yang diinginkan, wiper kaca mobil yang dapat mengatu sendiri kecepatan sesuai dengan curah hujan, telepon genggam yang mati sendiri setelah beberapa lama tidak dipakai, adalah contoh inovasi tersebut.


Kalau kita mencermati inovasi-inovasi produk tersebut diatas, baik berupa benda ataupun layanan, dapat diduga inovasi itu didasari untuk meningkatkan “kualitas” produk.  Jadi dari awal tujuannya untuk memecahkan masalah dari produk yang sudah ada yang dinilai kurang baik atau kurang dapat bersaing.  Untuk itu dilakukan telaah kritis terhadap produk yang sudah ada.  Disinilah tahapan berpikir kritis berfungsi.  Dari hasil telaah tersebut dilakukan inovasi yang tentu saja mengandalkan daya kreativitas, sampai pada akhirnya masalah dapat diselesikan melalui inovasi tertentu.  Itu artinya, pemecahan masalah selalu menggunakan kemampuan berpikir kritis.

Tidak ada komentar: