Pagi sekitar pukul 7.45 saya menuju kampus Lidah dan
mampir mengantar menantu ke kantornya di Jl. Basuki Rahmat. Seperti biasanya sambil jalan saya menyetel
Radio SS. Nah saat itu penyiarnya Mas
Yoyong menyampaikan ungkapan yang meggelitik.
Kata Mas Yoyong: “Apakah saat ini masih ada pahlawan”. Orang yang rela
mengorbankan kepentingan diri bahkan sampai nyawa untuk membela negara”.
Walaupun terkesan agak menohok, tetapi pertanyaan itu
layak untuk direnungkan. Memang kita
juga tidak tahu pasti apa yang ada di hati mereka yang disebut pahlawan
kemerdekaan. Karena yang tidak mengalami
era itu, kita hanya dapat memahami peristiwa 10 Nopember dari bacaan atau dari
cerita orang. Cerita yang sangat heroik,
walaupun kadang-kadang terbersit pertanyaan “betulkah peristiwanya seperti itu
heroiknya”. Jangan-jangan
dilebih-lebihkan. Teman saya memberi
analogi dengan ketika kita menceritakan masa kecil kita kepada anak-anak, yang
seringkali dilebih-lebihkan. Bukan
apa-apa, karena itu semua dimaksudkan agar anak-anak kita tidak manja dan punya
daya juang seperti kita waktu kecil.
Dalam konteks belajar sejarah, pertanyaan tersebut
sangat penting. Bukan kita meragukan
heroisme para pahlawan kemerdekaan, tetapi mengapa mereka memiliki semangat
juang yang sangat hebat. Mengapa mereka
mau mengorbankan kepentingan dirinya bahkan nyawanya untuk memperjuangkan
kemerdekaan. Siapa penggerak perjuangan
itu? Apa yang melatarbelakangi yang
bersangkutan? Yang lain hanya ikut-ikutan
atau memang memahami gerakan menentang penjajah? Jika kita dapat menemukan jawabannya, akan
sangat berguna untuk menjawab pertanyaan Mas Yoyong di atas.
Memang zaman telah berubah. Pola pikir dan pola kehidupan juga
berubah. Tantangan kehidupan, termasuk
dalam berbangsa dan bernegara juga sudah berubah. Dengan demikian pola perjuangan juga harus
berubah. Apakah dengan demikian pengertian berkorban juga berubah? Apakah dengan demikian pengertian bela
negara juga berubah? Menurut saya,
memang diperlukan pemaknaan baru tentang hal-hal diatas, agar lebih sesuai
dengan konteks zamannya.
Acara Kick Andy di Metro TV sering menunjukkan pejuang
era sekarang. Apakah dokter yang rela
bekerja di pedalaman, apakah bidan dan guru yang rela bertugas di daerah
terpencil dan sebagainya. Butet Manurung pendiri Sakola Rimba dan teman-teman
yang aktif di Mer C, menurut saya juga dapat dikategorikan pejuang. Istri saya
pernah bercerita, ada temannya yang mengajar anak-anak jalanan dan anak-anak
terlantar di dekat Jembatan Merah dan untuk itu dibuatkan bedeng atas biaya
sendiri. Dan masih banyak lagi yang lain,
yang dalam skala tertentu dapat disebut penjuang kemerdekaan. Mereka-mereka itu memang bukan pejuang yang
mengangkat senjata untuk melawan penjajah, karena sekarang sudah tidak ada
penjajah. Tetapi mereka adalah pejuang
dalam melawan kebodohan, kemiskinan, keterpurukan hidup.
Memang kita tidak tahu pasti apa motivasi mereka
mengerjakan kegiatan itu. Hanya mereka
sendiri dan Yang Maha Mengetahui yang mengetahuinya. Namun seperti halnya kepada para pejuang
kemerdekaan, kita berprasangka baik saja.
Kita percaya saja, mereka itu dengan tulus ingin membantu orang lain,
tanpa diembel-embeli “udang dibalik batu”.
Dengan contoh itu berarti pertanyaan Mas Yoyong
terjawab, sekarang ini masih ada dan bahkan banyak pejuang. Hanya saja bentuknya yang tidak sama dengan
pejuang kemerdekaan, karena tantangan zamannya juga berubah.
Apakah dengan demikian pertanyaan Mas Yoyong tidak
relevan? Sangat relevan, karena saya
yakin Mas Yoyong bukan tidak tahu adannya para pejuang kemerdekaan era
kini. Tetapi dengan pertanyaan itu mungkin
Mas Yoyong ingin memanfaatkan Hari Pahlawan untuk menggugah semangat kita untuk
mau berjuang untuk kemerdekaan dari kebodohan, kemiskinan, keterkungkungan dan
derita lainnya. Masih banyak derita yang harus kita bebaskan. Masih banyak mereka para penderita yang menunggu uluran tangan kita. Dirgahayu Hari Pahlawan 10 Nopember 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar