Tampaknya Kemdikbud
merasa P4TK (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan) tidak berfungsi secara optimal.
Oleh karena itu dibentuk Tim untuk melakukan studi. Tim dipimpin oleh Staf Khusus Mendidikan, Pak
Ahmad Rizali yang biasa dipanggil Mas Nanang.
Saya tidak tahu mengapa dilibatkan dan diajak untuk mengunjungi 3 P4TK,
yaitu P4TK BOE Malang, P4TK BMTI Cimahi, P4TK BBL Medan. Karena jadwalnya berbenturan dengan kegiatan
lain, saya hanya dapat berkunjung ke Malang.
Kunjungan ke P4TK BOE
(Bangunan-Otomotif-Elektronika) Malang dilaksanakan pada tanggal 14-15 Maret
dan dipimpin oleh Pak Murzi Marpaung (asisten Staf Khusus Mendikbud). Juga hadir Pak Bagiono Jokosumbogo, pensiunan
Atdikbud di Perancis yang sangat intens menekuni pendidikan kejuruan.
Mengikuti 2 hari
kunjungan, membaca dokumen, melihat fasilitas dan diskusi dan wawancara dengan para
pimpinan dan wdya iswara, saya menyimpulkan P4TK BOE Malang itu ibarat “BIS
DIPAKAI MENGANGKUT SAYUR”. P4TK, termasuk BOE Malang dibawah Ditjen GTK (Guru
dan Tenaga Kependidikan). Saat ini
Ditjen GTK sedang menghadapi tugas mendesak yaitu meningkatkan kompetensi guru,
karena rata-rata skor UKG hanya 5,6.
Ditjen GTK mencanagkan target skor UKG menjadi 8,0 pada tahun 2019. Oleh karena itu segala daya upaya dilakukan,
termasuk memanfaatkan segala UPTnya.
UPT yang dimiliki oleh
Ditjen GTK hanya P4TK, karena LPMP sekarang berada dibawah Ditjen
Dikdasmen. Oleh karena itu, terpaksa
Ditjen GTK memanfaatkan P4TK dengan segala konskwensinya. Nah, hampir separoh guru adalah guru TK dan
SD, sementara tidak ada P4TK SD.
Akhirnya pembagian tugas pelatihan tidak didasarkan atas bidang
keahlian, tetapi berdasarkan wilayah.
P4TK BOE Malang kebagian melatih guru di sekitar Jawa Timur yang meliputi
guru TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Jadi mirip
bis yang digunakan untuk mengangkut sayur, karena pemiliknya pedagang sayur.
Simpulan itu menjadi
tertawaan saat rapat pleno di akhir kunjungan.
Seorang teman berseloroh “masak Dirjen GTK dianggap pedagang sayur”. “Masak P4TK BOE yang canggih dianggap bis”. Namun setelah selesai berkelakar, terjadi
diskusi serius. Pemanfaatan 4TK BOE Malang
sangat tidak maksimal. Potensi yang
sangat baik seakan terabaikan. Widya
iswara yang memiliki skills bagus dan sarana yang relatif canggih tidak
termafaatkan karena program yang dilaksanakan tidak sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Pengalaman P4TK BOE menangani
berbagai program, termasuk melayani pelatihan mahasiswa AAL dan instruktur
Kodiklat TNI AL, melatih karyawan industri, serta melaksanakan kuliah perguruan
tinggi di Jerman, sekarang berhenti.
Begitu besarnya jumlah
guru yang harus dilatih seakan menghabiskan waktu dan enersi widyaiswara. Apalagi bidang studi yang dilatihkan bukan
bidang yang dikuasainya. Pada umumnya bidang
keahlian widya iswara P4TK BOE tentulah yang terkait dengan permesinan,
otomotif, bangunan, listrik, elektronika dan sejenisnya. Namun mereka harus melatih guru SD, guru TK,
guru SMP dan sebagainya. Secara kelakar
itu seperti “PEMAIN SEPAK BOLA HANDAL TIBA-TIBA DIMINTA MELATIH MENYANYI”. Memang sebelum melatih, pada widyaiswara
dilatih lebih dahulu. Dan yang lebih untung lagi, peran para widya
iswara sebenarnya lebih banyak sebagai nara sumber dan sebagai event organizer,
karena yang berhadapan langsung melatih guru adalah para instruktur nasional
(IN) dan instruktur daerah.
Mengapa itu
terjadi? Tampaknya karena tata
organisasi dan dibarengi dengan pola pikir kita yang terkotak-kotak. Para era Mendiknas Prof Bambang Sudibyo P4TK
dan LPMP diletakkan di bawah Ditjen PMPTK yang bertugas membina dan
mengembangkan guru. Di era Mendikbud
Prof Mohammad Nuh P4TK dan LPMP berada di bawah BPSDM yang merupakan penjelmaan
Ditjen PMPTK. Dengan begitu pelatihan
guru dilaksanakan oleh LPMP, sedangkan konsep pengembangan dilaksanakan oleh
P4TK.
Nah, sekarang LPMP
berada di bawah Ditjen Dikdasmen, sedangkan Ditjen GTK yang merupakan
metamorfosa Ditjen PMPTK dan Badan SDM diberi P4TK. Akhirnya P4Tklah yang “dipaksa” untuk melatih
guru, mulai dari guru TK sampai SMA./SMK.
Mau menyuruh LPMP tidak mudah, karena sudah menjadi anak “tetangga”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar