Seperti diuraikan pada
artikel terdahulu, Kemdikbud menengarai P4TK tidak berfungsi secara optimal dan
untuk itu dilakukan survai untuk memetakannya.
Pemetaan dilakukan secara intensif dengan mengunjungi semua P4TK dan
lembaga sejenis di lingkungan Kemdikbud, bahkan ke lembaga lain yang terkait,
yaitu beberapa LPMP dan LP2KS. Hasil
pemetaan yang dilakukan oleh Tim dibawah koordinasi Staf Khusus Mendikbud itu
didiskusikan di Jakarta pada tanggal 15-15 Juni 2016.
Diskusi sangat menarik
dan melebar ke berbagai arah karena ternyata kondisi P4TK saat ini terkait
dengan tata organisasi dan kebutuhan mendesak Kemdikbud. Diskusi juga membahas sejarah P4TK, khususnya
konsep awal pendiriannya yang saat itu bernama P3G (kalau tidak salah ingat
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Guru).
Juga menyangkut LPMP yang pada awal berdirinya bernama BPG (Balai
Penataran Guru).
Diskusi menemukan
bahwa pada awalnya P4TK (saat itu bernama P3G) didirikan dengan tugas pokok
merancang pembinaan dan pengembangan guru.
Intinya merancang bagaimana meningkatkan kompetensi guru, termasuk
mengembangkan berbagai model pembelajaran yang cocok untuk konteks
Indonesia. Apa yang dikembangkan di P3G
itu kemudian dilatihan kepada guru melalui BPG.
Dengan demikian yang bertugas melatih guru bukankah P3G tetapi BPG. Tentu sebelumnya instruktur (saat itu belum
dikenal istilah widyaiswara) BPG berlatih dulu di P3G.
P3G yang berdiri awal
adalah P3G IPA di Bandung dan P3G Matematika di Yogyakarta. Berikutnya berdiri P4TK Kejuruan di Bandung
dan Malang yang disponsori oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Depdikbud. Pada awal berdirinya bernama
VEDC (Vocational Education Development Centre) dan dibangun secara
besar-besaran dengan bantuan luar negeri.
Nama VEDC sangat sesuai dengan gagasan fungsi P3G. Hanya saja, VEDC juga dibebani melatih guru
STM karena BPG tidak dapat melalukan pelatihan bagi mereka karena memerlukan
sarana praktek yang mahal. Setelah berdiri dan beroperasi VEDC diberi nama
resmi P3G Kejuruan. Entah karena benar-benar perlu atau karena
ingin sama dengan bidang lain, kemudian bedirikan P4TK yang lain, termasuk P4TK
PLB, BK dan sebagainya.
Sejarah awal
berdirinya P3G dan VEDC itu menjadi ilham ketika mendiskusikan kondisi P4TK
saat ini. Pola pikir awal pendirian P3G
dan VEDC yang sekarang menjelma menjadi P4TK masih sangat relevan. Ditambah lagi ketika perkembangan iptek
semakin cepat dan merambah dunia pendidikan, diperlukan unit kerja yang secara
khusus memikirkan pembaharuan. P4Tk
sangat cocok untuk dikembalikan ke rancanan awal.
Muncul pertanyaan,
jika P4TK dikembalikan ke fungsi awal yaitu sebagai think tank atau semacam
lembaga R&D sesuai dengan bidangnya, lantas siapa yang secara operasional
membina, melatih guru? Diskusi
mendapatkan jawaban, LPMP juga dikembalikan ke rancangan semula ketika masih
bernama BPG. Jadi LPMP yang mengemban
tugas melatihan dan membina guru.
Bukankah LPMP ada di setiap propinsi sehingga lebih realistik untuk
melatih guru. Tentu seperti pada
rancangan berdirinya BPG dan P3G ada beberapa pelatihan guru, khususnya guru
SMK yang sangat sulit dilakukan di BPG, sehingga harus dilakukan di P4TK.
Bukankah nama LPMP
tidak cocok sebagai unit kerja yang bertugas melatih guru? Diskusi memunculkan pemikira, namanya tetap
LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) tetapi diberi makna baru, yaitu “memastikan
agar pendidikan di sekolah berjalan dengan baik”. Dengan demikian melatih guru merupakan salah
satu bentuk upaya agar pembelajaran di sekolah berjalan dengan baik. Jadi namanya tetap LPMP tetapi diberi makna
baru.
Lantas siapa yang
melaksanakan fungsi LPMP seperti tafsir sekarang? Diskusi mengajukan pemikiran bahwa tugas itu
dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal.
Jadi Inspektorat Jenderal tidak hanya mengaudit keuangan tetapi juga
mengaudit mutu pendidikan. Tentu agar
mampu melaksanakan tugas sebagai auditor internal untuk mutu pendidikan,
Inspketorat Jenderal harus dikuatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar