Sudah lama keluarga saya menjadi
pendengar setia pengajian dan ceramah Prof Dr. Quaish Shihab MA, khususmya
tentang Tafsir Al Misbah di TV. Oleh
karena itu menjelang saur amadhan ini Metro TV selalu menjadi pilihan. Apalagi kebanyakan TV lainnya lebih senang
menayangkan banyolan yang menurut anak saya tidak lucu dan sepertinya tidak
menyentuh persiapan kita untuk berpuasa.
Tentu tidak semua
orang menyenangi ceramah Pak Quraish.
Sepertinya setiap da’i punya jama’ah sendiri-sendiri, atau kalau
menggunakan terminologi gaul, setiap da’i punya segmen pasar sendiri. Tentu juga ada orang yang tidak setuju dengan
pendapat Pak Quraish Shihab. Bahkan ada
orang yang secara terbuka menyangkal pendapat beliau melalui blok atau ceramah
di depan umum. Sayapun juga kurang sependapat dengan Pak Quraish untuk beberapa
hal.
Namun demikian, secara
subyektif saya mengatakan pengajian dan ceramah Pak Quraish termasuk yang
sangat baik, dapat diterima nalar (tentu ini subyektif) dan dapat memberikan pencerahan.
Anak laki-laki saya menyebutkan ceramah
Pak Quraish Shihab rasional dan dapat menjawab mengapa harus begini dan begitu.
Anak perempuan saya menyebutnya dengan istilah saintifik karena cocok dengan
teori ilmiah.
Menurut saya ada tiga
kelebihan yang membuat pengajian dan ceramah Pak Quraish menarik.
Pertama, keluasan pengetahuan beliau sehingga dapat memberikan penjelasan dengan
baik, dengan contoh-contoh yang konkret dalam kehidupan sehar-hari kita. Dengan baiknya Pak Quraish menjelaskan
bedanya ketika dalam Al Qur’an, Alllah swt menggunakan istilah “Aku” dan
istilah “Kami” untuk diriNya. Digunakan
istilah “Aku” untuk hal-hal yang di dalamnya tidak terlibat pihak lain, dan
digunakan istilah “Kami” ketika di dalamnya ada pihak lain yang terlihat.
Penguasaan bahasa Arab
yang sangat baik, sepertinya menjadi salah satu pendukung beliau mampu
memberikan penjelasan yang sangat baik.
Pada umumnya orang (khususnya saya) hanya menterjemahkan satu kata dalam
Al Qur’an menjadi satu kata dalam bahasa Indonesia dan itupun biasanya diambil
dari Tafsir yang dibaca. Sebaliknya Pak
Quraish dapat memberikan sejumlah padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk
satu kata dalam Al Qur’an. Dengan begitu
beliau dapat memaknai kalimat dalam Al Qur’an jauh lebih “hidup”.
Kedua, Pak Quraish ternyata punya kompetensi andragogik yang sangat baik.
Ketika menyampaikan pengajian tampak sekali beliau menganggap jama’ah sudah
punya pengetahuan. Seringkali Pak
Quraish menggunakan analogi ketika menjelaskan sesuatu pengertian dalam Al
Qur’an. Dengan analogi dalam kehidupan
sehari-hari itulah yang memudahkan kami memahami.
Ketika menjelaskan
bagaimana Nabi Muhammad tidak punya “kewenangan apapun tentang turunnya ayat”,
beliau menggunakan analogi dengan kegiatan kita sehari-hari. Ketika terjadi fitnah isteri beliau
berselingkuh, beliau berharap turun ayat untuk pegangan melakukan sesuatu. Namun ayat itu tidak turun sampai sekian
lama. Nah, kita dapat membayangkan jika
turunnya ayat itu kewenangan Rasul tentu segera saja ayat diturunkan.
Ketiga, dalam berdakwah beliau tidak
ingin memaksakan pendapatnya. Pak
Quraish selalu memberikan berbagai pendapat para ulama dan pendapat yang
berkembang di masyarakat. Jama’ah didorong
untuk mengambil keputusan sendiri.
Mungkin beliau beranalogi Allah swt saja tidak memaksa agar semua orang
menganut Islam dan melaksanakan ini dan itu, mengapa da’i memaksa jama’ahnya. Menurut saya, justru karena itulah jama’ah
tidak merasa digurui apalagi dipaksa-paksa, yang akhirnya justru menerima
tausiahnya karena merasa nyaman.
Saya membayangkan jika
guru dan dosen memiliki kemampuan seperti Pak Quraish sangat mungkin perkuliahan
berjalan dengan baik. Siswa/mahasiswa
akan mudah memahami materi ajar/kuliah dan dengan senang hati mengikuti nasehat
guru/dosennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar