Industri 4.0 kini
menjadi topik pembicaraan dimana-mana, khususnya saat membahas masalah sosial
ekonomi ke depan. Menurut berbagai
sumber, industri 4.0 bercirikan integrasi siber-fisik, internet untuk pada segala
hal, komputasi cloud, dan komputasi kognitif.
Sebagai orang yang awam dalam bidang siber, saya menduga kemunculan era
industri 4.0 disumbang oleh teknologi digital, yang mampu menjadi fasilitator
berbagai aktvitas. Berkat teknologi itu pula perusahaan Alibaba telah menjadi raksasa
retail tanpa memiliki toko. Disusul oleh
Tokopedia dan Bukalapak. Gojek dan Grab
telah menjadi perusahaan taksi tanpa memiliki mobil. Gojek sekarang telah merambah ke Go food,
seakan menjadi penyedia berbagai makanan tanpa memiliki warung apalagi
restoran.
Membaca berbagai
penjelasan tentang Industri 4.0, saya lantas teringat sosok almarhum Adi
Sasono. Aktivis LSM, salah satu tokoh
ICMI dan kemudian menjadi Menteri Koperasi di era Presiden Habibie itu, sudah
menyuarakan gagasan itu pada tahun 1990an.
Pada saat itu, Mas Adi-begitu beliau disapa oleh koleganya, mendorong
anak-anak muda untuk memfasilitasi petani agar mampu menjual produknya secara
on-line. Melalui LSM, seingat saya
bernama PUPUK, Mas Adi sangat gigih untuk merintis pola penjualan on-line,
khususnya untuk produk pertanian. Beliau
menjelaskan harga sayur, buah dan sebagainya sangat murah di tangan petani
tetapi menjadi mahal di tangan pembeli, karena panjangnya rantai
distribusi. Jika penjualan produk
pertanian dapat dilakukan on-line maka petani dan pembeli dapat kontak
langsung, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Saat ini, teman-teman
yunior banyak yang tidak faham bagaimana pola pikir Mas Adi. Termasuk saya, yang katanya sudah agak senior
saat itu, doktor lagi. Kami sering
bertanya, apakah gagasan itu tidak terlalu muluk-muluk. Maklum saat itu, internet masih merupakan
barang langka. HP juga belum dikenal dan
kalau ada yang punya masih kalangan elite saja. Oleh karena itu, kami
mempertanyakan bagaimana mungkin petani apel di Batu diajari dan didorong
menawarkan panenannya melaui on-line.
Bagaimana mengajari nelayan di Pantura yang tidak mengenal teknologi
untuk menjual ikan secara on-line. Saya
itu muncul kelakar, jangan-jangan petani desa dan nelayan kecil mengira “internet”
itu jenis “eternit” model baru.
Memang saat itu, Mas
Adi belum menyinggung akan adanya fenomena seperti Alibaba yang dikomandani
Jack Ma dan Gojek yang dirintis Nabiel Makarim, tetapi paling tidak sudah
menggabungkan barang-barang fisik (hasil pertanian dan perikanan) dengan dunia
siber. Penjualan on-line yang saat ini
sudah menjadi kehidupan sehari-hari. Saat
itu Mas Adi baru fokus ke bidang pertanian (dan perikanan/nelayan), karena
sebagai aktivis LSM, beliau sangat prihatin terhadap dua bidang itu. Selalu disebut-sebut, petani dan nelayan itu
penghasil kebutuhan dasar kita, tetapi kehidupannya sangat memprihatinkan. Jasa
petani dan nelayan itu sangat besar karena merekalah yang mengisi perut kita.
Merenungkan itu, saya
bertanya-tanya bagaimana Mas Adi memiliki pikiran seperti itu, ketika orang
lain belum membayangkannya. Orang
seperti itulah yang menurut saya akan “mengubah” situasi. Mirip, siapa yang membayangkan Ancol yang
dulu merupakan pantai kumuh dapat disulap menjadi tempat rekreasi yang
bagus. Konon berkat gagasan Ciputra,
Ancol menjadi seperti yang kita lihat sekarang.
Siapa yang membayangkan air mineral kemasan kini lebih mahal dibanding
teh?
Dari aspek pendidikan,
perlu dipikirkan bagaimana model pendidikan yang mendorong tumbuhkan ide,
gagasan dan terobosan seperti itu.
Memang untuk mewujudkan gagasan tentang air mineral menjadi minuman
kemasan, mengubah pantai Ancol menjadi tempat rekreasi, merintis Alibaba dan
sebagainya diperlukan modal. Namun,
menurut saya, yang lebih penting adalah adanya gagasan dan keberanian untuk
mewujudkan gagasan itu.
Pertanyaannya,
bagaimana pendidikan mampu menumbuhkembangkan anak-anak agar memiliki ide,
gagasan, kreativitas dan kemudian memiliki keberanian memujudkannya menjadi
suatu produk barang atau jasa. Jangan
sampai, anak-anak kita pandai tetapi akhirnya menjadi “disuruh” dan “dipekerjakan”
oleh mereka yang memiliki ide dan gagasan tersebut. Semoga.