Tanggal 24 April 2018
sekitar pukul 10 pagi, saya ikut menghadiri pertemuan antara TF (Tanoto
Foundation) dan pimpinan UNRI (Universitas Riau). Dari UNRI hadir Wakil Rektor III yang hari itu bertindak
sebagai Plh Rektor karena Pak Rektor tugas ke Jakarta, Wakil Rektor IV (Prof
Mashadi), Wakil Dekan III FKIP (Dr. Mahdum) dan Wakil Dekan III FMIPA. Dari TF hadir Pak Stuart Weston (Director of
Basic Education), Bu Ari (deputi-nya Pak Stuart), Pak Budi Kuncoro (Koordinator
TTI/LPTK) dan Provincial Coordinator untuk Riau. Pertemyan bertujuan menawarkan kerjasama
untuk Basic Education yang kemudian dikaitkan dengan LPTK yang menyiapkan calon
guru.
Ketika diskusi, Prof
Mashadi yang kebetulan guru besar Matematika menjelaskan bahwa kompetensui guru. Dengan memberikan contoh UKG (Uji Kompetensi
Guru), beliau menjelaskan aspek yang terlemah dari guru kita adalah penguasaan
materi ajar atau dalam UU Guru dan Dosen disebut kompetensi profesional. Oleh karena itu, Prof Mashadi mengusulkan
penguatan kompetensi profesional bagi calon guru ketika mengikuti PPG (Pendidikan
Profesi Guru) atau program pelatihan guru.
Itulah sebabnya dalam pertemuan tersebut diudang Wakil Dekan III FIMPA
yang diharapkan dapat berkolaborasi dengan FKIP.
Bahwa kompetensi guru
pada kompetensi profesional kurang menggembirakan memang betul. Tetapi data UKG maupun ketika mereka ikut UTN
(Ujian Tulis Nasional) PLPG dan UKM PPG (Uji Kompetensi Mahasiswa PPG)
menunjukkan kompetensi pedagogik mereka juga rendah. Jadi yang rendah tidak hanya penguasaan
materi ajar tetapi juga penguasaan pedagogik atau cara mengajar.
Mendengar uraian Prof
Mashadi, saya menyampaikan permohonan agar tidak selalu menyalahkan guru,
apalagi mengolok-olok. Semestinya justru
kita berterima kasih dan mengharagai mereka.
Mengapa? Karena mereka sudah mau
menjadi guru, pada saat sebagian besar orang tidak mau menjadi guru. Saya mengingatkan, di masa lalu IKIP itu
perguruan tinggi “kelas dua”. Lulusan
SMA/SMK/MA baru masuk IKIP kalau tidak diterima di perguruan tinggi lain. Anak muda yang sudah kuliah di IKIP-pun
banyak yang tidak mau menjadi guru dan memilih pekerjaan lain. Saya teringat, teman-teman saya kuliah di
IKIP Surabaya juga banyak yang berkerja di bidang lain dan tidak mau menjadi
guru.
Begitu rendahnya
persepsi masyarakat terhadap profesi guru, saya menyampaikan kelakar kalau di Surabaya
ada orang tua yang mengancam anak gadisnya yang nakal, dengan kalimat “awas
kalau kamu tetap nakal nanti tak nikahkan dengan guru”. Semua yang hadir jadi tertawa mendengar
contoh tersebut.
Karena yang mau masuk
IKIP tidak banyak, maka seringkali tidak ada saringan atau dengan kata lain,
siapapun yang mendaftar pasti diterima.
Bakan joke-nya, yang mendaftar 10 orang yang diterima 12 orang. Nah, jika seperti itu kondisinya dapat
dibayangkan seperti apa mutu mahasiswa IKIP
di masa lalu, dan itulah yang saat ini menjadi guru di sekolah-sekolah
kita. Tentu juga banyak yang baik,
tetapi seperti itulah gambaran umumnya.
Oleh karena itu saya
menganalogkan secara umum guru kita, khususnya guru generasi lama itu ibarat
motor 50 cc, sehingga diberi bahan bakar pertamax dan diberi olie fastronpun
tidak akan mampu lari cepat. Yang
berubah tetapi tidak banyak, karena memang cc-nya kecil dan mungkin bodinya
juga tidak kokoh. Jelasnya, jangan
terlalu banyak berharap peningkatan mutu guru setelah sertifikasi dan
mendapatkan tunjangan profesi, karena memang kemampuan dasarnya memang terbatas.
Lantas apakah
sertifikasi dan pemberian tunjangan profesi itu tidak ada manfaatnya? Apakah tulisan Bank Dunia dengan judul “Double
for Nothing” itu memang benar? Menurut saya tidak sepenuhnya benar. Memang tidak terjadi perubahan signifikan
terhadap guru yang saat ini sudah di sekolah, khususnya generasi “senior”,
tetapi dengan adanya sertifikasi dan tunjangan profesi guru, minat lulusan
SMA/SMK/MA masuk IKIP (sekarang disebut LPTK) meningkat tajam. Persaingan masuk LPTK menjadi sangat ketat,
bahkan untuk prodi tertentu mencapai 1:80, yang artinya 1 kursi diperebutkan 80
orang. Akibatnya mutu mahasiswa LPTK saat
ini menjadi sangat baik. Perubahan itu
terjadi mulai tahun 2010 dan kira-kira lulus tahun 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar