Hari ini saya
melaksanakan tugas dari Dikti untuk melakukan penilaian angka kredit (PAK) bagi
dosen yang akan naik jabatan ke lektor kepala (LK) dan ke guru besar (GB). Sebenarnya ini pekerjaan rutin yang telah
sekian lama saya laksanakan hampir setiap bulan sekali. Namun kali ini pertama kalinya saya
melaksanakan dengan aturan baru, sesuai dengan Permendikbud Nomor 92 Tahun
2014. Di samping itu, juga pertama kali
saya melaksanakan PAK secara online, sehingga semua datanya digital.
Pada awalnya berjalan
seperti biasa. Saya kebagian 8 orang,
namun yang satu orang masih berkas lama yang datanya berupa tumpukan kertas
satu dos besar. Namun pada hari kedua, saya
memeriksa ajuan kenaikan jabatan ke GB atas nama seorang dosen perguruan tinggi
negeri (PTN) “kecil” di luar Jawa. Yang
bersangkutan sudah senior dan sudah memiliki jabatan fungsional LK dengan
golongan IV C. Dengan demikian memang
tinggal satu langkah untuk menuju jabatan tertinggi bagi dosen, yaitu GB. Angka kredit yang dimiliki juga cukup besar,
termasuk “tabungan” untuk karya ilmiah.
Ketika mulai
memeriksa, saya mencoba mencemati profil yang bersangkutan. Dosen senior, berpendidikan S3, sudah cukup
lama menduduki jabatan LK dan berada di PTN kecil di provinsi yang relatif juga
“di ujung” Indonesia. Saya membayangkan,
yang bersangkutan tentulah seorang dosen yang disegani di PTN tempat bekerja
atau bahkan pejabat pada level tertentu.
Mungkin juga jabatan GB sangat ditunggu oleh yang bersangkutan maupun
PTN tempat bekerja.
Setelah selesai
membaca profil calon, saya mulai membuka apa saja karya ilmiah yang
diajukan. Perlu diketahui, pada PAK pola
baru, penilaian kredit point bidang pendidikan (A) dan pengabdian masyarakat
(C) “diserahkan” kepada PTN tempat bekerja, sehingga penilaian PAK di Dikti
lebih fokus pada karya ilmiah (bidang B).
Kalau toh diperlukan, hanya memverifikasi saja untuk bidang A dan C.
Saya menemukan cukup
banyak (lebih dari lima) artikel jurnal berbahasa Inggris terbitan luar negeri
dan beberapa buku referensi yang semuanya diterbitkan oleh penerbit d
Jakarta. Pada awalnya saya memerika buku
referensi yang semuanya diterbitkan oleh penerbit yang tidak familier bagi
saya. Saya berpikir, mungkin ini
penerbit yang mengkhususkan pada buku-buku tertentu yang saya tidak terlalu
sering membaca. Ketika saya cermati
isinya, saya mulai berpikir bahwa buku itu sangat mungkin awalnya dari Buku
Ajar, yang kemudian disempurnakan menjadi buku referensi. Dari isinya posisi buku tersebut “ditengah”
antara digolong bidang A (buku ajar) dan bidang B (buku referensi). Untuk dikategorikan buku referensi masih
kurang kadar ilmiahnya, namun untuk digolongkan bidang A juga sudah memuat
kajian-kajian ilmiah, walaupun belum dalam.
Nah, ketika mulai
membaca artikel ilmiahnya saya kaget. Nama jurnalnya “berbau keteknikan” tetapi
artikelnya tentang “kependidikan”. Saya
berpikir positif, mungkin makna engineering secara luas, misalnya rekayasa
bidang pendidikan. Namun ketika saya
baca artikel dengan cermat, saya menemukan bahasa Inggrisnya banyak keliru,
baik gramarnya maupun ejaannya. Bahkan
banyak istilah yang aneh. Dalam hati
saya bertanya, mungkinkah jurnal internasional “meloloskan” artikel seperti
itu?
Saya mencoba untuk
membuka artikel berikutnya. Ternyata
sangat mirip. Nama jurnal dan bidang
ilmu dari artikel yang dimuat seperti tidak tepat. Bahasa Inggris-nya juga kurang baik. Isinya jurnalnya juga kurang meyakinkan. Bahkan dua artikel yang dimuat di jurnal
tertentu (satu jurnal) tidak saya temukan naskah lengkapnya. Web jurnal itu bagai iklan yang menyebutkan
diakui oleh lembaga “ini dan itu”.
Dengan penuh
kegalauan, fenomena itu saya konsultasikan ke beberapa teman yang sama-sama
dengan memeriksa PAK. Jadilah laptop
saya dikerumini beberapa orang yang sama-sama ingin menyaksikan apa yang saya
temui. Ternyata teman lain juga menjumpai fenomena yang mirip. Jadilah diskusi
yang ramai, tentu dibumbui kelakar khas teman-teman sesama penilai PAK.
Memkirkan fenomena
itu, saya teringat kasus seorang kawan beberapa tahun lalu. Saat itu kawan tadi
bercerita kalau dibantu seseorang untuk memasukkan artikelnya ke jurnal
internasional. Termasuk dibantu
menterjemahkan artikel yang semula dalam bahasa Indonesia ke bahasa
Inggris. Ketika jurnal itu ditunjukkan,
saya menjumpai hal-hal yang aneh. Bahasa
Inggrisnya kurang baik dan bahkan ada beberapa istilah yang tidak lazim. Sepertinya orang yang menterjemahkan tidak
familier dengan istilah bakunya dalam bahasa Inggris. Ketika saya bertanya,
apakah untuk bisa masuk di jurnal itu harus membayar? Teman tadi
menjawab, ya membayar 250 dolar Amerika.
Saya membayangkan,
kalau si pengusul yang berkasnya saya periksa melakukan hal yang sama dengan
apa yang dilakukan kawan tadi, lantas berapa dana yang dikeluarkan? Saya takut, yang bersangkutan tidak tahu mana
jurnal yang bereputasi, jurnal tidak bereputasi tetapi tidak abal-abal, jurnal
abal-abal dan sebagainya. Saya takut,
ketidaktahuan itu dialami banyak orang dan itu dimanfaatkan “penipu”. Sudah
waktunya dicari cara bagaimana membuat daftar jurnal internasional dengan
kategorisasinya, sehingga kawan dosen tidak menjadi korban karena
ketidaktahuannya. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar