Di HUT Kemerdehaan RI
ke 72 ini, seorang teman mem-posting tulisan yang membandingkan Indonesia
dengan Korea Selatan. Postingan itu
menceritakan kalau Indonesia dan Korea merdeka hampir bersamaan. Korea merdeka
pada tanggal 15 Agustus 1945 sedangkan Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Namun setelah merdeka,
Korea terlibat perang saudara yang mengakibatkan pecah menjadi Korea Utara dan
Korea Selatan.
Menurut postingan
teman itu, saat selesai perang kondisi kedua Korea itu sangat hancur bahkan
rakyat kesulitan mendapatkan makanan. Namun kondisi Korea Selatan sekarang
sudah jauh berbeda dan lebih maju dari Indonesia. Korea Selatan telah masuk dalam kategori
negara maju. Bahkan kini telah
membayangi Jepang. Samsung telah
menggilas Sony. Produk elektronik Korea
Selatan telah menjadi produk unggulan di dunia.
Mengapa bisa begitu
maju jauh di depan kita? Saya tidak
punya kapasitas untuk menjawab. Mungkin
teman yang menekuni Ekonomi Pembangunan yang layak untuk menjawab. Postingan teman tadi hanya menyebutkan kalau
pada saat HUT kemerdekaan, di Korea
Selatan tidak ada “pesta ini dan itu”.
Hanya pasang bendera sebagai tanda memperingati kemerdekaan. Tidak ada umbul-umbul, tidak ada perlombaan
dan tidak acara yang gegap gempita seperti kita.
Konon di awal
kemerdekaan Presiden Korea Selatan saat itu dengan sungguh-sungguh berperan “Let’s
work harder and harder. Let’s work much harder not to make our sons and
daughter sold to foreign countries. Now
we promise that we will hand over a good country to our sons and daughters, we
will give you the country worthy to be proud as well”.
Saya tidak tahu
kebenaran postingan teman tadi. Namun
pengalaman saya beberapa kali berkunjung ke Korea Selatan, bertemu dan
berdiskusi dengan kolega disana, sangat mungkin apa yang disebutkan dalam
postingan itu ada benarnya. Walaupun
juga mungkin ada unsur dramatisasi. Oleh
karena itu ijinkan saya berbagi kesan saya berkunjung ke Korea Selatan dan atau
bertemu dengan kolega dari sana.
Orang Korea Selatan
adalah pekerja keras, mulai dari saat sekolah.
Ruang belajar di sekolah, perputakaan dan laboratorium sekolah di Korea
Selatan pada umumnya tetap ramai pada jam 10 malam. Saya pernah berkunjung ke sebuah SMK yang
berasrama dan mendapat penjelasan anak-anak Korea Selatan biasa pulang sekolah
jam 16.00. Jam 18.00-22.00 akan kembali
belajar di sekolah. Setelah itu pulang ke asrama, tetapi belum dapat tidur
karena masih akan tugas yang harus diselesaikan. Lazimnya anak SMA/SMK disana baru dapat
istirahat dan tidur pukul 01.00 dini hari. Oleh karena itu, ada methapora “kalau anak
SMA/SMK tidur 5 jam sehari semalan, dia berpeluang masuk ke universitas X, Y, Z
(maksudnya universitas top disana), kalau tidurnya 6 jam berpeluang diterima di
universitas P, Q, R (maksudnya universitas kelas dua), namun kalau tidurnya
lebih dari 6 jam, harus mau melupakan dapat masuk ke universitas.
Methapora itu ternyata
difahami oleh anak-anak. Suatu saat saya
menanyakan kepada siswa SMK Bidang Multimedia yang kebetulan pernah tinggal di
Texas USA, sehingga bahasa Inggrisnya baik. Dia menjawab itu memang betul, dia
sendiri yang ingin masuk ke universitas top hanya tidur 4 jam sehari-semalam. Cewek itu bercerita bagaimana dia harus
belajar keras karena ingin masuk di universitas yang termasuk top si Seoul.
Saya pernah berkunjung
ke KRIVET (Korea Research Institute of Vocational Education and Traning),
sebuah lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan vokasi yang berada
langsung di bawah Perdana Menteri. Kesan
kerja keras sangat tampak di KRIVET.
Kami diberi jadwal berkunjung pukul 13.00-16.00. Namun karena sesuatu hal, kami baru tiba
pukul 14.30an. Begitu masuk ke ruangan,
semua sarana sudah siap. Mereka
mengatakan sudah siap menunggu kami pukul 13.00 dan tidak dapat memperpanjang
pertemuan, karena ada kegiatan lain yang harus dikerjakan.
Saya mencoba mencari
tahu bagaimana menanamkan kebiasaan kerja keras tersebut pada anak-anak. Informasi yang saya dapat sungguh
menarik. Konon sejak kecil kepada
anak-anak Korea Selatan ditanamkan harus kerja keras agar maju dan tidak
dijajah lagi oleh Jepang. Korea Selatan
boleh kalah maju dibanding bangsa lain, tetapi tidak boleh kalah dengan Jepang,
karena jika itu terjadi Jepang akan datang dan kembali menjajah Korea. Ada doktrin itu yang membuat anak-anak dan orang
Korea Selatang menjadi pekerja keras?
Saya tidak tahu pasti.
Konon Singapore punya
pola semacam itu untuk memacu semangat belajar.
Konon kepada anak-anak di Singapore diyakinkan bahwa mereka harus
mengimpor air dari Malaysia dan mengimpor makanan dari Indonesia. Oleh karena itu, jika orang Singapora tidak
lebih pandai dari orang Malaysia dan orang Indonesia, maka tidak akan diijinkan
mengimpor air dari Malaysia dan mengimpir makanan dari Indonesia dan akhirnya
akan mati kelaparan.
Saya jadi teringat
lagu Koes Ploes yang kalau tidak salah berjudul “Kolam Susu”. ....bukan lautan, hanya kolam susu...kail dan
ikan cukup menghidupimu......... Apakah
lagu itu merupakan gambaran orang Indonesia tidak perlu kerja keras? Toh semua tersedia di bumi pertiwi? Saya juga tidak tahu.
Saya hanya risau, jika
kita tidak mampu mengembangkan anak-anak muda menjadi pekerja keras, maka bonus
demografi yang sering didambakan justru menjadi petaka. Bonus demografi artinya kita memiliki
proporsi angkatan kerja yang sangat besar, dibanding mereka yang anak-anak dan
belum bekerja serta orangtua yang sudah pensiun. Namun jika angkatan kerja itu bukan pekerja
keras apalagi pemalas, bukan mustahil justru menjadi beban negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar