Kemarin sore saya
harus terbang dari Surabaya ke Yogyakarta untuk kegiatan tertentu. Karena pagi masih ada acara, saya baru sore
hari dapat terbang. Sebenarnya saya
lebih senang terbang tengah hari, karena ada air line yang bagus. Namun kegiatan di Surabaya baru selesai pukul
13an, sehingga baru dapat terbang pukul 15an. Tentu saya memilih air line yang
jam penerbangannya cocok dengan waktu ketersediaan waktu itu.
Saya tahu kalau air
line yang saya pilih sering kali terlambat terbang. Namun hanya air line itu yang jam
penerbangannya cocok, jadi terpaksa memilihnya dengan do’a semoga tidak delay. Kalau toh delay jangan terlalu lama. Alhamdulillah, kali ini penerbangan hanya
delay sekitar 20 menit. Termasuk bagus,
sehingga saya akan sampai di jogya sekitar magrib.
Seperti lazimnya
penerbangan jarak dekat, pesawat yang digunakan dengan ATR dengan baling-baling
dan penumpang harus nasik pesawat dari pintu belakang. Kebeltuan saya mendapat tempat duduk di kursi
nomer 3C, sehingga nomer tiga dari depan.
Jadi agak jauh dari pintu masuk.
Namun karena pesawatnya kecil, sehingga tidak terlalu sulit untuk
mencapai tempat duduk.
Begitu penumpang sudah
duduk, pesawat mulai bergerak dan pramugari mulai menerangkan apa yang yang
harus dilakukan penumpang, baik saat tinggal landas (take off), mendarat
(landing) maupun jika terjadi keadaan darurat.
Pada pesawat besar, seringkali penjelasan seperti itu dilakukan melalui
sebuah video. Namun untuk pesawat kecil
seperti ATR penjelasan dilakukan secara manual oleh pramugari. Ada pramugari yang menyampaikan penjelasan,
saya tidak tahu apakah membaca atau sudah dihafal, dan ada pramugari yang
memperagaankan. Karena saya duduk di
kursi nomer 3-C, maka pramugari yang memperagaan pas di depan saya.
Biasanya saya tidak
bergitu peduli dengan penjelasan seperti itu, karena isinya yang begitu-begitu
saja dan rasanya sudah mengerti apa yang harus saya lakukan pada saat naik
pesawat terbang. Namun tidak tahu,
mengapa kemarin saya memperhatikan.
Mungkin karena tidak membawa bacaan, sehingga nganggur atau mungkin pramugari
yang memeragaan pas di depan saya, sehingga sungkan kalau terlihat acuh.
Mendengarkan
penjelasan sambil melihat peragaan, dalam hati saya bertanya-tanya, itu
betul-betul penjelasan agar semua penumpang faham apa yang dilakukan atau
sekedar formalitas untuk memenuhi undang-undang penerbangan. Penjelasan diucapkan dengan sangat cepat dan
tidak jelas titik komanya. Saya menduga
itu membaca, karena kalimatnya sangat formal.
Ketika menyampaikan penjelasan dalam bahasa Inggris lebih parah. Disamping pronounciation-nya kurang baik,
titik komanya lebih kacau.
Seandainya para
penumpang diberi kuesioner, dugaan saya sebagaiman besar menyatakan tidak faham
dengan apa yang dijelaskan pramugari tersebut. Yang faham, karena mereka sudah
sering naik pesawat dan tanpa penjelasan itupun sudah tahu apa yang harus
dilakukan selama dalam pesawat.
Mungkinkah karena
waktu yang tersedia sangat pendek, sehingga pramugari menjelaskan dengan sangat
cepat? Atau karena yakin sebenarnya
penumpang sudah faham, sehingga tidak perlu menjelaskan dengan pelan-pelan? Atau pramugari tidak menghayati bahwa
undang-undang penerbangan mengharuskan adanya penjelasan seperti itu untuk
memastikan semua penumpang faham apa yang dilakukan selama di dalam pesawat?
Saya jadi teringat
peristiwa beberata tahun lalu, ketika polisi lalu lintas di Surabaya
mempromiskan bagaimana menggunakan helm yang benar sekita naik motor. Intinya helm harus dikancingkan sampai
berbunyi klik. Mengapa? Mungkin polisi lalu lintas mengamati banyak
orang naik motor menggunakan helm tetapi tidak dikancingkan, sehingga ketika terjadi
kecelakaan, helm itu akan lepas.
Pengguna helm seperti itu sekedar memenuhi kuwajiban tetapi tidak faham
manfaat mengapa harus menggunakannya.
Semoga menjadi pelajaran buat kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar