Buku karya Dennis
Sherwood itu sebenarnya merupakan buku lama, terbitan tahun 2002. Saya mendapatkan fotocopy dari Pak Kir
Haryono, dosen UNY, pada tahun 2004.
Saya terdorong untuk mengulas setelah bertemu Prof Zainal Arifin
Hasibuan, PhD, biasa dipanggil Pak Ucok. Saya bertemu dosen Fasilkom UI dan
pernah menjadi Ketua BSNP itu, saat sarapan di Hotel Grand Mercure Medan. Pertemuan tidak sengaja. Waktu saya masuk restoran hotel, beliau
sedang membawa piring isi makanan.
Setelah saling menyapa, kemudian beliau pindah duduk ke depan saya
sehingga saling ngobrol.
Beliau mengeluh,
sampai selesai menjadi Ketua BSNP belum berhasil mengajak teman-teman di
Kemdikbud untuk berpikir holistik.
Masing-masing pejabat berpikir parsial, kalau terlalu kasar disebut
sektoral, sesuai dengan tugas dan kepentingannya. Akibatnya disatu pihak sering terjadi tumpang
tindih, di lain pihak terjadi ada bagian yang bolong karena tidak ada yang
mengerjakan. Apalagi kemudian diperparah
dengan kecenderungan mengerjakan yang ada anggarannya, karena penyerapan
anggaran merupakan salah satu indikator kinerja.
Sebenarnya fenomena
itu bukanlah hal baru, karena sudah banyak dikeluhkan orang. Fenomena seperti itu juga banyak terjadi di
tempat lain. Apalagi jika pimpinan
puncak lembaga itu tidak memiliki kerangka utuh dari program kerjanya, sehingga
masing-masing staf mengerjakan bagiannya tanpa koordinasi yang kuat. Atau jika kepemimpinan di lembaga itu kurang
kuat, sehingga arahan tidak dipatuhi oleh staf.
Buku Sherwood
menjelaskan itu dan memberikan panduan bagaimana seharusnya mengelola
organisasi. Buku ini bertolak dari pola
pikir systmen thinking, bahwa semua fenomena di dunia ini merupakan sesuatu
yang sistemik. Bab 1 dengan judul “The
System Perpective” menjelaskan bahwa setiap faktor akan selalu terkait dengan
faktor lain dalam sistem tertentu.
Setiap faktor merupakan sub-sistem dari supra sistem yang lebih besar,
tetapi seringkali sekaligus sebagai supra sistem dari komponen di dalamnya.
Dengan prinsip itu
Sherwood meyakinkan pembaca, untuk memahami suatu komponen (fenomena) harus
terlebih dahulu memahami sistem dimana komponen itu menjadi bagian
(sub-sistemnya). Contoh-contoh yang
digunakan dalam buku itu adalah dunia bisnis dan organisasi non profit, karena
memang sub judul bukunya: A Manager’s Guide to Applying Systems Thinking. Jadi
kata Seeing the Forest for the Trees hanya metaphora, bahwa untuk dapat
memahami pohon harus lebih dahulu melihat hutan dimana pohon itu tumbuh.
Suatu instansi atau
lembaga bukankah entitas yang berada di “dunia kosong”. Instansi selalu merupakan sub sistem dari
sistem sosial atau organisasi yang lebih besar. Nah di sistem sosial yang lebih
besar itu banyak kompenen lain yang saling mempengaruhi. Bahkan dapat saja
sebuah organisasi sekaligus menjadi sub sistem dari beberapa supra sistem. Suatu RT merupaka sub sistem pemerintahan
desa, tetapi sekaligus juga sebagai sub sistem dari sistem sosial di kampung
atau daerah tertentu. Dalam buku School
That Learn, Peter Senge mengambarkan seorang guru memang merupakan sub sistem
suatu sekolah, tetapi sekaligus juga merupakan sus sistem dari keluarganya,
juga sub sistem dari masyarakat kampungnya, juga sub sistem dari organisasi
sosial yang diikutinya. Oleh karena itu,
kita tidak akan dapat memahami guru tersebut denga baik tanpa mengetahui supra
sistem dari yang bersangkutan.
Menurut saya buku
tersebut layak dibaca oleh siapapun yang terlibat dalam organisasi sekecil
apapun. Buku itu akan membimbing kita
untuk berpikir holistik-komprehenif dan tidak parsial. Dengan membaca buku tersebut, kita sadar
bahwa kita atau organisasi kita dipengaruhi oleh organisasi lain dan sekaligus
mempengaruhi organisasi lain. Kita juga faham bahwa organisasi kita
merupakan sub sistem dari organisasi atau sistem sosial yang lebih besar. Dengan membaca buku itu ego dan “kesombongan”
yang sering muncul pada diri kita dapat direm.
Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar