Sabtu tanggal 2
Agustus 2014 saya mendapat sms kalau Mas Rukin Firda kecelakaan dan
meninggal. Karena hari itu agak sibuk
saya baru dapat memperhatikan sms sekitar pukul 17an. Saat itu saya berusaha mencari info yang
lebih jelas, kecekaaan apa kok sampai meninggal dan kapan dimakamkan. Ternyata jenasah sudah dimakamkan sekitar
pukul 17 dan kecelakaan yang dialami Mas Rukin adalah dengan bus di dekat
terminal Bungur Asih. Innalillahi
wainnailaihi rojiun. Semoga khusnul
khotimah, semoga arwah beliau mendapat tempat terbaik di sisiNya, diterima
semua amalnya dan diampuni semua kekhilafannya.
Rukin Firda adalah
alumni Jurusan Bahasa Inggris IKIP Surabaya (Unesa) dan bekerja sebagai
redaktur (wartawan senior) di Jawa Pos.
Ketika kuliah Mas Rukin aktif di Himapala dan sampai sekarang aktif
membina Himapala. Kecelakaan yang
dialami juga ketika yang bersangkutan akan menghadiri halal bilhalal Himapala
yang dilaksanakan di gedung PPG Unesa, di kampus Lidah Wetan. Jadi dapat dimaknai beliau dengan dalam
aktivitas membantu kampus.
Saya mengenal beliau
saat saya menjadi PR-4 Unesa sekitar tahun 2006. Saat itu sebagai PR-4 saya berusaha mencari
cara untuk menjalin kerjasama. Saat itu
Mas Rukin membantu kami untuk membuat Klinik Pendidikan di Jawa Pos. Ketika saya menjadi rektor, Mas Rukin sangat
aktif membantu Unesa dalam berbagai kegiatan.
Beberapa buku yang diterbitkan Unesa juga hasil editan Mas Rukin,
termasuk buku saya dengan judul Profesonalisasi Pendidikan. Saya masih memiliki kesepakatan menulis buku
dengan beliau dan sampai saat ini belum terlaksana.
Rukin Firda orang yang
rendah hati, cekatan dalam bekerja, punya komitmen tinggi, ringan tangan untuk
membantu siapapun, punya kompetensi menulis sangat bagus dan senang berpetualang. Ketika Unesa melaksanakan program SM3T, saya
pernah bersama beliau melakukan kunjungan ke Sumba Timur dan menjelajah naik
speda motor sampai di pelosok. Seingat
saya start dari Kecamatan pukul 9 pagi dan baru dijemput di daerah yang dapat
dilalui mobil sekitar pukul 17. Bersepeda
motor melewati jalan setapak tebing gunung/jurang dan menyeberangi tidak kurang
dari 9 sungai tanpa jembatan. Hasil
kunjungan itu, seingat saya dimuat secara berseri di Jawa Pos.
Beliau juga melakukan
kunjungan serupa di Kabupaten Maluku Barat Daya dan Kabupaten Mamberamo di
Papua, bersama dengan Direktur PPG (Bu Lutfiah Nurlaela) yang kebetulan juga
mantan aktivis Himapala. Jadi klop
sama-sama suka berpetualang. Buku yang
diedit dengan judul “Bu Guru Saya Ingin Membaca” menjadi buku contoh testimoni
peserta SM3T. Buku itu konon mendapat
apresiasi dari Wapres, ketika peserta SM3T diterima beliau.
Ketika Unesa merintis
program studi S1 Ilmu Komunikasi, Mas Rukin ikut pontang-panting menyiapkan
bersama Mbak Sirikit Syah dan beberapa teman dari Unesa. Beliau pernah bercerita jika besuk pensiun
dari Jawa Pos ingin membantu mengajar di Unesa, khususnya di program studi Ilmu
Komunikasi. Pas, karena beliau memang
lulusan S2 Komunikasi dan sudah lama malang-melintang di kewartawanan.
Kami senang dan
meresons positif keinginan beliau dan bepesan agar mulai sekarang sudah ikut
membina program studi Ilmu Komunikasi Unesa.
Bagaimana caranya agar program studi tersebut punya ciri khusus yang
berbeda dengan program studi sejenis yang sudah ada di PTN maupun PTS di
Surabaya. Mas Rukin dan Mbak Sirikit
yang kami minta untuk merancang, karena keduanya adalah praktisi komunikasi
yang pasti faham situasi lapangan.
Kepergian beliau tentu
harus kita ikhlaskan, karena itu sudah menjadi skenario Illahi. Walapupun secara pribadi dan kelembagaan
(Unesa) kami merasa kehilangan.
Kehilangan salah seorang alumni yang peduli almamater, alumni dengan
segudang prestasi tetapi seperti pepatah padi makin menunduk ternyata makin
berisi. Selamat jalan Mas Rukin, do’a
kami mengiringi Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar