Tanggal 30 Agustus
2017 saya mendengarkan komentar teman-teman asesor di Dikti yang bertugas untuk
menilai proposal pembukaan program studi baru.
Saya sendiri tidak ikut menilai, jadi hanya mendengarkan komentar teman-teman. Tentu sambil
bertanya ini dan itu. Kebetulan
sebagian besar asesor saya kenal dan bahkan ada beberapa orang merupakan teman
lama, sehingga mereka dengan bebas menyampaikan komentar dan saya juga bebas
bertanya ini itu tanpa sungkan. Bahkan
seringkali sambil berkelakar.
Dari sekian banyak
komentar dan tanya jawab, saya menangkap kesan bahwa banyak PTN kurang serius
ketika menyusun proposal usulan prodi baru.
Banyak data yang bolong, banyak uraian yang kalimatnya tidak nyambung
dan ada uraian yang diduga copy-paste dari prodi lain. Misalnya dalam usulan prodi “X” tahu-tahu ada
kalimat yang menguraikan prodi “Y”.
Dalam daftar dosen tertulis “N” orang, ternyata data pendukung yang
disertakan jauh kurang dari itu.
Sebenarnya fenomena
seperti itu bukan yang pertama kali.
Teman-teman yang bertugas sebagai asesor BAN PT juga sering menyampaikan
hal yang sama, yaitu PTN seringkali kurang sungguh-sungguh ketika menyusun
proposal akreditasi maupun ketika menerima kunjungan tim akreditasi saat ada verifikasi. Ketika asesor datang dan menanyakan dokumen
tertentu, dokumen tersebut masih harus dicari dan memerlukan waktu cukup
lama. Ketika asesor berkunjung ke
laboratorium, ketua lab atau laborang tidak di tempat.
Sementara, PTS justru
sangat serius menyusun proposal prodi baru maupun borang akreditasi. Bahkan konon PTS berani mengeluarkan anggaran
untuk mengundang konsultan untuk membantu menyusun proposal usulam prodi baru
maupun konsultan untuk menyiapkan borang akreditasi. Pokoknya segala upaya dilakukan agar proposal
usulan prodi baru dan borang akreditasi prodi lama tersusun sebaik-baiknya.
Penerimaan asesor akreditasi juga disiapkan dengan baik, bahkan konon ada PTS
yang “meminjam” peralatan Lab agar meyakinkan asesor. Mungkin itu yang
menyebabkan timbulnya pertanyaan mengapa akreditasi prodi di PTS seringkali
lebih baik dibanding PTN. Pada hal jika
dilakukan pencermatan kondisi yang sesungguhnya, kondisi prodi di PTN yang
lebih baik.
Keadaan seperti itu
menjadi dilema bagi asesor proposal prodi baru maupun asesor akeditasi prodi lama. Jika hany mendasarkan proposalyang tertulis
dan dibaca, seringkali hasilnya PTS memperoleh sekor lebih tinggi. Namun asesor juga tahu keadaan sebenarnya di
lapangan yang menunjukkan PTN lebih.
Namun asesor tidak memiliki bukti tertulis, sehingga ketika akan
memberikan justifikasi. Untuk akreditasi
prodi lama masih lumayan, karena ada
kesempatan unuk melakukan verfikasi.
Namun untuk usulan prodi baru (kecuali S3) penilaian semata-mata dari
proposal tertulis yang diterima Dikti.
Saya tidak ingin mendiskusikan
hasil penilaian yang seringakali membuat “orang yang tidak tahu kaget”, tetapi
mem[ertanyaannya, mengapa perilaku PTN dan PTS berbeda? Tampaknya, di kalangan PTS tertanam bahwa
mahasiswa adalah sumber keuangan utama.
Oleh karena itu keberadaan prodi sangat vital. Akreditasi prodi diyakini menjadi salah satu
iklan, sehingga jika akreditasinya bagus diyakini minat mahasiswa masuk juga
meningkat. Pembukaan prodi baru diyakini
sangat penting, karena akan menambah jumlah mahasiswa yang otomatis menambah
income perguruan tinggi.
Sebaliknya teman-teman
PTN sudah merasa nyaman dengan keadaan saat ini. Gaji diberi negara dan tidak ada kaitannya
dengan jumlah mahasiswa maupun akreditasi program studi dimana dosen menginduk.
Teman-teman di PTN juga sangat percaya diri bahwa asesor sudah tahu keadaannya,
tentunya tidak mungkin menilai sembarangan. Mereka lu[a kalau asesor menilai
dokumen seperti apa adanya. Apalagi ada
aturan asesor harus memberikan komentar pada setiap butir di proposal. Penilaian juga dilakukan oleh dua orang
penilai yang pada awalnya tidak saling tahu, sehingga harus hati-hati agar
tidak memberikan sekor yang tidak sesuai dengan isi proposal.
Jadi rasa percaya diri
yang sangat tinggi dari teman-teman PTN seringkali membuat asesor bingung. Mau memberi sekor rendah sesuai proposal
tidak enak, karena tahun keadaan sebenarnya.
Mau memberi sekor tinggi kawatir karena isi proposal tidak memadai. Nah, ketika penilaian sudah keluar orang
kaget bahkan protes. Rasa percaya diri
perlu tetapi jika terlalu membuat pekerjaan tidak maksiman dan akhirnya asesor
bingung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar