Hari ini tanggal 12
September 2017 hari pertama mengajar di Pascasarjana Unesa dan langsung dua
kelas. Kelas pertama pukul 13.00-14.40
di S2 diikuti oleh delapan mahasiwa terdiri dari enam wanita dan dua pria. Kelas kedua, pukul 15.00-16.40 di S3 diikuti
oleh empat mahasiswa, semuanya wanita.
Pada hal kedua kelas itu bukankah kelas yang lazim diikuti oleh wanita,
seperti tata busana dan sejenis itu.
Kelas yang justru biasanya banyak diikuti oleh pria.
Bahwa prestasi
mahasiswi lebih baik, saya sudah pernah mendiskusikan pada blog ini beberapa
tahun lalu. Saat itu, saya mencermati
saat ada wisuda di Unesa, pemuncaknya, yaitu lulusan dengan IPK tertinggi
setiap fakultas, sebagian besae wanita.
Bahkan pernah suatu saat dari sebelas pemuncak sembila diantaranya
wanita. Jumlah pemuncak yang laki-laki
tidak pernah mencapai lima orang.
Biasanya antara tiga atau empat.
Waktu itu saya berpikir karena komposisi mahasiswa di Unesa memang
sekitar 65% dari total mahasiswa. Jadi
wajar kalau pemuncak lulusan juga wanita.
Namun kalalu kita
dengan dan baca di berbagai pemberitaan, lulusan terbaik sekolah tertentu
ternyata memang banyak yang perempuan.
Demikian pula jika ada berita lulusan SMA yang diterima di perguruan
tinggi terkenal, biasanya banyak yang wanita. Dalam suatu diskusi bebas di
Unesa, ada teman yang menjelaskan karena wanita di usia remaja biasanya lebih
rajin dan tidak berkegiatan yang aneh-aneh, sehingga hasil belajarnya lebih
baik.
Nah, sekarang bukan
masalah prestasi tetapi semangat untuk sekolah.
Jenjang S3 sewajarnya diikuti oleh orang yang ingin mengembangkan diri,
mengembangkan karier atau orang yang memiliki semangat belajar tinggi walaupun
itu bukanlah tuntutan primer. Kalau
empat orang mahasiswa S3 semua wanita, pada hal bukan program studi yang
biasanya diisi oleh mahasswa tentu sebuah fenomena yang menarik.
UU No. 14/2005 tentang
Guru dan Dosen mensyaratkan guru berpendidikan minimal S1/D4. Jadi kalau ada guru yang kuliah S2 tentulah
yang bersangkutan merupakan orang yang ingin mengembangkan kariernya, orang
yang memiliki semangat mengembangkan diri atau sejenis itu. Ketika dalam satu kelas, enam mahasiswa
semuanya guru dan empat diantaranya wanita tentu merupakan fenomena yang
menarik.
Apakah memang kita
memasuki era perempuan, seperti disinyalir oleh Naissbit pada buku Global
Paradox? Apakah karena jumlah wanita di
Indonesia meningkat? Apakah peningkatan
partisipasi pendidikan bagi wanita di Indonesia sudah mencapai jenjang
pascasarjana? Apakah anak laki-laki atau
orang laki-laki tidak lagi tertarik ke dunia akademik? Ataukah ini imbas dari munculnya ketidakpercayaan
publik terhadap pendidikan tinggi, seperti disinyalir oleh Jim Clifton dalam
artikelnya Universities: Disruption is Coming?
Saya tidak tahu dan tidak merasa berkompeten untuk menjawab.
Di samping fenomena
tersebut di atas, ternyata ada yang sebaliknya. Sampai saat ini belum pernah ada Rektor
perempuan di Unesa. Setahu saya baru ada
tiga orang yang menjabat Wakil/Pembantu Rektor, yaitu Prof Murtiningrum, Prof
Kisyani, dan Dr. Yuni Sri Rahayu. Setahu
saya juga baru ada dua orang yang pernah menjadi Dekan, yaitu Prof
Tjandrakirana dan Prof Sarmini. Memang
kita pernah punya presiden perempuan, namun baru satu diantara tujuh. Rasanya kita belum pernah punya gubernur
perempuan. Bupati/walikota sudah lumayan
banyak, tetapi masih jauh dibanding yang laki-laki. Bahkan kepala sekolah perempuan ternyata juga
masih terlalu sedikit dibanding laki-laki.
Mengapa tidak sama
gejalanya? Sekali lagi saya tidak
tahu. Seorang teman pernah menjelaskan
karena setelah bekerja, wanita tetap saja lebih mementingkan urusan rumah
tangga dibanding kariernya, sehingga tidak banyak yang kariernya berkembang
baik. Ada juga yang berargumen memang
kodrat wanita itu mengurusi keluarga dan bukan karier di luar rumah. Dan masih banya lagi. Atau fenomena pertama itu masih tahapan awal
dan belum menyentuh yang kedua? Artinya,
setelah sekian tahun wanita mendominasi prestasi di sekolah, kuliah dan jumlah
mahasiswa pascasarjana pada saatnya juga akan mendominasi jabatan di berbagai
instansi. Mari kita tunggu saja, sejarah
yang akan mebuktikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar