(Naskah ini merupakan bagian dari buku tentang Berpikir Kritis yang sedang dikembangkan)
Ingat
ketela mukibat? Batang pohon singkong
yang disambung dengan ketela tahun dan terbukti menghasilkan umbi singkong yang
lebih besar dibanding singkong biasa.
Bagaimana cerita awalnya, sehingga Pak Mukibat menemukan ketela
mukibat? Saya menduga ide itu tidak
datang tiba-tiba, ibarat dapat wangsit.
Saya yakin Pak Mukibat menemukan ide itu setelah melalui proses berpikir
yang serius. Sangat mungkin itu
memerlukan waktu lama, bahkan sangat mungkin berkali-kali melakukan percobaan.
Beberapa
bulan lalu, stasiun TV swasta menyiarkan peternak kambing di daerah Rungkut Surabaya. Peternak itu memelihara kambing di perkotaan,
tetapi kambing maupun kotorannya tidak
berbau. Akibatnya peternakan kambing itu
banyak dikunjungi orang dan kambingnya laris manis.
Mengapa
kotoran kambing itu tidak berbau? Karena makanannya diatur secara khusus. Bagaimana awal peternak tersebut menemukan
makanan kambing yang dapat membuat kambing dan kotorannya tidak berbau? Saya yakin peternak tersebut tidak serta
merta menemukan makanan kambing yang membuat kotorannya tidak berbau. Pasti itu melalui poses yang cukup lama. Saya menduga peternak itu berkali-kali
melakukan eksperimen sampai menemukan ramuan makanan yang tepat.
Saya
pernah mendapat penjelasan awal munculnya restoran yang menggunakan nama Dapur
Desa, Bumbu Desa, Warung Ndeso, Pawon dan sebagainya. Konon, pada awalnya ada orang yang mengamati
banyak warung-warung kecil dengan makanan tradisional tetapi dikunjungi
masyarakat kelas menengah. Ketika ada
resepsi, makanan di gubuk yang menyajikan makanan tradisional lebih diminati
orang dibanding makanan utama. Dari situ orang tersebut memikirkan bagaimana
caranya “membawa” makanan tradisional ke restoran yang kondisinya cocok untuk
masyarakat kelas menengah. Dan akhirnya
terciptalah restoran semacam Dapur Desa, Bumbu Desa, Warung Ndeso dan
sebagainya.
Ijinkan
saya menceritakan bagaimana awal muculnya ide Universitas Negeri Surabaya
(Unesa) membangun Ranunesa, sebuah busem di kampus Unesa Ketintang. Pada waktu itu beberapa teman memikirkan
mengapa kampus Unesa Ketintang selalu banjir.
Ternyata disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, area kampus Ketintang lebih rendah dibanding
area sekitarnya. Mengapa? Karena kampus
Ketintang dibangun paling awal, ketika lahan sekitarnya nasih berupa
sawah. Setelah kampus Ketintang
dibangun, area di sekitarnya dibangun kantor Telkom dan perumahan. Nah, halaman gedung dan perumahan yang
dibangun belakangan tersebut dibuat lebih tinggi. Akhirnya kampus Ketintang mirip cekungan
panci.
Kedua, di depan kantor Telkom ada sungai yang mengalirkan air hujan dari
daerah perkampungan Ketintang Barat dan Karangrejo. Pada awalnya sungai itu mengalir melalui tepi
Jalan Ketintang PTT Gang V dan masuk ke sungai di sebelah rel kereta api dan
selanjutnya masuk ke sungai yang lebih besar ke arah Jemursari.
Ketika
muncul banyak warung di Ketintang PTT Gang V, sungai tersebut menjadi
menyempit. Pada saat itu Unesa membuat
sungai di pinggiran timur kampus Ketintang untuk menampung air hujan. Tidak ada yang tahu kejadiannya, kemudian
sungai dari depan kantor Telkom disambungkan dengan sungai di dalam kampus
Ketintang. Dan sungai di bawah
warung-warung Ketintang PTT Gang V cenderung buntu. Dengan demikian, area kampus Unesa Ketintang
menjadi tampungan air hujan setempat dan aliran air hujan daru daerah Ketintang
Barat dan Karangrejo.
Berangkat
dari simpulan tadi, agar kampus tidak banjir harus punya busem yang dapat
menampung air hujan setempat maupun air hujan dari Ketintang Barat dan
Karangrejo. Pada musim hujan, air di
busem tersebut diupayakan dalam level terendah agar mampu menampung air hujan
tadi. Bagaimana caranya? Dengan memompa keluar ke sungai besar di
sebelah selatan kampus. Berapa daya
tampung busem yang dibutuhkan, berapa kemampuan pompa yang diperlukan dan
bagaimana agar air yang sudah dipompa keluar tidak masuk kembali, menjadi
problema baru yang harus dipecahkan. Dan
itu memerlukan analisis yang cermat.
Saya
menduga Pak Mukibat dan peternak kambing tanpa bau di Rungkut maupun penemu
restoran Dapur Desa menerapkan pola pikir yang mirip dengan penemuan
Ranunesa. Contoh-contoh tersebut menggambarkan bagaimana orang atau sekelompok
orang berpikir kritis. Mengkritisi
sesuatu fenomena yang dijumpai. Mengapa
fenomena itu terjadi. Dan akhirnya
menemukan bagaimana mengatasinya atau bahkan memanfaatkan untuk keperluan
tertentu. Kemampuan berpikir kritis dilakukan untuk menganalisis mengapa
fenomena itu terjadi, apa penyebabnya.
Dari
hasil analisis itu, seringkali memunculkan ide bagaimana mengatasinya atau
bagaimana memanfaatkannya. Tahap kedua
ini disebut tahap berpikir problem
solving (memecahkan masalah). Dan biasanya
pemecahan masalah dan pemanfaatan itu dilakukan secara kreatif. Dengan begitu tahap kedua juga disebut
berpikir kreatif. Itulah sebabnya,
berpikir kritis, berpikir problem solving
dan berpikir kreatif seringkali bergandengan.
Ketiga
jenis berpikir tersebut tergolong berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) yang sangat penting. Mengapa?
Karena tiga tahapan itulah yang menghasilkan gagasan baru. Pada hal gagasan baru itulah yang menjadi
salah satu faktor penentu kemajuan.
Hampir semua temuan-temuan dalam industri maupun dalam kehidupan
keseharian didapatkan melalui proses berpikir kritis dan problem solving secara
kreatif.
Apakah
pola berpikir kritis juga penting untuk kehidupan sosial kemasyarakatan? Apakah juga bermanfaat untuk memecahkan
masalah? Saya yakin jawabnya “ya”,
sangat penting dan dapat untuk memecahkan masalah. Munculnya POSYANDU, saya duga sebagai hasil
berpikir kritis, berpikit problem solving dan berpikir kreatif. Saya menduga pada awalnya ada orang yang mengamati
banyak anak-anak kecil di perkampungan yang lingkungannya kurang sehat. Ibu-ibu di perkampungan biasanya kurang
peduli kepada kesehatan anaknya.
Sementara itu jarak perkampungan dengan rumah sakit atau puskesmas agak
jauh. Situasi itu yang saya duga
memunculkan gagasan awal dari Posyandu (Pos Layanan Terpadu). Suatu tempat layanan pemeriksaan kesehatan
dan penyuluhan kesehatan bagi ibu dan anak-anak.
Begitu
pentingnya ketiga pola pikir tersebut (berpikir kritis, berpikir kreatif dan
memecahkan masalah) banyak ahli pendidikan menganjurkan agar pendidikan
mengutamakan pengembangannya. Banyak
sekolah di negara maju yang sudah menerapkannya. Dan ternyata pengembangan ketiga pola pikir
tersebut sudah dapat dimulai pada tahap anak-anak. Eagle View Elementary School di negara bagian
Virginia Amerika Serikat mengembangkan tiga pola pikir tersebut dan bahkan
menjadikannya sebagai ikon sekolah, yaitu Be
Critical Thinker, Be Problem Solver and Be Creative.
Di
Indonesia juga banyak sekolah yang secara khusus menekankan pengembangan
kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif dan problem solving. Sekolah yang menggunakan nama “sekolah alam”
biasanya melakukan itu dan bahkan dibarengi dengan pengembangan
karakter/akhlak.
Salah
satu ciri sekolah seperti itu biasanya anak-anak banya diajak untuk mengamati
lingkungan atau memperhatikan suatu kejadian.
Misalnya lalu lintas yang macet, sungai yang banjir, pasar yang menjual
banyak buah, halaman sekolah yang rumputnya tidak tumbuh, tukang becak yang
nongkrong menunggu penumpang dan sebagainya.
Anak-anak kemudian dipancinh pertanyaan “mengapa kok macet ya?”,
“mengapa kok dapat banjir ya?”, mengapa banyak sekolah mangga di pasar ya?”,
dan sebagainya. Dari pertanyaan itu dilanjutkan
dengan diskusi. Tentu diskusi yang
sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir anak.
Pada
sekolah seperti itu biasanya pertanyaan yang diawali dengan kata “apa, siapa,
dimana dan kapan”, tidak dianjurkan.
Yang dianjurkan adalah pertanyaan yang diawali dengan kata “mengapa dan
bagaimana”. Soal-soal pilihan ganda juga
tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah
soal cerita yang memberi kesempatan anak untuk menuangkan pikirannya. Pikiran yang mungkin berbeda dengan pikiran
guru pembuat soal.
Proses
pembelajaran yang diharapkan di sekolah seperti itu adalah terjadinya diskusi
antar siswa. Tugas guru adalah
mengajukan pertanyaan pancingan agar terjadi diskusi. Jika sudah terjadi tugas guru selanjutnya
adalah memandu agar diskusi terarah.
Guru harus menghindari memberikan jawaban tetapi memandu agar siswa
menemukan jawabannya sendiri. Guru yang
baik adalah yang siap “dibantah” atau berdiskusi dengan siswa, yang punya
pendapat yang berbeda dengan guru.
Sekolah
semacam itu banyak diminati oleh masyarakat, walaupun uang sekolahnya relatif
mahal. Ketika SD biasa kekurangan murid,
sekolah seperti itu justru dibanjiri peminat.
Anak-anak yang masuk biasanya berasal dari keluarga kelas menengah dan orangtua yang relatif
terdidik. Banyak juga mereka yang
pernah menempuh pendidikan di luar negeri.
Mengapa
demikian? Belum ada studi tentang
itu. Namun dari pengalaman ngobrol
dengan orangtua anak yang sekolah semacam itu, biasanya mereka tidak puas
dengan sekolah “biasa” yang cenderung mengajarkan hal-hal yang mekanistik dan
kurang merangsang anak untuk berpikir kritis.
Pada hal dalam kehidupan nyata di masyarakat, kemampuan berpikir kritis
dan kemampuan memecahkan masalah secara kreatif itulah yang diperlukan. Bahkan ada ungkapan dari mereka: bukankah
tugas sehari-hari adalah memecahkan masalah.
Bagi yang ingin bagaimana cara berpikir kritis dan bagi guru yang ingin
mengajarkan berpikir kritis sekarang sangat banyak tersedia bacaan. Yang paling mudah buka saja Google dan ketika
pencarian untuk “berpikir kritis” atau”critical
tinking” atau “teaching critical
thinking”, maka akan muncul ratus pilihan web yang memuat artikel atau buku
atau modul untuk berpikir kritis.
Beberapa buku yang dapat ditemukan antara lain: Critical Thinking and Reading: Empowering Leaners to Think and Act,
oleh Allan R Neilsen (1989) (sebuah hasil riset yang disponsori oleh Educational
Research di Washington); buku untuk guru dengan judul Critical Thinking Across
Curriculum: Developing Critical Thinking
Skill, Literacy and Philosophy in the Primary Classroom oleh Mal Leicester
dan Denise Taylor (2010); buku untuk mahasiswa LPTK dengan judul Critical Thinking Skill for Education
Students oleh Brenda Judge, Patric Jones dan Elaine McCreery (2009). Ketiganya dapat diunduh dari internet secara
gratis. Masih banyak lagi buku atau
artikel yang dapat diunduh dari internet.
Buku-buku
dan artikel tersebut memuat pengertian berpikir kritis dengan contoh-contoh
dalam kehidupan sehari-hari. Juga memuat
cara dan startegi berpikir kritis, tahapannya dan bahkan memuat bagaimana
mengajarkannya. Artinya untuk belajar
berpikir kritis ataupun mengajarkan berpikir kritis, kita dapat belajar dari
buku0buku dan artikel tersebut.
Apa
perbedaan antara berpikir kritis dan orang yang kritis? Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar
istilah “orang kritis”, yaitu orang yang cenderung mencari kesalahan orang lain,
kesalahan konsep atau kekeliruan suatu produk.
Seperti halnya setiap aktivitas lain, berpikir kritis dapat dilandasi
pikiran positif tetapi juga dapat dilandasi pikiran negatif. Proses berpikir nya relatif sama, namun
hasilnya berbeda karena landasan atau tujuannya berbeda.
Contoh-contoh
yang disebut di atas, penemuan ketela mukibat, penemuan kotoran kambing tidak
berbau, penemuan Dapur Desa dan penemuan Ranunesa, adalah hasil berpikir kritis
dan kreatif yang dilandasi tujuan dan pikiran positif. Namun juga ada contoh lain yang sering kita
baca di koran. Gubernur DKI Jokowi yang senang blusukan dikritik menghabiskan
anggaran untuk kegiatan tersebut. Ada
orang yang menghibung berapa biaya yang dikeluarkan. Mungkin itu contoh berpikir kritis tetapi
dilandari pikiran negatif.
Terkait
dengan contoh itu, ada kata-kata bijak yang perlu direnungkan. Pada akhirnya ilmu hanyalah alat. Alat untuk mencapai tujuan. Tujuan yang dapat positif atau negatif. Dan itu tergantung kepada hati dan niatnya. Artinya “ilmu berpikir kritis” pada dasarnya
netral. Tergantung pikiran dan niat orangnya.
Jika niatnya positif akan dapat menghasilkan gagasan baru yang
cemerlang. Jika niatnya negatif sangat
mungkin menimbulkan fitnah atau paling tidak pikiran suudhon atau kerucigaan
yang tidak diperlukan.
Apakah
berpikir kritis merupakan kosep baru dalam dunia pendidikan dan psikologi? Saya yakin tidak. Kalau kita mencermati
taksonomi Bloom, berpikir kritis dapat diidentikkan dengan gabungan berpikir
analisis, sintesis dan evaluasi. Tahapan
berpikir yag sering disebut berpikir tingkat tinggi. Bukankah berpkir kritis dimulai
mempertanyakan mengapa fenomena atau kejadian itu berlangsung? Apa faktor-faktornya? Kemudian digandengkan dengan konsep lain,
sehingga kita dapat menyimpulkan fenomena itu terjadi karena begini. Dan jika dilakukan ini dan itu kejadiannya
akan menjadi lain. Bukankah itu gabungan
berpikir analisis, sintesis dan evaluasi?
Yang
tampak berbeda adalah arahan berpikir kritis itu untuk memecahkan masalah. Seperti disebutkan di atas bahwa berpkir
kritis pada umumnya langsung bersambung dengan pemecahan masalah. Paling tidak mencari alternatif yang lebih
baik. Misalnya ketika kita mencermati
lalu lintas ke kampus, mengapa selalu macet.
Setelah menemukan faktor penyebabnya, biasanya kita terpicu untuk
memikirkan cara agar tidak macet.
Apakah
anda ingin berlatih berpikir kritis? Atau
anda ingin mengajarkan berpikir kritis kepada siswa atau anak? Jika ya, “Ten Takeaway Tips for Teaching
Critical Thinking” yang dimuat di www.edutopia.org/stw-kipp-critical-thinking-10tips-for-teaching., layak untuk dibaca.
Sepuluh tip tersebut merupakan strategi yang baik untuk mengajarkan
berpikir kritis dan juga untuk belajar secara mandiri. Berikut sepuluh tip yang
dimaksud.
1.
Bertanya, bertanya dan bertanya. Bertanya atau mempertanyakan fenomena atau
kejadian merupakan langkah awal atau bahkan tonggak pertama dalam berpikir
kritis. Misalnya mempertanyakan mengapa
kalau akan hujan udara menjadi panas sekali.
Mengapa kalau musim mangga harga mangga sangat murah. Mengapa orang di pedesaan saling mengenal
dengan tetangganya, sementara orang kota tidak.
Mengapa mahasiswa Unesa banyak yang berasal dari luar kota. Mengapa sejak tahun 2011 jumlah peminat
masuk LPTK meningkat secara signifikan.
Dan seterusnya.
Pertanyaan
tersebut dapat untuk diri sendiri atau juga ditanyakan kepada siswa yang
diajari berpikir kritis. Jika ternyata
siswa atau anak-anak tidak segera merespons dapat juga kita berikan jawaban
yang salah dan siswa tahu kalau itu salah.
Misalnya pada saat musim mangga di pasar jarang ada mangga, sehingga
harganya murah. Biasanya jawaban yang
tampak salah akan merangsang siswa untuk mengatakan “itu salah” dan kemudian
mengajukan pikirannya.
2.
Mulai dengan mencermati fenomena dan berusaha mengidentifikasi faktor apa saja
yang terkait. Fenomena yang dipertanyakan dicermati dengan
baik dan mencoba mencari faktor apa saja yang berpengaruh terhadap fenomena
tersebut. Misalnya tentang mengapa di
pedesaan orang saling mengenal, sementara di perkotaan banyak orang yang tidak
mengenal tetangganya. Untuk itu kita
dapat mulai bertanya: apa yang menyebabkan orang satu dan lainnya saling
mengenal. Asal usulnya sama atau bahkan
masih ada hubungan kekerabatan. Jenis
pekerjaan sama atau sejenis, sehingga membuat saling ketemu. Waktu kerja tidak terlalu padat sehingga
punya waktu luang untuk saling bertemu di luar pekerjaan. Dan seterusnya.
Jika
anda mengajarkan kepada siswa, anda dapat mengajukan pertanyaan tersebut. Bahkan dapat sedikit provokatif. Misalnya mana yang menjadikan orang mengenal
satu sama lain, yang sering ketemu atau yang jarang ketemu. Mana yang sering ketemu dengan tetangga,
orang kota atau orang desa. Mana yang
memudahkan saling mengenal, mereka yang memiliki hubungan kekerabatan atau
tidak. Mana yang membuat orang saling mengenak,
orang yang pekerjaannya sama atau yang berbeda.
Seterusnya, pertanyaan mengapa orang desa lebih mengenal satu sama lain,
sementara banyak orang kota tidak mengenal tetangganya?
3.
Upayakan berdiskusi dengan teman. Berdiskusi atau bahkan berdebat merupakan
wahana bagus untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Misalnya mencermati lalu lintas yang macet,
kita dapat berdiskusi apakah karena kendaraan yang lewat melebihi kapasitas
jalan. Apa bukti dan data yang
mendukungnya. Apakah orang yang berlalu
lintas tidak tertib. Jika itu apa data
yang mendukungnya. Apakah akibat adanya
proyek yang mengganggu lalu lintas. Atau
ada penyebab lainnya? Berbagai dugaan
tersebut akan menarik didiskusikan, karena masing-masing memerlukan data dan
telaah kritis. Dan dengan melalui
diskusi, kita dapat mengasah kemampuan berpikir kritis.
Jika
kita dalam posisi mengajarkan berpikir kritis, kita dapat mendorong siswa untuk
saling berdiskusi dan bahkan berdebat.
Masing-masing siswa didorong untuk mengajukan argumentasi yang berbeda
dan kemudian menjelaskan argument itu kepada temannya. Jika siswa lambat memulai diskusi, kita dapat
mengajukan pertanyaan atau statement pancingan.
Misalnya, mungkinkan jalan macet karena banyak galian pipa PDAM? Atau mungkin karena banyak motor yang
jalannya tidak tertib. Dan sebagainya, dengan tujuan siswa memberikan respons
yang beragam dan kemudian mulai mendiskusikannya.
4.
Modeling sangat penting. Seperti kata orang bijak, cara belajar yang
paling mudah adalah dengan meniru orang lain.
Biasanya yang ditiru adalah mereka yang hebat atau orang yang telah
sukses melakukan. Cerita tentang
pengusaha restoran mengembangkan Dapur Desa dan beberapa orang di Unesa membuat
busem Ranunesa dapat menjadi model.
Model
yang ditiru sebenarnya tidak hanya orang, tetapi juga binatang atau bahkan
tumbuhan. Konon pondasi cakar ayam
ditemukan Prof. Sediyatmo dengan mengamati pohon kelapa. Mengapa pohon kelapa yang akarnya serabut
tidak roboh diterpa angin. Konon pondasi
sarang labah-labah ditemukan dengan terinspirasi bentuk sarang labah-labah,
yang begitu kuat menaham tabrakan binatang terbang. Pada sarang labah-labah hanya terdiri dari
semacam benang yang sangat kecil.
Jika
anda ingin mengajarkan berpikir kritis kepada siswa, jalan yang terbaik adalah
anda sendiri menjadi modelnya. Menjadi
model secara utuh, mulai dari mempertanyakan fenomena, mengidentifikasi
berbagai faktor yang terkait , membandingkan dengan fenomena di tempat lain
atau kejadian lain, melakukan diskusi bebas dengan banyak orang, dan mencari
alternatif pemanfaatan atau pemecahannya.
5.
Mendorong pikiran altenatif yang kontroversi. Gagasan baru seringkali lahir dari pikiran
yang “liar”. Mengkritisi sebuah fenomena
juga memerlukan pikiran yang “liar”.
Artinya, ketika kita mempertanyaan sebuah fenomena kita harus berani
mengajukan dugaan-dugaan yang liar, agar menemukan faktor-faktor yang mungkin
selama ini dianggap aneh. Kita juga
dapat mempertanyakan hal-hal yang dianggap aneh atau tabu. Misalkan mengapa perkawinan sejenis disahkan
di negara tertentu. Mengapa banyak orang
percaya pada UFO atau percaya bahwa Sultan Jogya beristerikan Ratu Laut
Selatan. Mengapa Rudi Rubiandini,
profesor dan dosen teladan ITB tetapi melakukan korupsi. Mengapa da’i dan tokoh partai sekelas Lutfi
Hasan Ishaq melakukan korupsi.
Dengan
pertanyaan atau permasalahan tersebut kita akan terdorong memunculkan ide
liar. Misalnya, memang betul bahwa
Sultan Jogya secara turun temurun beristerikan Laut Selatan karena suatu
“perjanjian dengan makhluk halus” atau itu hanya cara penguasa zaman dulu untuk
mendapatkan legitimisasi dari masyarakatnya.
Adanya negara yang mengesahkan perkawinan sejenis itu sudah bagi dari
tanda-tanda akhir zaman, tanda-tanda kiamat sudah depat. Atau negara adalah negara demokratis yang
memfaslitasi hak setiap warga negara.
Perbedaan pandangan yang ekstrem akan mendorong terjadi diskusi atau
perdebatan dan mendorong terjadinya proses berpikir kritis.
6.
Memilih topik yang relevan. Agar kita terdorong untuk melakukan kajian dengan
sungguh-sungguh, sebaiknya memilih fenomena atau topik yang relevan dengan
pekerjaan atau kehidupan kita. Misalnya
pedagang mempertanyaan mengapa buah impor membanjiri pasar kita. Guru/dosen mempertanyakan, kalau semua
informasi sudah ada di Google lantas pendidikan kita ke depan seperti apa. Mahasiswa mempertanyakan, mengapa banyak Bank
atau perusahaan besar menerima karyawan baru tanpa membedakan jurusan asalnya? Tentu disesuaikan dengan tingkat berpikirnya.
Misalnya siswa SD atau SMP diminta membahas mengapa kucing dan anjing selalu
bermusuhan.
Topik
yang terkait dengan dirinya atau kehidupan sehari-harinya, akan membuat orang
tertarik melakukan kajian secara sungguh-sungguh. Mengapa? Karena itu terkait dengan eksistensi
dirinya atau yang ada disekitarnya tetapi belum tahu mengapa itu terjadi. Jika perlu diberikan pancingan
pertanyaan. Misalnya ada pertanyaan
kepada mahasiswa. Apakah pegawai Bank
gajinya besar? Mengapa banyak pejabat
Bank bukan lulusan Fakultas Ekonomi?
Mengapa sekarang banyak Bank besar menerima calon karyawan dari semua
jurusan? Kepada siswa SMP ditanya dapat
tidak anak kucing dan anak anjing dibiasakan hidup bersama sejak kecil.
7.
Melakukan diskusi ala Socrates. Di masa hidupnya, Socrates membuat pola
diskusi agar setiap muridnya bertanya kepada yang lain. Pertanyaan yang dapat mengungkap logika yang
bertanya maupun yang menjawabnya. Dengan
cara itu Socrates ingin muridnya mengasah kemampuan berpikir logis dan
analisis. Untuk itu format diskusi
dibuat informal sehingga antara satu murid dengan murid lain dapat saling
mengajukan pertanyaan.
Kalau
anda ingin mengasah kemampuan berpikir kritis, maka buatlah kelompok diskusi
informal yang membahas berbagai hal. Dan
antara satu peserta dan peserta lainnya saling bertanya, berdiskusi bahkan
berdebat. Agar diskusi dapat merangsang
pemikiran kritis, disengaja dibuat pertanyaan yang bernada tidak setuju atau
menentang jawaban yang diberikan teman.
Untuk
anda yang ingin mengajarkan berpikir kritis kepada siswa, sebaiknya siswa
dibagi dalam kelompok-kelompok yang saling tidak setuju. Misalnya kelompok A harus mengajukan
pertanyaan dan pendapat yang tidak setuju dengan kelompok B. Dan sebaliknya. Dengan cara itu, masing-masing kelompok akan
berusaha mencari argument (pikiran kritis) untuk bertahan atau menentang
pendapat kelompok lainnya.
8.
Berpikir kritis tidak hanya diukur dengan tulisan. Kemampuan
berpikir kritis dapat dilhat dari berbagai aspek. Tulisan, baik buku, artikel ataupun cerita
memang dapat menggambarkan kekritisan pikiran seseorang terhadap suatu masalah. Namun diskusi dan tanya jawab dalam suatu
foru juga dapat menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan logis seseorang. Oleh karena itu, kita dapat berlatih
menuangkan pikiran kritis melalui tulisan di koran, artikel di majalah/jurnal,
cerita pendek, novel bahkan sebuah buku.
Bagi
guru yang ingin mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, dapat meminta siswa
menuliskan kajian terhadap suatu fenomena.
Juga dapat meminta siswa menulis cerita pendek tentang kejadian yang
dilihat atau dialami. Juga dapat meminta
mereka berdiskusi dan mengamati cara mereka mengajukan pertanyaan maupun
menjawabnya.
9.
Saling menilai antar teman dapat menjadi cara menilai kemampuan berpikir kritis. Teman juga
merupakan penilai yang baik terhadap kemampuan berpikir kritis seseorang. Oleh karena itu, ketika sedang belajar
berpikir kristis, kita dapat meminta teman untuk menilai apakah tulisan kita,
pertanyaan kita, jawaban kita dan argument yang kita ajukan menunjukkan
kemampuan berpikir kritis. Teman kita
minta menilai seberapa kritis pemikiran kita dari tulisan dan argument yang
kita ajukan saat berdiskusi.
Cara
serupa juga dapat diterapkan saat kita mengajarkan berpikir kritis. Siswa dapat kita minta menilai temannya. Antar teman saling menilai dan pada akhirnya
setiap siswa mendapat penilaian dari teman lain. Mirip dengan sosiometri yang biasa digunakan
dalam penilaian teman sejawat.
10.
Melangkah mundur. Ini
sangat penting bagi mereka yang mengajarkan berpikir kritis kepada siswa. Guru harus siap “mundur ke belakang” untuk
memberi kesempatan siswa mengajukan pikiran-pikiran kritis yang mungkin berbeda
atau bahkan berlawanan dengan apa yang dipikirkan oleh guru. Dengan cara itu siswa akan percaya diri
mengajukan gagasan dan pada akhirnya menjadi pemikir yang kritis.
Sepuluh
langkah di atas pasti bukan satu-satunya cara untuk belajar berpikir
kritis. Masih banyak cara lain. Dan kita sebaiknya juga mengkritisi apakah
memang 10 langkah tersebut paling efektif dalam belajar berpikir kritis. Untuk itu anda perlu mencermati orang yang
kritis dan kreatif, mendiskusikan dengan teman lain, sehingga dapat menemukan
cara lain yang lebih efektif.
Seperti
dijelaskan pada bagian awal bahwa berpikir kritis dengan berpikir kreatif
biasanya bergandengan dan berujung pada pemecahan masalah atau munculnya
gagasan baru. Pertanyaannya bagaimana
cara belajar berpikir kreatif. Apakah
berpikir kreatif dapat dipelajari atau bawaan sejak lahir.
Menjadi
perdebatan panjang apakah berpikir kreatif dapat dikembangkan pada
seseorang. Tampaknya para ahli sampai
pada simpulan bahwa kemamuan berpikir kreatif dapat dikembangkan. Walaupun sudah pasti dipengaruhi oleh potensi
dasar yang dimiliki. Artinya, bagi anak
yang potensi kreatifnya tinggi tentu lebih mudah dikembangkan. Sebaliknya pada anak yang potensi kreatifnya
tidak terlalu besar, lebih sulit diajari untuk kreatif. Namun tetap saja dapat
meningkat.
Pertanyaannya
apakah untuk menjadi kreatif seseorang harus berpikir out of the box. Berpikir
yang sama sekali berbeda dengan apa yang ada, sehingga orang lain tidak
menduga. Atau bepikir kreatif dapat
dilakukan secara gradual. Untuk itu saya
menganjurkan untuk membcara buku Inside
The Box, yang disusun oleh Drew Boyd dan Jacob Goldenberd. Drew Boyd adalah pensiunan dari pejabat penting di Johnson
& Johnson, sedangkan dan Jacob Goldenberd adalah profesor bidang Marketing di Columbia University.
Melalui
riset panjang dua orang itu menemukan bahwa sebagian besar produk kreatif tidak
dilakukan melalui berpikir out of the box,
melainkan inside the box. Bahkan mereka membuktikan bahwa kreativitas
dapat dilatih melalui suatu cara yang disebut Systematic Inventive Thinking (SIT). Ada lima teknik dalam SIT, yaitu subtraction, division, multiplication, task
unification dan attribute dependency.
Melaui
pola pikir substration, pengembang
suatu produk melakukan inovasi dengan mengurangi bagian atau komponen produk yang
bukan utama, sehingga pembuatan/pelaksanaan produk menjadi lebih efisen. Budget
hotel yang akhir-akhir berkembang dan penerbangan yang menerapkan low cost carrier (LCC) yang diterapkan
oleh Air Asia dan Lion Air adalah contohnya.
Mereka mengurangi layanan yang tidak penting karena pelanggan tidak
memerlukan atau menganggap itu penting.
Untuk hotel, banyak pelanggan yang hanya memerlukan tempat untuk tidur/istirahat
dengan nyaman. Mereka tidak memerlukan
fasilitas seperti kolam renang, sarapan pagi sebagainya. Oleh karena layanan itu dihilangkan, sehingga
tariff hotel menjadi lebih murah. Hal
serupa diterapkan oleh penerbangan LCC dengan mengurangi layanan makanan dan
minuman selama penerbangan.
Melalui
pola pikir division, inovasi
dilakukan dengan kreativitas memisahkan komponen produk agar lebih nyaman
penggunaannya. Remote control untuk TV dan AC membuat kita lebih mudah
menggunakannya. Demikian pula printer
yang dapat dihubungkan dengan komputer melalui sinyal. Pola itu juga diterapkan untuk telepon rumah
yang dibuat portable.
Melalui
pola pikir multiplication, inovasi dilakukan dengan kreativitas mengopi
bagian yang sudah ada untuk keperluan lain, sehingga fungsi produk menjadi
lebih baik. Tambahan roda kecil pada
speda untuk anak-anak adalah contoh inovasi ini. Dua roda kecil tambahan yang dipasang di
bagian belakang sepeda, sebenarnya hanya “copy” dari roda yang sudah ada
sebelumnya. Tetapi dengan tambahan itu
anak-anak menjadi lebih aman, karena sepeda tidak dapat ambruk.
Melalui
pola pikir task unification, inivasi
dilakukan melalui kreativitas menggabungkan beberapa fungsi produk menjadi satu
agar lebih simpel. Tas punggung yang
dapat untuk membawa buku, laptop dan sedikit pakaian adalah contoh kreativitas
ini. Demikian pula layanan one stop shoping atau layanan satu atap
di kantor pemerintah. Intinya dengan
satu produk, baik barang atau layanan, beberapa keperluan dapat terlayani
sekaligus.
Melalui
pola pikir attribute dependency,
inovasi dilakukan melalui kreativitas menemukan sebuah produk yang dapat
mengatur diri sendiri agar tidak merepotkan penggunanya. AC yang dapat mengatur suhu seperti yang
diinginkan, wiper kaca mobil yang dapat mengatu sendiri kecepatan sesuai dengan
curah hujan, telepon genggam yang mati sendiri setelah beberapa lama tidak
dipakai, adalah contoh inovasi tersebut.
Kalau
kita mencermati inovasi-inovasi produk tersebut diatas, baik berupa benda
ataupun layanan, dapat diduga inovasi itu didasari untuk meningkatkan “kualitas”
produk. Jadi dari awal tujuannya untuk
memecahkan masalah dari produk yang sudah ada yang dinilai kurang baik atau
kurang dapat bersaing. Untuk itu
dilakukan telaah kritis terhadap produk yang sudah ada. Disinilah tahapan berpikir kritis
berfungsi. Dari hasil telaah tersebut
dilakukan inovasi yang tentu saja mengandalkan daya kreativitas, sampai pada
akhirnya masalah dapat diselesikan melalui inovasi tertentu. Itu artinya, pemecahan masalah selalu
menggunakan kemampuan berpikir kritis.