Hari-hari
ini ketidakmerataan guru menjadi topik hangat.
Sebenarnya itu sudah lama diketahui.
Namun upaya untuk mengatasi belum berjalan. Tahun 1997 Kemendikbud pernah merintis
pemindahan guru dari sekolah di perkotaan ke sekolah di pedesaan. Program tersebut tidak berjalan, karena para
guru keberatan. Rintisan itu berhenti
karena sejak desentralisasi, guru merupakan pegawai daerah, sehingga sulit pindah
lintas kabupaten/kota.
Secara
agregat jumlah guru sebenarnya cukup.
Data Kemdikbud menunjukkan rasio guru-siswa di pendidikan dasar
1:20. Lebih baik dibanding Singapura (1:25),
Korea Selatan (1:31) dan Filipina (1: 35).
Untuk pendidikan menengah rasio guru-siswa juga bagus, yaitu 1:14. Lebih baik dibanding Korea Selatan (1:18),
Singapura (1:20) dan Thailand (1:25).
Namun
distribusi guru tidak merata. Sekolah di
perkotaan kelebihan guru, sementara sekolah di daerah terpencil kekurangan
guru. Kabupaten pinggiran di Jawa masih memiliki
guru cukup. Rasio guru-siswa SD di Kab
Sumenep 1:12 dan rasio guru SMP di Pamekasan 1:9. Namun, daerah terpencil seperti Kab
Halmahera Selatan rasio guru-siswa SD 1:44, Kab Nias Selatan 1:47, Kab
Pegunungan Bintang 1:70 dan Kab Yahukimo 1:73.
Untuk SMP rasio guru siswa di Kab Malinao 1:39, Kab Pegunungan Bintang
1:51 dan di Kab Yahukimo 1:91.
Fakta
lapangan menguatkan data tersebut. Pengalaman
Unesa melaksanakan program SM3T di Kab
Maluku Barat Daya, Sumba Timur, Talaud dan Aceh Singkil menemukan sejumlah SD
dengan 6 kelas yang hanya punya 2 guru, SMP Negeri dengan 9 rombel hanya punya
7 guru. Bahkan ada SMP Satu Atap yang
tidak punya guru, karena keluar.
Data
di atas baru dalam kuantitatif.
Kesenjangan kualitatif juga signifikan.
Data UKA 2012 menunjukkan 5 skor tertinggi diduduki oleh propinsi DIY,
DKI, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara skor 5 terendah
diduduki oleh propinsi Maluku, Maluku Utara, Jambi, Kalimanatn Barat dan
Kalimantan Tengah.
Karena
guru merupakan penentu mutu pendidikan, kesenjangan kuantitatif maupun
kualitatif tersebut menyebabkan kesenjangan mutu pendidikan antar daerah. Studi Unesa (2011) terhadap hasil UN 2009,
2010, 2011 menyimpulkan hasil UN SMA di Indonesia Bagian Barat lebih baik
dibanding SMA Indonesia Bagian Tengah dan SMA Indonesia Bagian Tengah lebih
baik dari SMA Indonesia Bagian Timur.
Karena
memindahkan guru sulit, maka pemertaan guru bermutu dapat dilakukan melalui
penempatan guru baru. UU No. 14/2005
tentang Guru dan Dosen memberikan jalan untuk itu. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan pemerintah
mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas dan berasrama untuk menjamin
efisiensi dan mutu pendidikan.
Dengan
asrama, pembinaan calon guru dapat dilakukan dengan baik. Tidak hanya masalah akademik tetapi juga
masalah karakter. Data SBMPTN 2013 menunjukkan
69,4% pendaftar ingin menjadi guru. Minat
lulusan SLTA untuk menjadi guru cukup besar, sehingga mutu input untuk calon
guru cukup baik. Jika itu disertai pembinaan
yang baik selama kuliah, kita berharap nanti mendapatkan guru yang baik.
Dengan
ikatan dinas pemerintah dapat menempatkan guru baru sesuai kebutuhan dan calon
guru tidak boleh menolak. Berdasarkan
pengalaman, guru baru juga tidak keberaran karena langsung diangkat, walaupun
di daerah terpencil. Dengan cara itu
secara bertahap, pemerataan guru bermutu dapat dicapai.
Kebijakan
itu harus dibarengi dengan pembinaan karier guru. Guru didaerah terpencil harus mendapatkan
perhatian khusus dalam pelatihan dan pembinaan lainnya. Kepindahan guru harus merupakan bagian dari pengembangan
karier. Bertugas di daerah terpencil
merupakan point penting dalam jenjang karier guru.
Apakah
ikatan dinas calon guru memerlukan biaya besar?
Mari kita buat hitungan sederhana.
Jumlah guru kita sekitar 2,8 juta, terdiri dari 1,63 juta guru TK/SD/MI
dan 1,17 guru SMP/MTs/SMA/SMK/MA . Jika
itu dianggap stabil, setiap tahun memerlukan guru pengganti pensiun 2,5% atau sebanyak
70.000 orang/tahun. Terdiri dari 40.750
guru TK/SD/MI dan 29.250 guru SMP/MTs/SMA/SMA/MA.
Menurut
UU No. 14/2005, guru baru harus berpendidikan S1 plus PPG selama 2 semester
untuk mapel dan 1 semester untuk guru TK/SD.
Ikatan dinas dapat diterapkan saat menempuh PPG. Beasiswa PPG yang sebesar Rp 23.300.000,-/orang/semester,
maka untuk menyiapkan guru baru diperlukan ikatan dinas Rp 2,31 T per tahun. Anggaran pendidikan tahun 2014 Rp 345,3 T.
Jadi beasiswa tersebut hanya 0,67% dari anggaran pendidikan atau 0,13%
dari APBN tahun 2014. Semoga pemerintah bersedia
menyisihkan anggaran itu untuk memenuhi amanah pasal UU No. 14 Tahun 2005
sekaligus mempercepat pemerataan guru bermutu.