Setiap
idul fitri keluarga kami selalu mudik ke kampung halaman ke desa kecil di
pinggiran Ponorogo. Tahun ini kami ke
Ponorogo pada hari raya kedua Jum’at 9 Agustus, setelah mengantar anak yang
balik ke Australia. Berangkat dari
Surabaya sekitar pukul 16 dan sampai kampung sekitar pukul 24. Bukan main.
Baru pertama kami mengalami macet yang begitu hebat. Kemacetan yang paling parah terjadi di antara
Nganjuk-Wilangan.
Hari
Sabtu siang kami kembali ke Surabaya, karena Minggu ada acara. Kami berangkat sekitar pukul 13, bersama-sama
adik yang juga kembali ke Malang. Entah
karena apa, kami meluncur saja melewati jalur
Ponorogo-Madiun-Nganjuk-Kertosono-Jombang-Mojokerto-Surabaya. Terjebak macet lagi di antara Caruban-Nganjuk
dan baru sampai Surabaya pukul 22 malam.
Jadi Ponorogo yang saat “normal” dapat ditempuh sekitar 4 jam, harus
ditempuh selama 9 jam.
Sampai
Surabaya sampai “membodohkan” diri sendiri.
Bukankah sudah tahu kalau Caruban-Nganjuk macet, mengapa tidak mencari jalan
alternatif? Bukankah tahun lalu sudah
mengambil jalur selatan, yaitu
Ponorogo-Trenggalek-Tulungangung-Kediri-Mojokerto-Surabaya dan relatif
lancar? Mengapa tidak mengambil jalur
Wilangan belok kiri melewati Ploso Mojokerto-Surabaya? Mengapa tidak mencari informasi kondisi lalu
lintas pada hari Sabtu? Mengapa tidak
belajar dari pengalaman kemarin yang kena macet di daerah yang sama. Masak harus “terantuk batu untuk kedua
kalinya”.
Memang
radio Suara Surabaya baru kami dapatkan pada perjalanan setelah Madiun. Praktis sepanjang perjalanan Ponorogo-Madiun
kami meyakini jalan tidak terlalu padat.
Bukankah masih hari Sabtu. Logikanya
jalan akan padat saat hari Minggu, sehari sebelum kantor masuk. Pikiran seperti itu yang membuat kami (paling
tidak saya) tidak terdorong mencari informasi kondisi lalu lintas
Ponorogo-Surabaya.
Pengalaman
di atas menguatkan prinsip pentingnya informasi. Siapa yang menguasai informasi dialah yang
menguasai situasi. Siapa yang memiliki informasi akan memiliki alternatif
keputusan yang lebih baik. Sebaliknya jika
informasi yang dimiliki terbatas, pilihan alternatif keputusan juga terbatas
dan bahkan berpotensi untuk keliru. Siapa yang malas mencari informasi akan kena
dampaknya. Dan saya benar-benar mengalami.
Saya
kemudian mengadai-andai. Seandainya
sebelum berangkat, saya sedikit mau susah mencari infomasi. Seandainya memutar radio SS untuk dapat
informasi lalu lintas. Seandainya saya
membuka detik.com. Seandainya mau
bertanya via telepun ke teman yang tahu situasi lalu lintas. Tentu saya mendapat informasi bahwa lalu
lintas Caruban-Nganjuk macet total dan saya dapat memilih jalur selatan,
seperti tahun lalu. Namun semua sudah
terjadi dan itu sepenuhnya akibat kemalasan saya untuk mencari informasi.
Pengalaman
yang sangat berharga. Kemalasan yang
harus ditebus dengan kelelahan yang luar biasa, dengan menyopir 9 jam untuk
jalan yang macet. Untunglah minggu pagi
praktis saya tidak punya acara pokok, sehingga dapat istirahat. Paling-paling hanya membersihkan rumah yang
sudah beberapa hari tidak dibersihkan secara sungguh-sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar