Sabtu, 31 Agustus 2013

MEMERATAKAN GURU BERMUTU

Hari-hari ini ketidakmerataan guru menjadi topik hangat.  Sebenarnya itu sudah lama diketahui.  Namun upaya untuk mengatasi belum berjalan.  Tahun 1997 Kemendikbud pernah merintis pemindahan guru dari sekolah di perkotaan ke sekolah di pedesaan.  Program tersebut tidak berjalan, karena para guru keberatan.  Rintisan itu berhenti karena sejak desentralisasi, guru merupakan pegawai daerah, sehingga sulit pindah lintas kabupaten/kota.

Secara agregat jumlah guru sebenarnya cukup.  Data Kemdikbud menunjukkan rasio guru-siswa di pendidikan dasar 1:20.  Lebih baik dibanding Singapura (1:25), Korea Selatan (1:31) dan Filipina (1: 35).  Untuk pendidikan menengah rasio guru-siswa juga bagus, yaitu 1:14.  Lebih baik dibanding Korea Selatan (1:18), Singapura (1:20) dan Thailand (1:25).

Namun distribusi guru tidak merata.  Sekolah di perkotaan kelebihan guru, sementara sekolah di daerah terpencil kekurangan guru.  Kabupaten pinggiran di Jawa masih memiliki guru cukup.  Rasio guru-siswa SD di Kab Sumenep 1:12 dan rasio guru SMP di Pamekasan 1:9.   Namun, daerah terpencil seperti Kab Halmahera Selatan rasio guru-siswa SD 1:44, Kab Nias Selatan 1:47, Kab Pegunungan Bintang 1:70 dan Kab Yahukimo 1:73.   Untuk SMP rasio guru siswa di Kab Malinao 1:39, Kab Pegunungan Bintang 1:51 dan di Kab Yahukimo 1:91. 

Fakta lapangan menguatkan data tersebut.  Pengalaman Unesa melaksanakan program SM3T  di Kab Maluku Barat Daya, Sumba Timur, Talaud dan Aceh Singkil menemukan sejumlah SD dengan 6 kelas yang hanya punya 2 guru, SMP Negeri dengan 9 rombel hanya punya 7 guru.  Bahkan ada SMP Satu Atap yang tidak punya guru, karena keluar.

Data di atas baru dalam kuantitatif.  Kesenjangan kualitatif juga signifikan.  Data UKA 2012 menunjukkan 5 skor tertinggi diduduki oleh propinsi DIY, DKI, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara skor 5 terendah diduduki oleh propinsi Maluku, Maluku Utara, Jambi, Kalimanatn Barat dan Kalimantan Tengah.

Karena guru merupakan penentu mutu pendidikan, kesenjangan kuantitatif maupun kualitatif tersebut menyebabkan kesenjangan mutu pendidikan antar daerah.  Studi Unesa (2011) terhadap hasil UN 2009, 2010, 2011 menyimpulkan hasil UN SMA di Indonesia Bagian Barat lebih baik dibanding SMA Indonesia Bagian Tengah dan SMA Indonesia Bagian Tengah lebih baik dari SMA Indonesia Bagian Timur.

Karena memindahkan guru sulit, maka pemertaan guru bermutu dapat dilakukan melalui penempatan guru baru.  UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen memberikan jalan untuk itu.  Pasal 23 ayat (1) menyebutkan pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas dan berasrama untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan. 

Dengan asrama, pembinaan calon guru dapat dilakukan dengan baik.  Tidak hanya masalah akademik tetapi juga masalah karakter.  Data SBMPTN 2013 menunjukkan 69,4% pendaftar ingin menjadi guru.  Minat lulusan SLTA untuk menjadi guru cukup besar, sehingga mutu input untuk calon guru cukup baik.  Jika itu disertai pembinaan yang baik selama kuliah, kita berharap nanti mendapatkan guru yang baik.

Dengan ikatan dinas pemerintah dapat menempatkan guru baru sesuai kebutuhan dan calon guru tidak boleh menolak.  Berdasarkan pengalaman, guru baru juga tidak keberaran karena langsung diangkat, walaupun di daerah terpencil.  Dengan cara itu secara bertahap, pemerataan guru bermutu dapat dicapai.

Kebijakan itu harus dibarengi dengan pembinaan karier guru.  Guru didaerah terpencil harus mendapatkan perhatian khusus dalam pelatihan dan pembinaan lainnya.  Kepindahan guru harus merupakan bagian dari pengembangan karier.  Bertugas di daerah terpencil merupakan point penting dalam jenjang karier guru.

Apakah ikatan dinas calon guru memerlukan biaya besar?  Mari kita buat hitungan sederhana.  Jumlah guru kita sekitar 2,8 juta, terdiri dari 1,63 juta guru TK/SD/MI dan 1,17 guru SMP/MTs/SMA/SMK/MA .  Jika itu dianggap stabil, setiap tahun memerlukan guru pengganti pensiun 2,5% atau sebanyak 70.000 orang/tahun.  Terdiri dari 40.750 guru TK/SD/MI dan 29.250 guru SMP/MTs/SMA/SMA/MA.


Menurut UU No. 14/2005, guru baru harus berpendidikan S1 plus PPG selama 2 semester untuk mapel dan 1 semester untuk guru TK/SD.  Ikatan dinas dapat diterapkan saat menempuh PPG.  Beasiswa PPG yang sebesar Rp 23.300.000,-/orang/semester, maka untuk menyiapkan guru baru diperlukan ikatan dinas Rp 2,31 T per tahun.   Anggaran pendidikan tahun 2014  Rp 345,3 T.  Jadi beasiswa tersebut hanya 0,67% dari anggaran pendidikan atau 0,13% dari APBN tahun 2014.  Semoga pemerintah bersedia menyisihkan anggaran itu untuk memenuhi amanah pasal UU No. 14 Tahun 2005 sekaligus mempercepat pemerataan guru bermutu. 

Tidak ada komentar: