Kamis, 08 Agustus 2013

PAK BUDI, PAK DAHLAN DAN PAK NUH

Siapa Pak Budi Darma sudah saya ceritakan pada tulisan lalu.   Kini saya ingin menambahkan tentang yang lain.  Setahu saya beliau PhD dari Indiana University bidang creative writing.  Sampai sekarang sepertinya beliau berkarir di bidang tulis menulis, cerita pendek, novel dan karya tulis lainnya.  Dengan bekal keilmuan, ketekunan dan tentu saja kepandaiannya, kini sosok Budi Darma telah menjadi tokoh budayawan tingkat dunia.

Namun di balik itu, kesederhanaan beliau sangat kental.  Seperti saya sebut kemarin, sehari-hari  beliau berbaju warna putih atau telor asin dan dimasukkan.  Rambut tersisir rapi.  Sampai saat ini masih tinggal di perumahan kampus dengan kondisi rumah yang tidak jauh berbeda dengan rumah sekitarnya.  Setahu saya beliau menggunakan mobil kijang. Waktu beliau menjabat rektor IKIP Surabaya tidak mau mengusulkan guru besar.  Dan baru mau diusulkan setelah tidak menjadi rektor lagi.

Apakah beliau suka bercerita tentang karya tulisnya?  Konon tidak pernah dan bahkan jika ditanya tidak mau menjelaskan.  Terkesan beliau tidak mau atau tidak ingin menunjukkan apalagi menonjolkan karya tulisnya.  Pada hal novelnya dikagumi banyak orang dan cepennya memenangkan cerpen terbaik.  Konsisten pada “bidangnya”, produktif, santun dan sederhana adalah ciri Pak Budi Darma yang saya kenal.

Saya tidak begitu mengenal secara pribadi dengan Pak Dahlan Iskan.  Walaupun sesama warga Surabaya, kami tidak punya aktivitas bersama yang intens. Mungkin karena bidang pekerjaannya yang berbeda. Pertemuan juga sangat jarang dan itu biasanya dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.  Seingat saya, saya baru dua kali bertemu dan sempat ngobrol agak lama.  Pertama waktu beliau datang pada acara wisuda Unesa dan yang lain pas makan siang yang saya lupa tempatnya.  Pengetahuan tentang sosok Pak Dahlan lebih banyak saya dapat dari alumni Unesa yang bekerja di Jawa Pos atau karyawan Jawa Pos Group yang saya kenal.  Tentu juga lewat tulisannya di berbagai media dan buku.

Pak Dahlan Iskan, setahu saya “protolan IAIN” di Kalimantan yang tidak sempat lulus karena keburu menjadi wartawan dan kemudian harus ke Surabaya untuk memimpin Jawa Pos.  Saya yakin beliau pebelajar yang hebat, terbukti dengan bekal pendidikan seperti itu mampu memimpin dan mengembangkan Jawa Pos, mulai dari koran yang hampir mati menjadi kelompok usaha yang beraneka ragam.  Dan akhirnya menjadi Dirut PLN dan kemudian menjadi Meteri BUMN.   Lulusan Madrasah Aliyah dan protolan IAIN sukses memimpin peruasahaan dan menjadi Menteri BUMN.

Saya mencoba mencermati dan menanyakan tahapan beliau mengembangkan Jawa Pos. Ternyata sangat menarik.  Konon, ketika koran Jawa Pos sudah berkembang, mulailah membuat percetakan yang kemudian menjadi penerbit.  Mengapa karena percetakan merupakan salah satu titik krusial dalam penerbitan koran.  Setelah itu mulai membuat pabrik kertas, karena kertas adalah bahan dasar koran.  Selanjutnya mendirikan power plant (pembangkit listrik) sebagai sumber tenaga pabrik kertas.  Selanjutnya membuat koran lokal (Radar dan koran lokal di berbagai daerah) dan TV lokal.  Pemahaman saya beliau konsisten dengan usahanya dan mengembangkan usaha pendukungnya.

Dalam satu tulisannya, Pak Dahlan mengatakan salah satu kunci usaha adalah fokus pada usahanya.  Orang dikatakan fokus kalau sudah bermimpi tentang usaha yang ditekuni.  Kalau belum berarti belum menyatu dengan denyut nadi perusahaan dan itu artinya belum fokus. Begitu kira-kira nasehatnya.  Pak Dahlan juga bercerita sering mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya.  Hanya saja orang tidak tahu, sehingga yang tampak hanya yang berhasil saja.

Ketika datang ke wisuda Unesa, beliau naik kijang dan ditemani seorang cucunya yang kira-kira kelas 2 SD.  Beliau cerita tadi langsung dari Jakarta tetapi sudah sempat sarapan sate di Rungkut.  Seperti biasa berbaju putih dengan lengan digulung.   Saya sempat merinding ketika Pak Dalan tersendat pidatonya dan mengatakan terharu karena tidak sempat mengikuti wisuda selama hidupnya.  Pidatonya pendek, tetapi sangat berisi untuk memotivasi wisudawan.  Cerdas, penuh gagasan terobosan, gigih, sederhana dan inspiratif.  Itulah sosok yang saya tangkap dari Pak Dahlan Iskan.

Saya mengenal Pak Mohammad Nuh sejak awal tahun 1990an.  Waktu itu Pak Nuh masih sebagai dosen muda di PENS ITS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya).  Saat beliu menjabat sebagai direktur PENS saya sering datang dan biasanya setelah magrib.  Biasanya kita diskusi dengan pendidikan.   Kebiasaan itu terus berlangsung saat Pak Nuh menjadi rektor ITS dan menjabat sebagai Ketua ICMI Jawa Timur.  Kalau diskusi tentang pendidikan, apalagi tentang guru biasanya memanggil saya dan mengatakan kalau itu urusan Pak Muchlas.

Pada tahun 2009, hari Kamis minggu pertama setelah Idul Fitri Pak Nuh menilpun.  Waktu itu beliau menjabat sebagai Menteri Kominfo.  Saya diminta datang ke Kominfo besuknya untuk makan siang, karena Bu Nuh masih di Surabaya.  Sehabis sholat Jum’at saya datang.  Setelah makan siang, diajak ke ruang rapat bersama Pak Son Kuswadi dan Pak Alkaf.  Kita diskusi tentang Pendidikan.

Sepertinya beliau belum puas karena saya tidak membawa data.  Oleh karena itu, minggu berikutnya saya datang dan mengajak Pak Agus Sartono (waktu itu sebagai Kepala Biro PKLN, sekarang menjadi Deputi di Menko Kesra).  Kami diskusi panjang lebar.  Nah, di akhir diskusi Pak Nuh mengatakan berguna alhamdulillah, paling tidak ini penting untuk mengembangkan pendidkan di sekolah masing-masing.

Nah begitu pak SBY mengumumkan susunan kabinet, ternyata Pak Nuh ditunjuk menjadi Mendiknas.  Saya kaget dan komentar, lha kalau begitu kemarin itu “kulakan”.  Sayapun kontak Pak Agus Sartono dan menyampaikan komentar itu.  Dan kami saling tertawa.  Kami saling berkomentar, berarti saat itu Pak Nuh sudah tahu kalau akan menjadi Mendiknas.  Dan saya gembira, walaupun beliau doktor Elektromedik, perhatiannya lebih banyak tertuju pada pendidikan.

Karena teman lama, saya sering bepergian dengan Pak Nuh.  Kesan saya orangnya sangat sederhana.  Kalau makan memilih ke warung biasa dan bukan restoran besar.  Beberapa tempat makan favoritnya antara lain soto daging depan SMA 5 Surabaya, soto ayam Cak Har, warung Ampel dekat Kotamadya, bebek Sinjai Bangkalan, warung Kaliutik Lamongan, rumah makan Sederhana Mojokerto.  Yang juga menjadi favoritnya adalah ayam bakar Nayamul di desa Benciro.  Senangnya duduk bersama pembeli lain dan tidak mau ketika dipesankan di ruang khusus.

Kesan saya setelah sekian lama bergaul dengan Pak Nuh, sederhana, istiqomah, cerdas dan pebelajar yang baik.   Suka menolong dan sangat perhatian kepada orang lain.  Bekerja dengan penuh keikhlasan, sehingga seakan tidak memiliki beban.  Ketika ada “hantaman kiri kanan” Pak Nuh memberi metaphora, nabi itu ada yang hidup terkenal dan dihormati banyak orang seperti Nabi Sulaiman, tetapi juga ada yang penuh “penderitaan” seperti Nabi Ayub.  Kita jalani saja dengan ikhlas, mungkin kita sedang berperan seperti Nabi Ayub.

Semoga kita dapat belajar dari tiga orang penting tersebut.  Saya yakin generasi mudah perlu mengenal sosok ketiga orang tersebut lebih dalam, sehingga dapat memetik pelajaran dari perjalanan hidupnya.

Tidak ada komentar: