Minggu, 18 Agustus 2013

BELAJAR DARI DIALOG SILATURAHIM ICMI (2)

Seperti saya sebutkan di tulisan terdahulu, Halal Bil Halal ICMI Jatim dihadiri oleh 250an orang yang kebanyakan para senior.  Mereka itu tidak hanya dari Surabaya, tetapi ada yang dari Malang, Tulungagung, Bojonegoro dan sebagainya.   Mas Ismail Nachu menyebut mereka itu sebagai orang yang ikut melahirkan atau mengikuti kelahiran ICMI sejak tahun 1990an. Karena sesame senior tentu mereka sudah aling akrab satu dengan lainnya.  Oleh karena itu pertemuan menjadi gayeng, diselingi canda khas teman lama.

Dari situasi silaturahim dan kelakar yang banyak muncul, saya menangkap betapa akrabnya mereka.  Tampak sekali emosi pertemanan diantara yang hadir.  Oleh karena itu muncul usulan hendaknya silaturahim dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan yang konkret.  Misalnya dalam bentuk pertemuan periodik untuk memikirkan hal-hal yang terkait dengan keumatan maupun kebangsaan.  Jika mungkin akan lebih baik jika dapat ditransformasikan menjadi kegiatan-kegitan yang nyata. 

Mendengar usulan itu, saya jadi teringat apa yang kami diskusikan pada saat berbuka puasa bersama di rumah saya tahun lalu.  Pada saat itu hadir Pak Wawan Setiawan, notaris senior yang sudah pensiun dan yang banyak teman-teman mudadi kalangan pengurus ICMI.  Waktu itu terlontar gagasan bagaimana memaknai konsep jama’ah yang tidak hanya dalam aktivitas sholat, tetapi juga dalam kehidupan kemasyarakatan.

Karena yang hadir waktu itu teman-teman muda dan ICMI sedang bersemangat mencetak 10.000 orang saudagar muslim, timbul gagasan bagaimana memadukan dua karateristik anggota ICMI.  Di ICMI banyak teman profesional yang mapan, misalnya dokter, notaris, banker dan sebagainya.  Mereka itu sangat sibuk dengan profesinya dan tentu memiliki penghasilan cukup baik.  Kasarnya tentu teman-teman seperti punya simpanan yang mungkin ditabung dalam berbagai bentuk.  Di pihak lain, banyak teman-teman muda yang baru merintis usaha, sehingga memerlukan modal.  Mungkinkah dua potensi itu “disambungkan?”.

Anggota ICMI memiliki profesi yang sangat beragam, misalnya dokter, insinyur, politisi, guru/dosen, pengusaha, notaris, pengacara dan sebagainya.  Mereka pada umumnya menjadi aktivis di berbagai organisasi sosial.  Jadi ICMI seakan menjadi “jembatan” bagi mereka yang memiliki profesi berbeda dan atau aktif di organisasi berbeda.  Pertanyaannya bagaimana “jembatan” itu tidak sekedar setahun sekali, tetapi menjadi “jembatan” yang dapat dilewati setiap saat.  Sekali lagi itu memperluas konsep jama’ah yang tidak sekedar dalam arti sholat.

Untuk memulai merintis penyambungan tersebut, pesan Mas Misbahul Huda perlu mendapat perhatian.  Dalam berbagai kesempatan, termasuk saat menjadi pembicara saat halal bil halal ICMI Jatim, Misbahul Huda menyebutkan bahwa integritas merupakan salah satu faktor penting dalam dunia usaha.  Menurut saya, tidak hanya dalam bidang usaha, dalam segala bidang integritas sangat penting.  Dengan integritas yang baik, orang akan dapat dipercaya dan akan memegang amanah.

Keinginan menyambungkan mereka yang saling memerlukan dan membuat jembatan penghubung antar profesi dan atau bidang keahlian itulah yang menjadi pekerjaan rumah pengurus ICMI Jatim.   Hubungan emosional yang masih “membara” harus dimanfaatkan sebagai momen.  Jika sambungan dan jembatan itu dapat dibentuk maka silaturahim yang selama bersifat di permukaan dapat berubah menjadi jejaring yang kokoh.  Semoga.

Tidak ada komentar: