Kamis tanggal 23 Juli
2015 saya diundang oleh SMA Al Huda Tuban.
Sudah tidak berani menyopir jauh, maka saya ikut mobil Bu Lutfi dan
janji berkumpul di Pascasarjana Unesa.
Hampir jam 7, Bu Lutfi sudah menilpun, pada hal saya baru keluar
rumah. Sebenarnya saya tahu kalau
janjiannya jam 7 di Pascasarjana, tetapi pagi itu saya asyik ngudang Freya jadi
lupa kalau jam 7 harus sudah di Pascasarjana.
Untunglah perjalanan
lancar dan pas di trafic light Giant
Margorejo lampunya hijau sehingga saya tidak perlu menunggu dan berjalan
terus. Di perlintasan rel kereta Jl
Ketintang kendaraan juga kosong, sehingga saya juga dapat melaju dengan
lancar. Alhamdulillah pukul 07.08 saya
sudah sampai Pascasarjana, sehingga terlambat tetapi hanya sekitar 8 menit.
Bu Lutfi dengan
disopiri Mas Nanang sudah menunggu, sehingga kami langsung berangkat ke
Tuban. Perjalanan sangat lancar,
sehingga walaupun mampir sarapan soto di Lamongan kami sampai di tempat acara
sekitar pukul 10.05. Untung Bu Lutfi sudah pesan, sehingga acara sudah dimulai
oleh Kyai Mundir. Kami dapat memulai
bagian kami tepat pukul 10.15. Alhamdulillah.
Acara itu merupakan
pembekalan awal bagi para guru SMA Al Huda yang baru mulai menerima siswa baru
tahun ajaran 2015/2016 ini. Jadi semua
gurunya guru baru di sekolah tersebut, walaupun beberapa orang sudah pernah
mengajar di sekolah lain. Kepala SMA Al Huda, Pak Masruri adalah guru SMAN 2
Tuban dan alumni S2 Pendidikan Sains Unesa.
Ada 17 orang guru yang
ikut workshop singkat itu. Ketika saya
dan Bu Lutfi masuk ruangan, peserta sedang mengenalkan diri. Tampaknya
perkenalan penting, sebab mereka yang baru pada acara itu saling bertemu,
karena merupakan hari pertama kerja di SMA Al Huda untuk tahun ajaran
2015/2016. Saya mencermati, ternyata
latar belakang pendidikannya beragam. Ada yang dari Unesa, UM, UIN Sunan Ampel,
UIN Malang, Mesir dan sebagainya.
Kecuali kepala sekolah (Pak Masruri) semua guru tampak masih sangat
muda.
Tugas saya dalam acara
itu adalah memberi penjelasan singkat tentang Project Based Learning, sebagai penyiasatan kurikulum yang berlaku
di Indonesia. Saya mengawali penjelasan
bahwa tugas guru dan sekolah itu sebenarnya sangat berat. Orangtua menyerahkan anaknya selama 3 tahun
(karena jenjang SMA) dan membayar cukup mahal, dengan penuh harapan agar
anaknya memdapatkan bimbingan yang baik, sehingga sukses hidupnya di kemudian
hari. Bayangkan apa komentar atau lebih
tepatnya gerutuan orangtua, jika ternyata guru/sekolah tidak mampu memberikan
bekal sukses tersebut. Bisa-bisa
orangtua mengumpat dengan sumpah serapah, walaupun tidak disampaikan langsung.
Pada hal, kalau kita
cermati kurikulum kita tidak sepenuhnya inline dengan tuntutan sukses hidup di
era digital ini. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Kurikulum di Amerika Serikatpun banyak
dikritik orang, karena dinilai tidak mampu menyiapkan anak-anak untuk
menghadapi era digital. Menurut pada
ahli, kemampuan penting yang diperlukan di masa depan adalah memecahkan masalah
secara kreatif. Bahwa itu memerlukan
memerlukan kemampuan lain yang terkait dengan matapelajaran tentu betul, tetapi
kemampuan itu harus berujung pada penggunaan untuk memecahkan masalah
kehidupan. Dan itulah yang kurang dalam
kurikulum kita saat ini. Siswa tidak
memiliki kesempatan menggabungkan berbagai matapelajaran untuk memecahkan
masalah.
Project Based Learning
(PjBL) saya dorongkan diterapkan di SMA Al Huda unuk menyiasati masalah
tersebut. Siswa tetap mengikuti
kurikulum yang berlaku, dengan catatan materi yang overlap antara matapelajaran
dihilangkan. Materi yang diyakini siswa dapat mempelajari sendiri juga tidak
perlu diajarkan. Di samping itu kepada
siswa diberikan kesempatan/penugasan mengerjakan proyek, yang: (1) kontekstual
dengan lingkungan dan kemampuan siswa, (2) mencakup atau gabungan dari semua
matapelajaran yang dipelajari, (3) dikerjakan dalam kelompok untuk melatih
kerjasama, (4) diberikan penekanan pada pemecahan secara kreatif, dan (5) siswa
mempresentasikan gagasan dan penyelesaikan proyeknya.
Nah, setelah diskusi
tentang PjBL selesai, saya “menantang” para guru muda itu, beranikan membuat
target capaian SMA Al Huda, misalnya setelah 5 tahun nanti, lulusan SMP di
Tuban mendaftar ke SMA Al Huda dan baru kalau tidak diterima mendaftar ke SMAN
1 Tuban. Mendengan itu, para guru muda
itu seperti terhenyak tetapi menjadi tertantang. Saya tambahkan, SMA Al Huda dapat dikatakan
unggul kalau dapat mengalahkan SMA terfavorit di Tuban dan itu dapat mudah
diukur pada saat pendafara siswa baru.
Saya mengajar
mendorong para guru muda itu membuat target capaian pengembangan SMA Al
Huda. Mereka harus berani membua target
seperti itu, sehingga menjadi arah sekaligus penyemangat dalam berkerja dan
berkarya. Nah, jika tidak berani
menarget dalam 5 tahun ya 6 tahun atau bahkan 10 tahun. Yang penting punya target, yang tentu saja
harus menantang tetapi juga realistik.
Dari target jangkan
panjang itu dapat dibuat target tahunan.
Misalnya kalau pada tahun ke 5 sudah menjadi pilihan utama lulusan SMP
di Tuban, apa target tahun ke-4, tahun ke-3, tahun ke-2 dan akhir tahun
ke-1. Selaman bekerja dan berkarya. Jadilah orang mulia karena karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar