Sudah lama saya tidak
ke Korea Selatan, sehingga ada keinginan untuk kesana. Apalagi setelah membaca buku tentang Samsung
yang sekarang merajai barang-barang elektronik DI Indonesia. Oleh karena itu begitu Kemdikbud menawari untuk
ke Korea Selatan saya langsung mau.
Lebih lagi ke Korea akan berkunjung ke KRIVET (Korean Research Institute
for Vocational Education and Training), sebuah pusat riset untuk pendidikan
kejuruan yang merupakan bidang yang selama ini saya tekuni.
Jadwal semula ke Korea
Selatan tanggal 29 Agustus s.d 3 September 2016, tetapi karena urusan surat
ijin yang belum beres akhirnya digeser menjadi tanggal 31 Agustus s.d 5
September 2016. Kami berangkat ber-enam,
Pak Samsul Bachri dari ITB, Bu Puji, Mas Herdi, Mas Bayu-ketiganya dari Kemdikbud,
Mbak Eka dari Setkab dan saya sendiri.
Perjalanan diatur oleh sebuah biro perjalanan, sehingga kami tinggal
berangkat saja.
Kami terbang
menggunakan Korean Air, semacam Garuda-nya Korea Selatan. Karena sudah beberapa kali saya naik Korean
Air, semula saya tidak begitu tertarik untuk memperhatikan ini dan itu. Yang saya ingat hanya pramugarinya yang
biasanya berkulit putih mulus dengan mengenakan pita kaku agak besar berwarna
abu-abu dan dibentuk mirip simbul anti aids.
Namun ketika boarding, masuk dari gate
menuju pesawat kami disambut oleh petugas berwajah Korea mengenakan batik
berwarna toska dan mengucapkan “selamat malam” dengan sedikit membungkuk. Sederhana tetapi memberikan kesan sangat baik
bagi penumpang.
Sebenarnya saya
memesan agar dipilihkan tempat di lorong agar kalau ingin pipis malam-malam
tidak mengganggu penumpang lain. Namun,
katanya penumpang penuh dan kami check in agak lambat, sehingga saya mendapat
nomor kursi 47-A, yang berarti di dekat jendela. Apa boleh buat, ya diterima
saja dengan berdo’a mudah-mudahan tidak terasa pipis di tengah malam. Untuk itu, menjelang naik pesawat sengaja
saya pipis di toilet bandara.
Begitu pesawat take
off dan sudah stabil serta lampu tanda pemakaian sabuk pengaman dipadamkan,
pramugari segera keliling menawarkan minuman (air atau jus jeruk). Tidak lama lagi dibagikan kacang dan tidak
lama lagi makan malam dibagikan.
Normal-normal saja, seperti penerbagan pada umumnya. Saya tidak makan, karena sebelum boarding
sudah makan nasi lamak di Town House restorant.
Saya segera tidur,
karena besuk pagi begitu tidak dibandara Incheon akan langsung mulai
kunjungan. Maunya biar paginya badan
cukup segar karena sudah tidur cukup. Namun seperti biasanya, saya tidak dapat
tidur nyenyak karena sambil duduk. Nah,
saat terbangun itulah saya melihat pramugari keliling melihat penumpang. Begitu
tahu saya terjaga, pramugari menawari minum. Hebat, pelayanan baru dan sangat
baik. Bukan karena haus dan dapat
minuman, tetapi setahu saya layanan semacam itu hanya dilakukan oleh Singapore
Airlaine (SQ). Sekarang Korean Air juga
melakukan. Perbaikan layanan yang
menyenangkan penumpang.
Pukul 03.30an saya
terbangun dan sudah tidak ngantuk sehingga mulai menuliskan naskah ini. Ternyata semalam saya lupa menutup penutup
jendela, sehingga ketika langit mulai terang pramugari minta agar penutup
jendela diturunkan agar penumpang tidak terbangun. Meminta menurunkan penutup jendela dengan
sopan, sambil menawari minuman. Tentu
saya mau dapat minuman pagi-pagi sambil mengotak-atik laptop.
Jadilah sambil menulis
naskah ini, saya menikmati minuman pagi hangat. Sebenarya perut agak lapar,
karena tidak makan malam di pesawat. Ya,
terus saja menulis sambil menunggu saatnya diberi sarapan pagi. Saya kaget, ketika menyadari pesawat mulai
menurun dan pilot mengumumkan kalau pesawat decending (menurun) menuju bandara
Incheon. Kok belum diberi sarapan? Apa
tidak ada sarapan pagi di Korean Air?
Dan betul, sampai pesawat landing penumpang tidak diberi sarapan,
seperti lazimnya penerbangan malam hari.
Sampai menyelesaikan naskah ini, saya tidak mendapat penjelasan mengapa
begitu. Apa aturan sekarang seperti itu
ya.
Ketika mendarat, saya
langsung bilang ke Mbak Nurul dari travel yang mengurus kami, kalau saya
lapar. Sambil tersenyum beliau bilang,
selesai imigrasi kita dapat sarapan.
Ternyata, pengurusan imigrasi cukup lama-hampir 90 menit, sehingga tidak
waktu cukup untuk sarapan di restoran. Akhirnya
pihak travel membeli sarapan take away. Jadinya kami makan burger di mobil
sambil meluncur ke acara pertama di Incheon National Maritime High School untuk
belajar apa yang disebut dengan Meister School.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar