Lima hari berada di
Seoul saya menadapat suatu pelajaran yang menarik, yaitu bagaimana Korea
Selatan mengoptimalkan produk lokal. Tidak jelas siapa yang melakukan dan
bagaimana awalnya, tetapi sangat terasa semua produk lokal dikemas dengan baik
dan dipasarkan dengan canggih pula.
Produk lokal yang ditawarkan beraneka ragam, mulai dari ginseng yang selama
ini dikenal sebagai trade mark Korea, sampai berbagai jenis makanan.
Ketika mengunjungi
sebuah penghasil suplemen dari ginseng, kami agak terkejut. Gedungnya sangat
bagus bahkan dapat dikatakan mewah.
Begitu datang, kami disambut seorang wanita muda dengan usia sekitar
akhir 20an atau awal 30an dan pandai berbahasa Indonesia. Ternyata dia memang orang Indonesia. Oleh petugas tersebut kami diajak keliling
melihat foto-foto besar yang menunjukkan bagaimana bentuk tanaman ginseng dan
bagaimana menanamnya. Di suatu sudut
juga dipajang tanaman ginseng yang konon berusia 6 tahun dan diawetkan akan
sebuah bejana berisi arak. Wanita tadi dengan sangat fasih menjelaskan.
Terakhir kami dibawa
masuk ke dalam suatu ruangan yang sangat indah.
Di dalamnya sudah menungu seorang pria muda dan wanita muda
lainnya. Keduanya juga fasih berbahasa
Indonesia. Ketiganya, kemudian secara
bergantian menerangkan berbagai produk yang dijual dengan penjelasan sangat
baik tentang kasiatnya. Tampak sekali
mereka sangat terlatih, berpenampilan bagus dan dilengkapi dengan peralatan
lengkap, sehingga kami yang mendengarkan sangat terkesan.
Ginseng yang
ditawarkan sudah berupa produk olahan dengan kemasan sangat baik. Pada hal, tahun 2008an saat saya ke Korea
Selatan saat itu, ginseng banyak dijual masih berupa ginseng mentah, ginseng
goreng, ginseng yang direndam di cairan tertentu. Jadi sekarang sudah jauh
berbeda. Yang juga mengherankan produk suplemen ginseng dijual dengan harga
dolar Amerika, sehingga mengesankan produk bertaraf internasional. Orang yang semula tidak tertarikpun dapat
menjadi tertarik, dengan situasi seperti itu.
Produk suplemen kedua
yang kami kunjungi red pines (pinus merah). Persis seperti di produk ginseng,
gedungnya juga sangat mewah. Kami juga
dijemput dan dilayani oleh wanita muda dari Indonesia. Bahkan di toko yang memproduk red pines,
pengunjung diajak mengetes kondisi pembuluh darah. Mengapa? Karena keunggulan suplemen red pines (konon)
membersihkan kerak/plag kolesterol yang menempel dalam pembuluh darah. Caranya, pengunjung diminta menempelkan jari
kelingking kiri (konon yang terdekat dengan jantung), kemudian ditunjukkan
tayangan di layar TV. Tampak ada semacam
batang-batang kecil dan itu dijelaskan sebagai kerak dari kolesterol yang
menempel di dinding pembuluh darah.
Setelah itu, wanita
muda yang melayani kami, dengan sangat meyakinkan melakukan demonstrasi
bagaimana produk suplemen red pines mampu menghancurkan kerak/plag kolesterol
yang menempel di dinding pembuluh darah.
Caranya, dia mencuil foam menjadi butiran kecil-kecil dan dimasukkan ke
dalam gelas berisi air. Setelah itu, ke
dalam gelas tersebut diteteskan cairan suplemen dari red pines. Setelah diaduk ternyata foam tersebut hancur.
Seperti itulah konon suplemen red pines menghacurkan plag kolesterol. Dengan gedung yang mewah, peralatan yang
canggih, suplemen red pines yang dikemas dengan sangat baik, dan ditawarkan
oleh penjual yang terlatih baik, bukan mustahil pengunjung menjadi tertarik.
Siapapun yang pernah
ke Korea tentu mengenal kimchi, karena menjadi makanan pembuka andalan di
Korea. Apapun makanannya, selalu ada
kimchi sebagai pelengkap. Bagaimana
Korea Selatan menawarkan kimchi?
Ternyata pegunjung diajari bagaimana membuatnya. Kami berenam, begitu datang sudah disediakan
enam piring berisi sawi putih dan sambal.
Di sebelahnya diletakkan sarung tangan dari plastik tipis dan celemek
berwara merah. Diawali dengan penjelasan
singkat, kemudian kami dipandu membuat kimchi dan difoto. Tentu kami senang dan bangga mendapat
kesempatan membuat kimchi.
Di tengah rasa senang
dan bangga, kami disuguhi hasil olahan rumput laut. Jadi yang ditawarkan bukan kimchi tetapi
rumput laut. Ada beberapa jenis makanan
olahan rumput laut. Hampir semua
rombongan, termasuk saya membeli.
Harganya tidak mahal, rasanya enak dan ditawarkan ketika hati sedang
berbunga-bunga karena behasil membuat kimchi.
Apakah itu sudah dipelajari dengan pendekatan psikologi pemarasan? Jujur saya tidak tahu. Mungkin teman-teman yang mendalami marketing
yang dapat menjawab.
Karena di Seoul selama
lima hari, temu kami berkali-kali makan. Oleh guide lokal kami selalu diajak
makan khas Korea Selatan, misalnya sop ayam ginseng, ayam babercue ala Korea,
sop jamur ala Korea dan sebagainya.
Restoran tempat makan, cukup sederhana tetapi bersih dan begitu kami
datang, meja untuk kami telah siap dan beberapa menit makanan segera
dihidangkan.
Kami juga
berkesempatan ke toko kosmetik produk lokal Korea Selatan. Di toko itu dijual antara lain kosmetik dari
Lidah Buaya, dari daun teh, dari berbagai tumbuhan lain yang saya tidak
tahu. Juga ada kosmetik dari keong merah
(atau keong emas-saya lupa). Yang
menarik, foto besar bahan kosmetik itu dipajang dan dengan fasil penjual
menerangkan bagaimana proses pengolahan dan tentu terutama manfaatnya. Tentu dengan prinsip “kecap selalu nomor
satu”. Tidak segan-segan beberapa
penjual mengatakan “mengapa kulit wanita Korea putih mulus karena kasiat
kosmetik itu”.
Saya tidak tahu apakah
di rIndonesia penjualan kosmetik seperti Mustika Ratu, Sari Ayu dan sejenisnya
juga seperti itu. Saya juga tidak tahu
apakah kita sudah mengemas rumput laut seperti di Korea Selatan. Saya juga
tidak tahu apakah Indonesia yang sangat kaya jenis makanan dapat dikemas dan
dipopulerkan seperti di Korea Selatan. Yang saya tahu (ini mungkin salah),
produk UMKM kita baru ditawarkan lewat pameran atau stan milik Dinas Koperasi
yang tidak begitu menarik. Makanan kita juga masih dijual secara tradisional. Saya tidak merendahkan bangsa sendiri, karena
saya bangga sebagai bangsa Indonesia.
Namun secara jujur saya mengatakan, tampaknya kita perlu belajar kepada
Korea Selatan bagaimana mempopulerkan produk lokal kita. Saya tidak tahu dan tidak ahli, tetapi saya
menduga Korea Selatan mengoptimalkan produk lokal dengan sungguh-sungguh dengan
rancangan komprehensif dan melibatkan segala potensi (mungkin di
Indonesia-Dinas-dinas). Semoga kita
menjadi pebelajar yang cerdas dan segera mengejar atau bahkan melebihi Korea
Selatan. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar