Selasa, 28 November 2017

GAYA HIDUP MASYARAKAT KITA BERUBAH



TV dan koran memberitakan kalau toko-toko retail sepi pembeli dan bahkan ada toko retail besar menutup beberapa outlet-nya.  Di lain pihak, sekarang jual-beli on line sangat marak.  Rumah saya seringkali menerima paket, ternyata itu barang yang dibeli anak-anak saya. Di mana-mana muncul warung kopi (warkop) yang dipenuhi pengunjung.  Rata-rata warkop memasang spanduk berbunyi “free wifi”. Juga muncul cafe-cafe yang juga dipenuhi pengunjung yang umumnya anak muda. Di dekat rumah saya muncul cafe bernama Tanggal Toea yang selalu penuh mengunjung.

Melihat gejala yang menurut saya agak aneh itu, saya mencoba bertanya kepada anak saya maupun anak-anak muda lainnya.  Saya juga mencoba “menguping”, maksudnya ikut mendengarkan ketika anak-anak muda itu bergerombol.   Saya juga mencoba membaca beberapa tulisan tentang fenomena anak muda zaman sekarang.   Simpulan saya, tampaknya terjadi perubahan gaya hidup.  Gaya hidup generasi muda sekarang ternyata berbeda dengan orangtuannya, seperti saya ini.

Bagi orang-orang seusia saya ke warung atau restoran kalau lapar dan ingin makan. Anak-anak muda sekarang ini ke warkop, cafe bukan untuk makan atau minum tetapi untuk ketemu teman.  Jika ingin bertemu dengan teman-teman, orang seusia saya akan mengunjungi ke rumah mereka.  Anak-anak sekarang tidak.  Mereka tilpun atau wa, janjian bertemu di warkop atau cafe.  Di situ mereka ngobrol berjam-jam, sambil main gaget.  Jadi tujuan utama ke warkop atau cafe bukan untuk minum atau makan, tetapi untuk ketemu dan ngobrol dengan teman.

Semula saya agak sulit memahami.  Memang pola seperti itu biasa bagi orang Barat.  Namun mereka tidak berkunjung ke rumah teman, karena rumah mereka (apartemen mereka) pada umumnya kecil dan tidak memiliki ruang tamu atau ruang duduk yang memadai untuk beberapa orang.  Oleh karena itu mereka lebih senang bertemu teman-teman di cafe.  Nah, apakah rumah anak-anak muda sekarang tidak memiliki ruang tamu yang memadai?  Saya kurang tahu. Tetapi itulah yang saya amati dan dengar dari obrolan mereka.

Apakah betul mal-mal menjadi sepi akibat anak-anak muda lebih senang berbelanja online?  Ternyata tidak.  Mereka tetap saja ke mall, tetapi bukan untuk berbelanja.  Mereka ke mal untuk jalan-jalan dan melihat-lihat barang, tetapi kalau membeli melalui online.  Setelah capek jalan-jalan ujung-unjungnya ke food court.  Itulah sebabnya sekarang hampir semua mall punya food court yang selalu ramai.  Beberapa kali saya ke food court untuk mencari makan, selalu saja kesulitan untuk mendapatkan tempat duduk.  Yang menyedihkan, anak-anak muda itu duduk di food court sangat lama, sehingga beberapa kali saya membatalkan makan di situ karena terlalu lama menunggu.

Beberapa bulan lalu, anak bungsu saya yang tinggal di Jakarta tidak punya asisten rumah tangga.  Pada hal anaknya baru berumur 2,5 tahun dan dia sedang hamil.  Suaminya selalu berangkat kerja pagi-pagi dan pulang jam 21an malam.  Dia sendiri juga punya kegiatan bisnis di rumah.  Lantas bagaimana dia memasak dan memberesi rumah?  Ternyata, untuk makan dia dan suaminya pesan lewat “go food” dan hanya memasak untuk anaknya karena ingin memastikan makanan anaknya bebas bumbu.   Untuk cuci mencuci juga ada yang mengambil pakain kotor da mengembalikan dalam bentuk sudah seterikaan.

Sudah dua bulan ini isteri saya tidak mau membawa mobil ke kampusnya.  Dia memilih naik grab atau gocar atau uber.  Alasannya lebih simpel, lebih mudah dan tidak capek.  Apa betul begitu?  Kalau naik grab dari rumah saya ke kampusnya di derah Sutorejo, taribnya sekitar 15 ribuan atau sama dengan harga 2,5 liter premium.  Pada hal kalau membawa mobil sendiri akan menghabiskan 2 literan premium.  Belum kalau kena macet.  Toh perjalanan dia hanya dari rumah ke kampus pergi pulang dan tidak punya urusan lain.

Saya sering diolok-olok anak saya kalau membeli sesuatu kemudian membayar dengan usang cash, apalagi jika di mall atau toko cukup besar.  Anak saya menggoda, ayahnya “kuno” membawa uang cash cukup banyak karena akan membeli sesuatu.  Sarannya bayar saja dengan kartu ATM atau e-money atau karti credit.  Memang mereka seperti itu kalau membayar sesuatu.  Ketika makan bareng di restoran atau food court saya tidak pernah melihat mereka membayar dengan uang cash seperti ayahnya.

Kalau saya ikut rapat dan antar peserta memerlukan file dari teman lain, sekarang tidak ada lagi menyodorkan flash disk untuk minta file.  Walaupun sedang duduk jejer, file aka dikirim via email.  Alasanya aman dari virus dan bisa mengirim sekaligus untuk beberapa orang.   Jika file besar atau digunakan berkali-kali, file disimpan di web tertentu dan peserta rapat dapa mengunduh jika memerlukan.  Lebih dari itu, saya diajari anak untuk menyimpan file di cloud atau dropbox, sehingga setiap saat dimanapun dapat membukanya.

Tampaknya gaya hidup masyarakat kita sedang berubah.  Apakah itu semua sekedar ikut era digital atau ingin lebih simpel?  Apakah itu semua akan membuat pola hidup kita lebih efisien dan produktif atau justru membuat kita makin malas?  Apakah itu semua membuat hidup kita semakin sehat atau justru mudah sakit karena kurang gerak?  Semoga.

Tidak ada komentar: