Tanggal
9 Maret 2103 Unesa melaksanakan wisuda ke-76. Jumlah
wisudawan 1.515 orang terdiri dari doktor, magister, sarjana dan ahli madya
(D3). Seperti biasanya, upacara wisuda
di Unesa berlangsung sederhana yang cepat.
Agar khitmat, acara dibagi dua pagi antara pukul 8.00 – 11.00 dan siang
pukul 13.00-16.00. Jadi peserta pagi
sekitar 750 orang demikian pula peserta siang hari.
Semua
berjalan seperti biasanya. Kecuali
adanya Bagus Adimas Prasetio. Siapa
dia? Lulusan S2 (magister) program studi
Seni dan Budaya. Kebetulan dia tuna
netra. Sebenarnya sudah sering Unesa
memisuda S1 atau S2 yang berkebutuhan khusus atau menyandang ketunaan. Namun biasanya mereka dari program studi
Pendidikan Luar Biasa (PLB). Namun kali ini, Bagus lulus S2 Pendidikan Seni dan
Budaya dengan IPK 3,43. Judul tesisnya
“Pengembangan Buku Ajar Seni Musik untuk Panduan Guru SLB-A YPAB Surabaya,
Berbasis Pemecahan Masalah pada Materi Pelajaran Piano”.
Saya
tidak sempat berbicang banyak. Saya
hanya sempat bertanya sekilas tentang kegiatannya sehari-hari saat berfoto
bersama. Seperti biasanya, setiap ada
wisudawan penyandang ketunaan saya ajak befoto bersama, setelah acara foto rektor bersama para pemuncak yang
mendapat piagam penghargaan. Selebihnya
saya bertanya tentang Mas Bagus kepada Kaprodi S1 Seni Budaya, Dr. Trisakti.
Dari
pengamatan saya saat bersalaman memberi ucapan selamat setelah Mas Bagus
menerima ijasah dari Asisten Direktur I Pascasarjana (Prof Ismet Basuki) dan
juga saat berfoto bersama. Juga dari dialog singkat sambil foto bersama dan informasi
yang saya terima dari Bu Trisakti, saya menangkap ada dua pelajaran penting
dari Mas Bagus, yang ingin saya bagi dengan pembaca.
Pertama, saya bertambah yakin bahwa Sang Khalik itu Maha
Adil. Mas Bagus yang disatu sisi
dikaruniai tuna netra, di sisi lain dikaruniai kemampuan dalam bidang musik dan
ketekunan serta keuletan yang luar biasa.
Ternyata Mas Bagus adalah pianis handal dan sekaligus mengajar
piano. Judul tesisnya menunjukkan bahwa
dia punya pemahaman yang bagus terhadap proses pembelajaran musik di SLB, apa
masalah yang dihadapi dan bagaimana solusinya.
IPK
3,43 memang tidak istimewa bagi “orang normal” namun sudah termasuk bagus. Namun jika dilihat bahwa Mas Bagus tuna
netra, capaian seperti sungguh sudah sangat istimewa. Secara mudah dibayangkan bahwa kira-kira 60 %
matakuliah mendapat nilai B dan 40 % matakuliah mendapat nilai A. Dapat
dibayangkan bagaimana Mas Bagus mampu mengikuti kuliah bersama teman-teman yang
dapat melihat dan ternyata mampu meraih prestasi yang bagus.
Mungkin
di program studi PLB sudah tersedia bacaan dan fasilitas yang mendukung
penyandang tuna netra seperti Mas Bagus.
Namun di program studi Seni Budaya belum menyediakan. Dengan demikian, secara prinsip Mas Bagus
terpaksa mengikuti kuliah seperti teman lainnya yang dapat melihat. Sekali lagi, jika tidak memiliki kelebihan dia
tentu akan kesulitan.
Kedua, daya juang dan optimisme. Saat
salaman dan dialog singkat saya menangkap semangat juang dan optimisme yang
sangat kuat pada Mas Bagus. Sama sekali
tidak tampak kesan minder atau ragu-ragu pada dia. Ketika salaman menjelang foto bersama dia
memanggil nama saya dengan jelas dan mantap.
Tentu diberi tahu petugas, tetapi cara menyebut nama saya tampak tidak
ada keraguan. Cara menjabat tangan juga
terkesan mantap.
Ketika
saya tanya apa kegiatan sehari-hari, dengan mantap menjawab: “sebagai pianis
dan mengajar piano”. Dari Bu Trisakti
saya mendapat infomasi memang dia sebagai pianis yang handal dan menajar di YPAB. Saya jadi kagum, walaupun tuna netra tetapi
Mas Bagus “bekerja” dan melanjutkan kuliah ke jenjanh S2. Konon tesisnya juga termasuk sangat baik.
Semoga kita dapat belajar kepada Mas Bagus
Adimas Prasetio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar