Bahwa
masjid Nabawi itu besar dan indah rasanya sudah banyak orang yang tahu. Masjid yang dibangun Nabi Muhammad itu semula
kecil dan sederhana, namun seiring dengan banyaknya jamaah yang datang dan
seiring kemajuan teknologi, kini masjid diperbesar, diperindah dan
dipermodern. Halaman yang luas, kini
diberi payung raksana yang dibuka pada siang hari dan ditutup pada malam hari.
Sound
sistem masjid Nabawi, menurut saya sangat bagus. Saya tidak mengerti seperti apa
teknologinya. Tetapi yang saya rasakan,
suara di setiap sudut masjid sama kerasnya.
Tidak keras tetapi suara imam sampai di seluruh pojok masjid dengan
derajat kekerasan yang kurang lebih sama. Tida ada “kemresek”, apalagi ngadat.
Bahwa jamaah masjid Nabawi ribuan bahkan
jutaan orang dapat difahami. Saya tidak
punya informasi berapa rata-rata jumlahnya.
Yang jelas selalu memenuhi masjid yang sangat besar itu. Layanan masjid juga sangat bagus. Di dalam masjid tersedia air zamzam yang
diletakkan di drum-drum kecil. Ada yang
dingin dan ada yang tidak dingin. Kalau
kita haus tinggal ambil gelas plastic yang ada di dekat drum itu, pencel keran
drum, minum dan letakkan gelas bekas ditempat yang disediakan. Kalau pulang juga boleh mengambil air zam-zam
tersebut untuk diminum di penginapan.
Yang
menarik untuk dicermati, lampu-lampu di masjid sangat banyak dan indah. Dan yang mengherankan tidak ada satupun lampu
yang mati. Waktu menyalakan sepertinya
tidak bareng. Ada yang diyalakan
sepanjang waktu. Ada yang dinyalakan
waktu sore (asar) dan pagi (subuh), dan ada yang hanya dinyakan waktu malam
(isya). Namun yang saya lihat saat
dinyalakan semua lampu hidup. Artinya
tidak ada satupun lampu yang dinyalakan tetapi tidak menyala. Entah lampunya mati atau ada kerusakan. Jadi intinya semua lampu menyala, jika memang
dinyalakan.
Saya
juga mengamati, tembok, pilar-pilar dan lantai sangat bersih. Tidak tampak debu yang menempel. Saya beberapa kali bersandar di pilar saat
membaca Al Qur’an dan tiangnya bebas dari debut. Gantungan lampu yang berwarna kuning (konon
dilapis emas) juga tampak bersih mengkilat.
Tidak ada coretan di tembok ataupun pilar. Tembok dan pilar sangat sederhana hiasan dan
tata warnanya, tetapi tampak bersih dan terpelihara.
Untuk
lantai saya mengamati selalu dipel
setiap malam. Saat setelah sholat Isya
dan sebagian besar jamaah sudah pada keluar (jam 22an) robongan alat pembersih
(pengepel dengan mesin) masuk ke dalam masjid.
Petugas vacuum karpet terus bekerja sepanjang waktu. Namun saya tidak tahu kapan pilar-pilar itu
dibersihkan. Dan juga bagaimana dan
kapan lampu dan gantungannya yang jumlahnya sangat banyak itu dibersihkan.
Dalam
hati timbul pertanyaan, bagaimana manajemen pemeliharaan masjid Nabawi ya. Masjid sebegitu besar dengan jamaah ribuan
orang dan tidak pernah terputus. Konon
masjid ditutup jam 23 dan dibuka lagi
jam 03 dini hari. Perilaku jama’ah juga
sangat beragam, karena mereka datang dari berbagai negara. Petugas pembersian sepertinya juga bukan
orang Saudi Arabia. Mungkin orang-orang
dari Afrika atau dari Pakistan dan Banglades.
Saya
yakin ada konsep manajemen pemeliharaan masjid yang bagus dan kemudian
dilaksanakan secara konsisten. Memang
dana tidak menjadi masalah bagi pemerintah Arab Saudi. Tetapi kalau manajemennya tidak bagus saya
ragu apakah uang yang banyak dapat membuat situasi fisik gedung dan sarana
masjid begitu prima. Dengan pula
layanannya. Bagaimana itu dapat terjadi?
Saya
menduga, sekali lagi menduga ada beberapa faktor yang menjadi penopang fenomena
tersebut. Pertama, memang ada tekat kuat dari pemerintah untuk memberikan
layanan terbaik kepada jamaah. Buktinya,
segala keperluan jama’ah selama di lingkungan masjid disediakan dengan kondisi
yang prima. Air minum ada, toilet sangat
bersih, karpet tebal dan bersih, lampu sangat terang untuk membaca di segala
sudut masjid. Bahkan di halaman
disediakan blower yang pada siang hari (waktu panas) keluar semburan air dan
dihembus bolwer. Oleh karena terasa
sejuk di sekitar blower tersebut.
Kedua, ada konsep manajemen yang bagus.
Alur pekerjaan pemeliharaan sepertinya sangat prima. Saya melihat penyedopan debu pada karpet
berjalan sepanjang waktu. Dan sungguh
menarik bagaimana mereka melakukan pekerjaan di saat aktivitas di masjid tidak
pernah berhenti. Hanya untuk pengepelan
sepertinya menggunakan mesin dan dilakukan di malam hari.
Ketiga, tentu didukung dengan dana besar.
Mungkin pemerintah Arab Saudi secara ekonomi juga sangat diuntungkan
dengan kedatangan jamaah. Bayangkan
kalau setipa hari ada 5-10.000 jamaah, berarti turisme yang luar biasa
besar. Apalagi pemerintah Arab Saudi
tidak perlu membuat kegiatan pemasaran untuk jama’ah haji maupun umrah.
Ke-empat, konsep pemeliharaan dan layanan yang bagus tadi
dilaksanakan secara konsisten. Saya
melihat petugas masjid (biasanya disebut askar) tegas. Misalnya setiap selesai sholat, dilakukan
pengaturan jama’ah yang ke raudah. Untuk
dilakukan penyekatan lokasi dengan semacam kain pembatas tebal. Siapapun tidak boleh melanggar aturan
pembatas itu. Demikian juga saat
dilakukan pengepelan lantai atau pemvakuman karpet, semua orang disitu harus
pindah. Saya lihat, pengawas (mandor)
yang mengawasi pekerja juga terus mengontrol pekerjaan anak buahnya.
Kita
perlu belajar bagaimana manajemen pemeliharaan seperti itu. Bukankah di Indonesia terkenal belum punya
tekat untuk menyiapkan dan menangani pemeliharaan. Kita lebih suka membuat saja gedung dan
fasilitas baru, dari pada memelihara yang sudah ada. Semoga kita dapat belajar ke Takmir Masjid
Nabawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar