Kali
ini saya harus menempuh perjalanan sangat panjang untuk pulang kampung. Setelah mengikuti serangkaian kegiatan selama
2 minggu di Amerika Serikat, saya pulang dari Los Angeles ke Surabaya, melalui
Chicago, Doha dan Jakarta. Pesawat
American Airlines yang saya tumpangi take
off dari bandara El Segundo (LAX) Los Angeles Sabtu pukul 10.30 pagi. Disambung dengan Qatar Airways untuk
Chicago-Doha-Jakarta. Dilanjutkan dengan
Garuda untuk Jakarta Surabaya. Saya tiba
di bandara Juanda Surabaya Senin pukul 18.30.
Saya
mencoba menghitung berapa lama perjalanan yang saya tempuh? Dan saya bingung. Sabtu pukul 10.30 sampai dengan Senin pukul
10.30 sudah 48 jam. Senin pukul 10.30 sampai dengan 18.30 adalah 8 jam. Jadi saya menempuh perjalanan 56 jam. Apa betul ya?
Kok lama sekali. Saya coba
membuka 3 tiket pesawat, American Airlines, Qatar Airways dan Garuda, kemudian
menghitung waktu penerbangan dan transitnya.
LAX-Chicago sekitar 4 jam.
Transit di bandara O’Hare Chicago selama 4 jam. Chicago-Doha sekitar 14
jam. Transit di Doha 6,5 jam. Doha-Jakarta sekitar 8,5 jam. Transit di Jakarta 3 jam. Jakarta-Surabaya sekitar 1 jam. Kalau dijumlah 41 jam.
Mana
yang benar ya? Ternyata itu karena perbedaan waktu. Waktu di Los Angeles berbeda 15 jam dengan
Surabaya. Waktu di Los Angeles -8 GMT,
sedangkan waktu di Surabaya +7 GMT. Jadi
waktu di Surabaya itu 15 jam mendahului Los Angeles. Ini kesepakatan yang digunakan. Jadi Sabtu pukul
10.30 saat pesawat saya take off dari
bandara LAX, di Surabaya pukul 1.30
Minggu dini hari. Kok bisa ya? Karena Los Angeles dan Surabaya berada pada
lokasi perbedaan waktu yang dibatasi garis perbedaan waktu. Jadi kesimpulannya, perjalanan yang saya
tempuh 41 jam. Namun seakan-akan 56 jam,
karena perbedaan waktu antara Los Angeles dan Surabaya 15 jam.
Perjalanan
panjang dan beberapa kali transit memberi kesempatan saya untuk mengamati
perilaku penumpang. Pesawat American
Airlines dari LAX ke Chicago, penumpangnya relatif homogen. Hampir semua orang Barat atau orang yang
tinggal di Amerika Serikat. Dapat
dimaklumi karena itu merupakan penerbangan domestik. Perilaku penumpang seperti orang Amerika pada
umumnya. Antre rapi sesuai dengan
grupnya masing-masing. Selama
penerbangan pada umumnya membaca dan baru berdiri setelah pesawat berhenti dan
lampu tanda sabuk pengaman padam.
Pesawat
Qatar Airways dari Chicago ke Doha, penumpangnya didominasi orang Timur Tengah
dan orang Asia Selatan. Terus terang,
saya tidak dapat membedakan orang Qatar, Saudi, Yaman dan sebagainya. Saya hanya menyebut mereka orang Timur
Tengah. Penumpang yang duduk di sebelah saya, saya kira orang Yaman ternyata
orang Qatar. Saya juga tidak membedakan
orang India, Pakistan, Bangladesh dan Srilanka. Saya menyebut mereka orang Asia
Selatan.
Saat
boarding di Chicago penumpang “berjubel” karena mereka tidak antre. Saya dan teman-teman yang termasuk grup 3
tidak dapat masuk ketika grup 3 dipanggil.
Akhirnya saya minta jalan dengan mengucapkan “excuse me” , demikian pula penumpang lain. Tampaknya penumpang pesawat Qatar Airways
Chicago-Doha yang didominasi oleh orang Timur Tengah dan Asia Selatan, belum
memiliki budaya antre.
Ternyata
penumpang asal Timur Tengah dan Asia Selatan itu turun di Doha dan tidak ikut
penerbangan ke Jakarta. Mungkin ada yang
memang bertujuan Timur Tengah atau ada yang ganti pesawat ke tujuan lain. Pesawat Qatar Airways Doha – Jakarta didominasi penumpang orang
Indonesia. Pada umumnya para wanita yang
bekerja di Timur Tengah atau yang biasa disebut TKW.
Sungguh
membanggakan, ketika boarding mereka antre dengan barisan yang baik. Jauh lebih baik dibanding penumpang yang
boarding di Chicago. Hanya saja,
tampaknya banyak yang belum biasa mencari tempat duduk. Jadi banyak yang sudah
masuk dalam pesawat tetapi binggung mencari tempat duduk. Untunglah, pramugari sangat baik dan sabar
membantu.
Kebetulan
saya duduk bersebelahan dengan TKW asal Subang.
Saya ngobrol macam-macam. Yang
juga membuat saya bangga adalah, niat dia untuk menabung dan pada saatnya akan
membuat usaha di kampungnya. Saya juga
sangat senang karena dia sudah terbiasa mengirimkan uangnya lewat bank. Jadi tidak lagi dibawa sebagai uang tunai.
Saat
pesawat tiba di bandara Cengkareng, tampaknya penumpang tidak sabar
menunggu. Ketika pesawat masih berjalan
pelan, penumpang pada berdiri dan bahkan ada yang akan mengambil barang yang
ada di kompartemen atas. Untunglah
pramugari segera mengambil langkah dengan meminta penumpang duduk kembali dan
menutup kompartemen yang terlanjur terbuka.
Saat singgah di bandara Doha selama 6,5 jam saya mencoba mengamati pekerja di bandara. Dari pengamatan itu saya dapat menduga pelayan toko atau restoran pada umumnya orang Filipina. Petugas pembersih bandara umumnya orang Bangladesh. Saya tidak menjumpai orang Indonesia yang bekerja di bandara. Dimanakan orang Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar