Beberapa
hari lalu saya diskusi dengan beberapa pimpinan Unesa tentang rencana
mengadakan out bond bagi pimpinan universitas, fakultas, jurusan dan staf
administrasi mulai kepada biro sampai kepala sub bagian. Tujuan pokoknya untuk memperkuat kebersamaan
dan menyamakan langkah dalam mengembangkan Unesa. Inginnya dalam acara itu dapat mengundang
“tokoh” untuk memberikan pencerahan bagaimana bekerja yang baik. Bagaimana
membuat terobosan. Bagaimana bekerja
tidak sekedar rutinitas mencari penghasilan.
Bagaimana bekerja dapat dijadikan pintu ibadah.
Semula
ingin mengundang Mas Misbahul Huda. Pengusaha
muda dengan segudang jabatan di Grup Jawa Pos.
Harapannya Mas Huda dapat berbagi pengalaman bagaimana berangkat dari
aktivis kampus (yg konon di era Orde
Baru sempat diincar petugas keamanan), kemudian dapat mentransformasikan
idealismenya menjadi motor pengggerak pengembangan anak-anak perusahaan Jawa
Pos. Mulai membangunan percetakan kuno
menjadi sangat modern, membanguan pabrik kertas dan terakhir membangu power plant. Di luar sebagai direktur
beberapa anak perusahaan Jawa Pos, Mas Huda aktif di berbagai kegiatan
sosial. Terakhir saya mendapat informasi
sedang merintis sebuah pesantren modern.
Bagi
yang pernah berinteraksi dengan dia atau membaca bukunya “Orang Desa itu
Militan” akan dapat menangkap betapa semangat juang Mas Huda. Bagaimana kemampuan dia membagi waktu. Dan tentu orang cerdas. Dia ingin betul kuliah di perguruan tinggi
ternama. Namun orangtuanya (guru ngaji
di Takeran Magetan) tidak dapat membiayai untuk les. Dia harus belajar sendiri dari soal-soal tes
masuk Perintis I. Ketika kuliah di UGM “harus puasa Senin-Kamis” agar uang
kiriman cukup. Aktif ikut pengajian dan
organisasi mahasiswa, bahkan sempat menjadi mentor dan penceramah. Namun lulus dari Jurusan Elektro UGM dalam
waktu tercepat dengan predikat cum laude. Tentu kita dapat membayangkan “kualitas Mas
Huda”.
Sayang
sekali ternyata pada tanggal yang sudah dirancang Mas Huda akan ke India. Pada hal semua beliau menyatakan siap. Namun mendadak ada tugas perusahaan yang
tidak dapat digantikan orang lain. Kami
jadi bingung, siapa penggantinya. Kami
berunding dengan tetap mensyaratkan orang yang sudah teruji berhasil
mengembangkan organisasi dengan banyak terobosan. Tidak harus pengusaha. Dapat saja pejabat pemerintahan atau aktivis
organisasi sosial.
Setelah
cukup lama mencari, ketemulah nama Prof. Dr. Imam Suprayogo. Beliau baru saja selesai menjabat Rektor UIN
Malik Ibrahim Malang. Orang yang
berhasil mengembangkan STAIN Malang yang merupakan “anak” IAIN Sunan Ampel
Surabaya menjadi UIN Malik Ibrahim.
Induknya masih bersatus IAIN tetapi anaknya “disulap” P Imam menjadi
UIN. P Imam menyulap kampus STAIN yang
rungsep menjadi kampus yang cukup megah.
Karena
teman-teman setuju mengudang Prof Imam Suprayogo, saya segera menilpun
beliau. Ternyata beliau sedang di Makah,
naik haji. Saya kaget juga, karena”kok
bisa ya”. Ketika saya tanya, dengan
bercanda P Imam menjelaskan. Mau naik
haji itu mudah. Jangan minta urutan ke
Kemenag, nanti lama. Saya datang saja ke
Kedubes Arab Saudi di Jakarta. Karena
sudah kenal malah ditawari apa tidak pengin naik haji. Urusan mudah dan tidak mengurangi jatah orang
Indonesia.
Itulah
Pak Imam Suprayogo yang sangat pandai mencari jalan terobosan. Tidak melanggar aturan, tidak mengganggu hak
orang lain, tetapi tujuan sampai. Beliau
sering menggunakan metaphora, rektor harus boleh menggunakan mobil dan tidak
selalu naik kereta api. Maksudnya, kalau
kereta api itu jalannya pasti dan diantur oleh orang lain yaitu petugas
stasiun. Semua sudah baku dan kereta api
tidak boleh mencari jalan lain. Kalau
mobil, harus tetap lewat jalan raya tetapi dapat mencari jalan terobosan
sekiranya jalan yang biasa dilewati macet.
Maknanya,
rektor yang diberi peluang atau memiliki ruang gerak untuk berinovasi yang
mungkin saja tidak tepat seperti peraturan yang selama ini digunakan. Tetap harus sesuai dengan aturan dasar,
tetapi diberi kemungkinan untuk mencari jalan yang lebih cepat, lebiih efektif,
lebif efisien dan sebagainya. Yang
penting tidak melanggar aturan dasar.
Berbekal
prinsip itulah Pak Imam melakukan berbagai terobosan untuk mengembangkan STAIN
menjadi UIN Malik Ibrahim Malang. Beliau
mampu membina hubungan baik dengan IDB dan beberapa negara di Timur
Tengah. Presiden IDB dan BJ Habibie
bahkan pernah hadir ke UIN Malang. UIN
juga mampu menjalin kerjasama dengan berbagai negara, sehingga punya banyak
mahasiswa asing. Kabarnya UIN Malang
sudah mendapatkan hibah Tanah yang sangat luas oleh Pemkot Batu dan Pemkab
Malang, untuk membuka program studi tertentu yang cocok. Memang lahan tersebut jauh di pedesaan,
tetapi menurut Pak Imam kalau membuka program studi seperti Pertanian harus di
daerah pedesaan. Dengan begitu akan
dapat melahirkan sarjana yang siap bertani dan mencari kerja di kota.
1 komentar:
Luar biasa Prof Muclas. Semoga dapat menginspirasi kita semua. Amien.
From Cartenz HRD
Posting Komentar