Tanggal
2 Oktober 2013 saya diundang untuk hadir di acara Semiloka Pencegahan Korupsi
yang dilaksanakan oleh Pemprop Jatim berkerjasama dengan KPK. Tempatnya di gedung Grahadi Surabaya. Perjalanan Semiloka yang seperti biasanya.
Tidak ada yang istimewa. Dibuka oleh
Sekda Propinsi Jatim, diteruskan sambutan dari BPKP Jakarta dan KPK. Presentasi
dari BPKP Jatim tentang hasil pemeriksaan di Jatim diteruskan dengan tanggapan
oleh beberapa instansi dan Walikota Surabaya.
Yang
justru menarik adalah sambutan yang disampaikan oleh Pak Suwarsono, Penasehat
KPK. Tampak ringan-ringan saja, tetapi
justru menyentak dan menyentuh.
Misalnya, beliau cerita suatu saat bertanya kepada sekretarisnya berapa
nomor fax di kantor. Sekretarisnya ganti
bertanya untuk apa bertanya nomor fax.
Dijawab kalau keluarganya di Jogya akan mengirim fax tiket untuk
pulang. Pak Warsono kaget, ketika
sekretarisnya minta membatalkan niat itu.
Fax kantor untuk keperluan dinas dan tidak boleh digunakan untuk
keperluan pribadi. Walaupun hanya 1
lembar.
Cerita
kedua, beliau ke kantor baik ojek. Rumah
P Warsono di Jogya dan di Jakarta kos. Karena jarak dari rumah ke kantor dekat,
maka naik ojek dan hanya sekitar 5 menit.
Bisanya di tengah jalan berhenti, untuk membeli makan dan dibungkus
untuk sarapan di kantor. Walaupun kedudukannya
sebagai penasehat KPK, tetapi ke kantor naik ojek dan beli makan yang dibungkus
untuk sarapan di kantor.
Cerita
ketiga, saat bertugas ke Bandung dan diantar dengan mobil dinas
pulang-pergi. Saat pulang, P Warsono
diantar sampai kantor dan setelah itu pulang dari kantor naik ojek atau jalan
kaki. Kenapa mobil tidak mengantar
sampai tempat kos? Karena dari kantor ke
tempat kos itu urusan pribadi, jadi tidak boleh menggunakan mobil dinas.
Cerita
ke empat, ketika beliau bertugas ke Purwokerto.
Beliau sudah tahu kalau tidak boleh mampir pulang ke Jogya, karena itu
hari kerja dan biaya ke Purwokerto dibiayai oleh kantor. OLeh karena itu Pak Warsono bertanya kepada
stafnya bolehkah Bu Warsono nyusul ke Purwokerto. Jawaban stafnya tidak boleh, karena hotel
tempat menginap itu dibiayai oleh kantor untuk Pak Warsono yang sedang dinas.
Mendengar
cerita itu, Kyai Abdussomad Buchori, Ketua MUI Jatim yang duduk di sebelah
saya nyeletuk. Itulah sama dengan yang dicontohkan Khalifah
Umar Bin Abdul Aziz. Suatu saat pintu
ruangan Khalifah Umar diketuk dan ternyata yang datang anaknya. Khalifah bertanya, anaknya datang untuk
keperluan negara atau keluarga. Anaknya
menjawab untuk keperluan keluarga. Maka
lampu dii ruang kerja Khalifah dimatikan, karena minyak lampu itu dari
negara. Dan urusan keluarga tidak boleh
menggunakan biaya negara.
Walaupun
disampaikan secara santai dan tentang hal-hal yang tampak sederhana, cerita
tersebut rasanya menyentak. Saya sulit
membayangkan dapat memisahkan secara tegas, mana urusan kantor mana urusan
pribadi dan keluarga seperti itu. Mobil
tidak boleh mampir mengantar ke rumah yang jaraknya hanya 5 menit dari kantor. Tidak boleh ada orang lain yang ikut
menempati kamar hotel, walaupun itu Bu Warsono.
Fax 1 lembarpun tidak boleh, pada hal itu untuk tiket pulang ke Jogya.
Memang
saya pernah mendengar orang yang sudah menerapkan pola seperti itu, yaitu Prof
Mahmud Zaki. Ketika beliau menjadi Rektor
ITS, kalau bekerja sampai sore dan yang dikerjakan adalah urusan pribadi, maka
AC ruangan dimatikan. Konon Ibu Zaki
tidak boleh naik mobil dinas, sehingga pernah jatuh dari angkot.
Apa
yang dilakukan oleh Prof Mahmud Zaki (atas kehendak sendiri dan mungkin
diilhami oleh Khalifah Umar bin Abdul Azis) ternyata dapat dijadikan kode etik
di KPK. Sungguh kebijakan bagus yang
patut diberi penghargaan. Walaupun saya
yakin tidak mudah menerapkan. Dan juga
tidak mudah bagi pejabat dan karyawan KPK untuk melaksanakannya.
Kami
sudah tahu kalau “orang KPK” tidak mau disuguhi, tidak mau dijemput atau
diantar saat datang ke suatu instansi.
Unesa beberapa kali mengundang dan mendapat tamu dari KPK. Abdullah Hehamahuwa (saat itu sebagai
Penasehat KPK) pernah hadir dalam acara pembukaan PKKMB. Mas Dedi dan Mas Rian dari KPK juga beberapa
kali ke Unesa dalam kaitan Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa baru. Namun informasi Pak Suwarsono tetap saja
menyentak.
1 komentar:
Salutt..sangat menyentakk..inspiratif. Sgt berbeda dg pejabat2 di instansi lain yg justru bertindak sebaliknya. Sulit dicari di jaman sekarang. Sayang sekali orang yg bagus spt itu hrs mundur dr KPK, kalau tak salah tahun 2015 krn kriminalisasi pimp KPK Abraham Samad dan BW. Padahal masa tugasnya sampai 2017 ini.
Terima kasih Pak Muchlas Samani.
Posting Komentar