Saya sedikit lega
setelah masalah ijasah palsu tidak lagi menjadi berita hot di koran maupu
televisi. Mengapa? Karena itu sebenarnya menunjukkan wajah
bopeng bangsa ini. Bukan berarti saya
munafik dan tidak mau mengakui wajah bopeng itu, apalagi ingin memecah
cerminnya. Tetapi saya berharap, kita
punya cara bagaimana melakukan operasi plastik agar wajah bopeng itu dapat
diperbaiki, tanpa rame-rame.
Sebenarnya ijasah
palsu itu bukanlah barang baru. Sekian
tahun lalu juga sudah pernah ada kasus serupa.
Seingat saya sekian tahun lalu pernah ada kasus ijasah palsu atau ijasah
asli tapi palsu. Waktu itu pengusutan
berhenti, karena ternyata banyak tokoh dan pejabat yang baik langsung maupun
tidak langsung terkait. Ibarat basah
karena hujan, ada yang basah kuyup karena memang terlibat langsung, tetapi juga
ada yang tampyas karena secara tidak langsung dapat dikatakan terlibat.
Kalau kita telusuri,
ijasah palsu itu identik dengan gelar palsu.
Itulah sebabnya hampir tidak ada ijasah Diploma yang dipalsukan. Yang lebih banyak adalah ijasah S1 dan bahkan
ijasah S2 dan S3. Yang banyak
menggunakan ijasah palsu itu juga bukan anak-anak yang akan mencari pekerjaan,
tetapi mereka yang sudah bekerja. Jadi
ijasah itu lebih untuk memantapkan psosisinya.
Bahkan dalam banyak kasus, yang menggunakan ijasah palsu itu orang yang
sudah mapan (menurut berita ada yang pejabat selevel gubernur, anggota
DPR/DPRD, artis dan penguasaha sukses) sehingga ijasah itu lebih berfungsi
untuk meninggikan gengsi.
Mereka tidak perlu
melakukan legalisir ijasahnya, apalagi minta penyetaraan ke Kemdikbud bagi
ijasah yang diaku diterbitkan oleh universitas negeri. Oleh kaena itu tidak mudah terdikteksi,
karena memang ijasahnya disimpan sendiri secara pribadi. Baru ketahuan ketika ada kasus dan kemudian
disebut oleh lembaga yag pernah mengeluarkan atau oleh orang yang pernah
melihatnya.
Sebenarnya secara
remang-remang masyarakat sekitarnya juga mempertanyakan. Kapan mereka itu kuliah dan di universitas
apa kuliahnya, kok tahu-tahu diberitakan lulus dan mendapat ijasah S1 atau S2
atau S3. Namun karena yang lulus itu
tokoh, orang akan mengira di universitas X dan kuliahnya sambil bekerja. Toh dia pandai, toh dia kaya, sehingga dapat terbang
kesana kemari dengan mudah.
Namun kalau itu
dilakukan oleh tokoh, pejabat dan pengusaha, orang dapat bertanya dimana letak
integritasnya. Jika untuk sekedar
menaikkan gengsi saja, dia mau memalsukan ijasah, tentu penyelewengan sejenis
akan dengan ringan dilakukan untuk hal-hal yang terkait dengan karier dan
pekerjaannya. Banyangkan kalau ada
gubernur memalsukan ijasah untuk menaikkan gengsinya, apakah untuk memuluskan
kariernya tidak juga tega membuat serupa?
Jika ada pengusaha memalsukan ijasah sekedar untuk menaikkan gengsi,
apakah dia juga tidak berbuat serupa untuk memuluskan bisnisnya.
Yang lebih mengerikan
lagi, apa kata anak buah dan bahkan anak cucunya jika tidak tahu secara pasti
atau menduga dengan kuat kalau bosnya atau bapaknya atau kakeknya memalsukan
ijasah? Pada hal dia orang sukses atau
pejabat tinggi. Jangan-jangan, kalau
beliau saja boleh memalsukan ijasah, mengapa saya tidak boleh memalsukan
sesuatu juga? Atau bahkan untuk dapat
sukses seperti beliau, kita harus berani memalsukan ini dan itu.
Apakah betul
sebenarnya masyarakat tahu ada pejabat/pengusaha/tokoh yang memalsukan
ijasah? Di Surabaya ada joke, seorang
Bupati diduga menggunakan ijasah palsu.
Ketika ditanya oleh koleganya, bupati kok ternyata ijasahnya palsu. Konon sang Bupati menjawab enteng, lha kalau
ijasah saya asli mestinya jadi Gubernur.
Si penanya penasaran dan bertanya lagi, kan Bupati harus menjadi teladan
bagi masyarakat, kok memalsukan ijasah.
Sang Bupati menjawab lagi, lha saya memalsu ijasah kan sesudah jadi
Bupati, jadi ijasah saya bukan untuk menjadi Bupati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar