Pagi tanggal 7 Juni
2015 saya diundang Lab School Unesa untuk peresmian Lab School Lidah
Wetan. Saya sangat bahagia, karena itu
sejak awal saya ikut mencita-citakan.
Menurut saya, secara sosiologi daerah Surabaya Barat itu tidaklah
terlalu ideal. Di masa lalu, rumah di Surabaya
Barat itu “njlirit” di kiri kanan jalan Kedurus-Menganti. Bahkan sebagian besar di sebelah utara jalan,
yaitu Babatan, Lidah Wetan, Lidah Kulon dan sebagainya. Di sebelah utara perkampungan itu tanah
tegalan yang tidak subur. Kalau musim
kemarau tampak kering dan umumnya ditanami singkong. Saya tidak ingat pasti perkampung di sebelah
utara tegalan. Setahu saya memang sudah
ada perkampungan di sekitar jalan dari Banyuurip ke Tandes, misalnya daerah
Lontar dan sebagainya. Yang jelas tegalan itu cukup luas.
Di sebelah selatan
jalan Kedurus ke Menganti, merupakan sawah yang ditanami padi. Bahkan ada semacam waduk di daerah itu. Kontur
tanahnya memang miring, bagian utara lebih tinggi sehingga cocok untuk tegalan.
Sementara itu di bagian selatan rendah, sehingga cocok untuk sawah.
Nah ketika pembanguna
perumahan berkembang pesat, tegalan di utara perkampungan itu sekarang menjadi
Citra Land, Pakuwon, Graha Famili dan sebagainya. Sebelah selatan yang dahulu sawah sekarang
menjadi perumahan Prambanan dan kompleks lain yang berderet sepanang jalan dari
Kedurus sampai Jeruk. Oleh karena itu
wilayah itu sekarang menjadi daerah elit dan penuh dengan perumahan kelas atas. Juga muncul kompleks mall kelas atas dan
lapangan golf juga kelas atas. Mobil
mewahpun berseliweran setiap hari.
Bagaimana masyarakat
asli di kampung itu? Tentu ada
perkembangan, tetapi jauh tertinggal dari kompleks perumahan baru. Sawah dan tegalannya sudah menjadi perumahan
dan mall mewah, sehingga tentu pekerjaan petani sudah tidak lagi dapat
dilaksanakan. Bekerja sebagai apa
mereka? Saya tidak punya data, tetapi
dari pengamatan sepintas sebagian besar mereka menjadi pengrajin, buka
warung-toko kecil, dan juga bekerja serabutan.
Seperti cerita lama, masyarakat semacam itu belum mampu mengelola dana
hasil penjualan tanah, sehingga lebih banyak dikonsumsi dan tidak menjadi modal
yang berkembang cepat.
Mengamati itu, saya
teringat sinetron Si Doel Anak Sekolahan, pada pada suatu episot menampilkan
keluarga Si Doel rekriasi di lapangan golf dan di situ Pak Tile nyeletuk, ini
dulu tanah gue. Jadi bukan mustahil suatu saat ada orang datang ke PTC dan di
dalam mall besar itu nyeletuk, ini dulu tanah gue.
Tentu tidak ada yang
salah dalam proses pembangunan itu. Yang
perlu dipikirkan adalah bagaimana masyarakat mantan pemilik lahan yang sekarang
menjadi rumah dan mall mewah itu juga ikut maju. Dari kata mata pendidikan, sudahlah yang tua
biar meneruskan perjalanan hidupnya dengan alamian, tetapi anak-anaknya harus
mendapat pendidikan yang baik, agar segera mengejar ketertinggalan. Itulah yang kami ajukan sebagai argumentasi
ketika Unesa meminta dana pembangunan Lab School di Kampus Lidah Wetan.
Memang sudah ada
sekolah di daerah itu, baik negeri maupun swasta. Namun pengamatan saya, sekolah negeri maupun
swasta di dalam perkampungan lama mutunya belum
bagus. Sementara sekolah swasta
yang ada di perumahan baru umumnya “kelas atas” yang tentu SPPnya mahal dan
tidak terjangkau oleh masyarakat kampung lama.
Lab School Unesa di Lidah Weta diharapkan dapat menjadi jembatan. Mutunya bagus dan dapat terjangkau oleh warga
kampung lama.
Ketika diberi
kesempatan berbicara dalam diskusi, argumen di atas saya sampaikan. Bukan untuk mengatakan itu Lab School Lidah
Wetan adalah ide dan rintisan kami, tetapi sekedar mengingatkan apa tujuan
mendirikan Lab School di Lidah Wetan, walaupun Unesa sudah punya Lab School di
Kampus Ketintang.
Saya juga mengingatkan
bahwa pendidikan bukan sekedar upaya membantu perkembangan anak didik secara
individual, tetapi sekaligus merupakan bentuk rekayasa sosial. Singapura dan Australia adalah dua negara
yang sukses menggunakan pendidikan sebagai bentuk rekayasa sosial. Kita tahu Australia penduduk Australia itu
awalnya para penjahat dari Eropa yang dibuang, tetapi dalam sekian tahun mereka
sudah berubah menjadi bangsa maju. Singapura
di awal kemerdekaan adalah pulau kecil dengan penduduk yang konon bertabiat
buruk, kotor, penjudi dan sebagainya.
Tetapi kini telah berubah menjadi negara maju. Keduanya menggunakan pendidikan sebagai salah
satu lembaga utama pembangunan karakter bangsa.
Bagaimana
langkah-langkahnya? Saya tidak ingin
menguraikan itu. Leih baik pembaca
membuka web berbagai lembaga pendididkan di kedua negara itu dan tentu saja
kementerian yang menangani bidang pendidikan. Semoga kita dapat belajar dan Lab
School Unesa di Lidah Wetan dapat menjadi salah satu bagian pembangunan
karakter bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar