Setelah berkebun siang
hari, sorenya saya dan isteri diajak Kiki belanja ke supermarket Asda. Lokasinya di luar kota, sehingga mesti
menunggu Roy, menantu, pulang kantor dan kemudian berempat pergi
bersama-sama. Setelah makan malam dan
istirahat sebentar, sekitar pukul 20.15 kami berangkat dan sekitar 20.35 sampai
tujuan. Agak lama, karena jalanan padat
meskipun Roy sudah memilih jalan yang tidak terlalu ramai dan untuk itu harus
melingkar.
Super marketnya sangat
besar dan niatnya memang sambil jalan-jalan.
Jadi kami menyusuri hampir setiap lorong supermarket. Saya mendorong kereta di belakang Kiki dan
isteri, sedangkan Roy di belakang saya sambil melihat-lihat dan mengambil
barang yang diperlukan. Barang yang
dibeli pada umumnya kebutuhan rumah tangga, seperti roti, keju, kertas toilet
dan sebagainya. Yang menarik, Kiki menemukan
semacam tempat mandi baby tetapi untuk traveling. Jadi seperti balon (plembungan) dan jka
ditiup bentuknya mirip angsa dengan badannya berupa bak mandi bayi. Segera saja
Kiki dan isteri saya sepakat: “ini cocok untuk Freya, anak Lala, yang baru
berusia 5 bulan”.
Setelah capai
berkeliling dan merasa barang yang diperlukan didapat, kami menuju kasir. Setelah dekat
Kiki bilang: “pa nggak pengin nyoba self check out?”. Saya tidak mengerti dan bertanya: “apa
itu?”. Ternyata itu kasir otomatis,
pembeli membayar sendiri dengan mesin.
Tentu saya ingin mencoba, karena belum pernah tahu. Mengisi bensin sendiri sudah pernah, membeli
minuman dan tiket kereta dengan mesin juga sudah pernah, tetapi membayar dengan
mesin yang baru akan mencoba.
Akhirnya saya
mendorong kereta barang menuju bagian itu. Pertama yang harus kami lalukan adalah
mengenalkan (scan) tas untuk membawa barang ke mesin self check out. Sepertinya
itu untuk data mengecek saat kami melalui pintu keluar. Setelah itu tas ditempatkan ditempat yang
telah tersedia dan setiap barang discan barcode-nya seperti di Indonesia. Setelah selesai, Roy memasukkan karti kredit
di slot dan menekan tombol-tombol seperti biasanya kita membayar di super
market Indonesia. Setelah itu keluar bukti bayar berupa kertas panjang seperti
yang biasa kita terima sesudah membayar di super market.
Secara logika dan
teknologi, sebenarnya self check out tidak sulit dimengerti. Yang saya tanyakan kepada Kiki, kan ada
peluang orang memasukkan barang tanpa discan dulu. Atau ketika discan gagal tidak diulang tetapi
langsung dimasukkan tas. Toh tas sudah
discan dan dikenali oleh mesin. Barang
juga sudah discan tetapi gagal. Apalagi
jika membeli dua buah barang yang sama, tentu sudah tertulis di bukti
pembayaran tetapi untuk 1 buah pada hal yang dimasukkan ke dalam tas 2 buah.
Kata Kiki, di sekitar self
check out terdapat banyak kamera yang merekam perilaku orang dan pikiran
“nakal” seperti itu tidak ada di orang Edinbrugh. Saya jadi teringat pengalaman sekian tahun
lalu, ketika dua hari naik tram di Jerman tidak membayar karena tidak tahu
caranya. Ternyata harus membeli kartu
dan kartu itu discan di pintu masuk.
Saya yang tidak membawa kartu ya masuk saja, tidak ada yang
menghalangi. Ketika saya bertanya kepada
orang Jerman, dijawab: “lha kalau kita tidak membayar, dari mana uang untuk
membiayai operasional tram?”. Jadi
kesadaran orang Jerman dan Edinbrugh sudah mapan. Kesadaran semacam itu yang
perlu ditumbuhkan di tanah air tercinta.
Selesai membayar dan
berjalan menuju pintu keluar, saya melihat petugasnya ada yang tua-tua. Saya
bertanya kok ada pegawai yang tua-tua begitu.
Kata Kiki super market Asda buka 24 jam dan banyak pegawai yang part
time, misalnya hanya bekerja 4 jam sehari.
Mungkin mereka itu yang ingin tambahan penghasilan dengan kerja sambilan
di malam hari. Jam kerja malam hari
lebih mahal, sehingga ada orang yang memilih kerja malam karena gajinya lebih
banyak. Jadi mungkin pegawai tua tadi mereka yang kerja parti time untuk nambah
penghasilan. Kasihan juga, ternyata di
Edinbrugh juga masih ada orang tua yang terpaksa kerja lembur demi mencukupi
kebutuhan hidup.
Pulangnya tidak
melalui jalan saat berangkat, tetapi Roy memilih melalui jalan highway agar
lebih cepat. Saya tidak menemukan pintu
tol tempat membayar seperti di Indonesia dan juga tidak menemuka gate scane
seperti Jepang. Kata Kiki semua semua
sudah dibayar lewat pajak, jadi semua gratis.
Jangankan jalan tol, sekolah sampai perguruan tinggi gratis. Kesehatan
semua gratis. Tetapi pajak sangat tinggi
dan progresif. Makin tinggi gaji makin
tinggi prosentase pajak. Bagi yang gajinya besar pajak bisa sampai 50%. Toh orang tidak mengeluh, karena dengan pajak
itu, semua layanan publik jadi baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar