Saya dengan isteri
tiba di bandara Edinbrugh sekitar pukul 10.30an. Walaupun merupakan ibu kota Scotland tetapi
kota Edinbrugh bukanlah kota yang sangat besar.
Bandara Edinbrugh juga tidak besar, mungkin sedikit lebih kecil dari
bandara Juanda Surabaya. Kondisi bandara
juga tampak sederhana tetapi rapi dan bersih.
Petugas juga tidak banyak dan sangat ramah. Kesan angker sama sekali
tidak terasa.
Edinbrugh memang kota
wisata budaya, mirip Yogyakarta. Apalagi
ini bulan Agustus, sehingga sangat banyak festival dan tentu saja banyak sekali
turis dari berbagai negara. Di pesawat
Turkish yang saya tumpangi, sebagian besar juga turis. Orang yang duduk di sebelah saya sangat
mungkin orang Turki yang tinggal di Edinbrugh.
Dia membaca buku berbahasa Turki tetapi tampak tidak sedang melancong.
Ketika saya membuka-buka paspor, dia melihat kalau paspor saya dua bundel dan
banyak stempel visa. Dia bertanya: “you
travel alot, are you going to see festival?”
Saya jawab: “no, I am visiting my daughter.”
Turun dari pesawat dan
masuk ke bandara, penumpang melalui lorong panjang dan langsung diarahkan ke
gate check imigrasi. Seperti biasanya
loket dibagi dua, loket-loket untuk penunmpang berpaspor EU (Europian Union) dan
lainnya. Sungguh mengagetkan, proporsinya hampir sama. Berarti separoh dari dari penumpang orang
dari luar Uni Eropa. Jadi benar kalau sebagian besar turis yang ingin melihat
festival tahunan yang memang sangat terkenal.
Tentu pemeriksaan
paspor EU lebih cepat, sehingga ketika sudah habis, loket yang semua untuk
pemeriksaan paspor EU dialihkan untuk paspor non EU. Saya termasuk yang terkena pengalihan
itu. Ada petugas masih muda yang masih
muda yang mengaturnya. Ketika saya bilang we travel together, dia menyilahkan
saya dengan isteri maju bersama menuju loket. Nah, petugas imigrasi sepertinya
melihat wajah Asia kami, sehingga bertanya: “how long will you be in
Edinbrugh?”. Saya jawab: “two weeks”. Dia nyambung lagi: “to see festival?”.
Saja jawab lagi: “no, visiting my daughter”.
“she marry to scotish”. Dia
ketawa dan berseloroh “he wear kill”. “have a nice trip and don’t forget to see
festival”. Saya akhirnya menjawab: “I
hope so”. “thank you so much”. Pemeriksaan imigrasi sangat cepat, ramah dan
bahkan disertai dengan sedikit kelakar.
Selesai urusan
imigrasi, berikutnya ngambil bagasi dan pemeriksaan bea cukai. Walaupun penumpang cukup banyak, karena ada
beberapa pesawat, tetapi pengambilan teratur.
Tidak ada yang terlalu maju mendepat ban berjalan. Kopernya banyak yang besar-besar, sehingga
banyak yang mengambil troli. Ketika
koper saya muncul, ternyata yang kecil penariknya rusak. Memang koper lama, mungkin waktu naik turus
pesawat kecantol apa sehingga rusak. Toh
masih ada untuk mengangkat jadi tidak ada masalah.
Koper yang rusak itu
isinya penuh dengan makanan pesanan si sulung, antara lain kripik tempe, sale
pisang kesukaan menantu, trasi, sambel pecel, sambil bu rudi, sambil terasi,
sambel goreng teri kacang, kering tempe, kemiri dan sebagainya. Tentu harus di declare, karena termasuk
barang yang mungkin berisiko. Oleh
karena itu, begitu koper sudah ketemu dan sudah ditumpangkan ke troli
berikutnya mencari jalur untuk declare.
Saya lihat ada panah petunjuk, panah berwarna hijau dengan tulisan no
declare ke arah lurus, sedangkan panah merah dengan tulisan declare mengarah ke kiri. Sayapun mendorong troli sesuai dengan arah
itu. Di depan jendela, saya bilang: “I
want to declare my luggage”. Saya agak
kaget, petugasnya menjawab “you can go that way”.
Saya berjalan
mengikuti pentunjuknya dan didepan saya ada penumpang yang sedang membuka-buka
kopernya disaksikan oleh petugas.
Sayapun mengantre. Beberapa detik
datang petugas perempuan dan bertanya “do yo bring something to declare?”. Isteri saya yang menjawab: “yes we bring
dried fried banana (maksdunya sale pisang), nodle, ....”. Belum selesai isteri saya menjelaskan,
petugas itu berkata: “you may go, it’s ok”.
Saya segera mendorong troli keluar dan itu berarti urusan selesai.
Rasanya sudah
berkali-kali saya mengalami hal mirip itu.
Saat ke Australia beberapa tahun lalu dan saya ingin me-declare bagasi,
petugasnya bilang: “ok, you may go”.
Juga ketika ke Belanda dan men-declare barang, petugasnya bilang: “oh,
Indonesian typical always bring food. Ok you can go”.
Mungkin wajah saya
tidak termasuk wajah mencurigakan ya.
Atau mungin karena saya selalu men-declare barang yang saya bawa, justru
petugas tidak curiga. Atau karena saya
sudah tua dengan rambut putih, sehingga petugas yakin saya tidak mungkin berbuat aneh-aneh?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar