Seingat saya beberapa
tahun lalu saya pernah mengunggah catatan saya ketika berkunjung ke SMPN 2
Marga Tabanan Bali. Waktu itu saya
menemukan banyak siswa SMP yang tidak dapat memahami isi koran yang mereka
baca. Mereka dapat membunyikan tulisan
dapat koran lokal yang saya berikan, tetapi tidak faham apa isinya. Ketika saya
bertanya ini dan itu tentang apa yang tertulis di koran itu mereka kesulitan
untuk menjawab.
Fenomena itu dan juga
informasi sejenis yang kami diskusikan pada pertemuan USAID di Yogyakarta
tanggal 5 Agustus 2015. Kepada beberapa
teman dari IAIN saya mengatakan yang dimaksud “iqra” dalam Al Qur’an rasanya
bukan membaca dalam arti membunyikan huruf-huuf, tetapi memaknai apa yang
terkandung dalam ayat-ayat itu. Bahkan
Pak Quraish Sihab seingat saya yang harus dibaca dalam arti dimaknai atau
difahami tidak hanya ayat-ayat yang tertulis di Al Qur’an tetapi juga apapun
yang tergelar di alam raya.
Kalau menggunakan
terminologi Bloom, membaca harus dimaknai paling tidak sampai C2 yaitu
understanding. Syukur kalau sampai C4
yaitu analisis. Seperti kita ketahui
hasil analisis terhadap hasil UN SMA tahun 2009, 2010, 2011 kemampuan analisis
anak-anak kita sangat rendah. Itu juga
yang menyebabkan hasil PISA kita sangat rendah, karena soal-soal PISA pada
umumnya pada level C4 (analisis).
Pertanyaannya,
bagaimana mengembangkan kemampuan membaca dalam arti memahami dan menganalisis.
Itulah yang menjadi diskusi menarik di Yogyakarta. Memahami sesuatu tulisan sebenarnya
mengandung dua kemampuan, yaitu kemampuan memaknai kata-kata in general dan memaknai substansi
bacaan. Kita dapat menggunakan analogi ketika kita membaca naskah bahasa Inggris. Walaupun dapat berbahasa Inggris, kita akan
kesulitan memahami bacaan jika kita tidak mengerti substansinya. Isteri saya yang lulusan S3 bahasa Inggris
selalu kesulitan ketika membaca buku anak saya yang bidangnya elektronika. Kita yang memiliki bahasa Indonesia sebagai
bahasa sehari-hari, kesulitan memahami bacaan yang substansinya bukan bidang
kita.
Sebaliknya seorang
yang bidangnya Elektronika tetapi tidak dapat berbahasa Inggris tentu juga
kesulitan memahami bacaan Elektronika berbahasa Inggris. Bayangkan guru Biologi yang tidak pernah belajar bahasa Jerman kemudian
diberi buku Biologi dalam bahasa Jerman.
Pasilah guru tersebut akan kesulitan.
Jadi penguasaan bahasa secara umum juga diperlukan untuk memudahkan kita
memahami bacaan.
Apakah dengan adanya
dua kemampuan tersebut harus diajarkan secara terpisah? Inilah yang didiskusinya dengan hangat di
Yogyakarta. Menurut saya tidak harus
dipisahkan atau bahkan sebaiknya diintegrasikan agar lebih efisien. Bahan bacaan yang digunakan sebaiknya yang
terkait dengan bidang studi yang dipeajari.
Seingat saya dalam belajar bahasa Inggris juga ada apa yang disebut
dengan ESP (English for Special Purposes).
Mungkin seperti itulah cara belajar membaca agar sampai tahap memahami
substansi yang dibaca.
Beberapa peserta
diskusi mempertanyakan, bagaimana mengajar anak-anak yang baru belajar
membaca. Bagaimana agar cepat membaca
dalam arti tidak hanya membunyikan tetapi juga mengerti arti apa yang
dibaca. Menurut saya Kurikulum 13 dengan
5 M (mengamati, mempertanyakan, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan) cocok
untuk diterapkan. Membaca dapat
dipadankan dengan mengamati. Mengamati
bukan dari benda tetapi dari tulisan.
Jika anak-anak SD Kelas 1 membaca bacaan tentang kucing, dapat dimaknai
dia sedang melakukan pengamatan tentang kucing.
Tahap berikutnya,
ketika anak sudah selesai membaca mereka dapat didorong untuk mempertanyakan
berbagai hal yang terkait dengan kucing.
Misalnya warna bulu yang aneka ragam, tebal tipisnya bulu, anak kucing
yang matanya tertutup waktu kecil, kucing yang dapat melihat dalam kegelapan,
makanan kucing dan sebagainya. Prinsipnya anak diminta mengajukan pertanyaan
apa saja tentang kucing. Biasanya anak
kecil senang bertanya, sehingga saya yakin anak akan mengajukan banyak
pertanyaan.
Sebaiknya orangtua
atau guru atau kakak tidak menjawab langsung pertanyaan itu, tetapi anak diajak
bernalar. Misalnya, kucing kan tidak
memakai baju. Jadi kucing yang hidup di
negara beriklim dingin perlu punya bulu yang lebih tebal agar bisa menaham
dingin. Tuhan itu Maha Bijaksana,
sehingga menaksirkan kuring di daerah dingin berbulu tebal. Kucing juga harus dapat melihat dalam
kegelapan, karena harus menangkap tikur waktu malam. Jawaban atau arahan jawaban itu diarahkan
agar anak-anak menalar.
Tentu penalaran yang
kita dorongkan disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Misalnya jika anak-anak sudah cukup baik
tingkat kognitifnya, kemampuan kucing melihat di kegelapan dapat diarahkan
dengan mata kucing yang mampu mengatur lensa matanya (mohon maaf saya tidak
faham substansinya, amatan saya jika siang hari lensa mata kucing tampak kecil
tetapi kalau malam tampak besar) Tebal
tipisnya bulu kucing dapat dikaitkan dengan teori evolusi.
Tiga tahapan itu saja
(mengamati, mempertanyakan, menalar) sudah akan membantu anak-anak memahami
sesuatu yang dibaca atau diamati. Jadi
pendekatan saintifik atau yang dulu disebut keterampilan proses, dapat diterapkan
dalam membaca agar anak-anak tidak hanya membunyikan huruf, tetapi membaca
memaknai isinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar