Seperti saya ceritakan
kemarin, tanggal 16 Agustus sore kami warga RT 06 RT 02 Tenggilis Mejoyo
mengadakan malam tirakatan di Hotel Luminor.
Saya ya ikut begitu saja, karena sudah menjadi tradisi setiap tahun. Benar kata orang, sesuatu yang dilakukan
secara rutin akan dikerjakan begitu saja tanpa memikirkannya.
Ketika tiba waktu
makan, kami semua antre di depan ruang pertemuan. Karena di tempat baru, saya sempatkan melihat-lihat
sekeliling sebelum ikut antre. Saat
itulah saya membaca tuisan di lampu dinding “MALAM TIRAKATAN WARGA RT 06 RW
02”. Saya baru ngeh, oh iya ya acara ini
adalah malam tirakatan dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke 70. Pada hal di badrop yang dipasang di belakang
panggungjuga tertulis demikian, tetapi saat di dalam ruangan saya tidak ngeh.
Dalam hati saya
bertanya, acaranya tasyakuran atau tirakatan ya? Ketika di ruangan dan diminta memberikan
sambutan atas nama warga saya menjelaskan makna kita bersyukur atas kemerdekaan
Indonesia dan apa yang dapat kita perbuat untuk mengisinya. Paling tidak
dilingkungan RT kita. Ternyata resminya
acaranya malam tirakatan.
Tirakat dan syukur
tentu maknanya berbeda. Ketika ikut
acara tirakatan semestinya semua peserta tirakat, menahan segala bentuk hawa
nafsu dan memusatkan pikiran untuk memohon sesuatu kepada Yang Maha
Pemberi. Misalnya seseorang tirakat
untuk kesuksesan putra-putrinya. Mungkin ada orang yang selalu tirakat dalam
hidupnya untuk kebahagiaan pada saat dipanggil menghadap Sang Maha Pencipta.
Kalau bersyukur
maknanya berterima kasih atas anugerah yang diterima. Banyak orang yang mengadakan tasyakuran pada
saat anaknya lulus sekolah. Ada yang
tasyakuran setelah pulanh haji dan sebagainya.
Ada yang mengdakan tasyakuran karena menerima jabatan baru, Tetapi juga ada yang tasyakuran ketika
selesai mengemban jabatan. Mensyukuri
nikmat Illahi dengan berbagai cara.
Tetapi intinya sama, yaitu memuji kebesaran Sang Pemberi atas nikmat dan
anugerah yang diberikan.
Jadi acara 16 Agustus
sore itu tirakatan atau tasyakuran ya?
Mungkin dua-duanya. Tasyakuran
karena mengenang kemerdekaan itu merupkan karunia Sang Maha Pencipta. Bukankan dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan
“atas rahmat Allah swt.........”.
Artinya kita mengakui dan memahami kalau kemerdekaan itu bukan
semata-mata hasil perjuangan, tetapi anugerah Tuhan melalui perjuangan para
pejuang.
Acaranya juga malam
tirakatan untuk mengenang jasa para kusuma bangsa yang gugur di medan laga saat
memperjuangkan kmerdekaan negara ini. Tentu
banyak para pejuang yang gugur saat itu dan juga banyak para pejuang yang tidak
sempat menikmati buah kemerdekaan negara yang diperjuangkan. Nah untuk itulah kita tirakat untuk
memusatkan hati dan pikiran untuk mendo’akan para pahlawan.
Mungkin juga kita
tirakat untuk merenung mengapa bangsa yang sudah merdeka selama 70 tahun itu
belum maju-maju. Merenung untuk
melakukan introspeksi diri, apa yang salah dalam perjalanan bangsa ini. Apa
yang dapat dan harus kita perbuat untuk memperbaikinya. Bukankah hari ini harus
lebih baik dibanding kemarin. Bukankah sejarah itu bertujuan agar kita tidak
mengulang kesalahan yang lalu.
Nah kalau itu,
sebaiknya acara tanggal 16 Agustus sore tidak sekedar upacara, nyanyi-nyanyi
dan makan-makan, tetapi ada juga perenungan dan diskusi intens untuk refleksi
diri. Tentu disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta posisi kita masing-masing.
Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar