Tahun
2012, Unesa dan beberapa LPTK lain mendapat kesempatan melakukan analisis hasil
UN SMA selama tiga tahun. Saat itu,
hasil UN 2011 “belum dapat dikeluarkan”, maka yang dianalisis adalah hasil UN
tahun 2008, 2009 dan 2010. Semua
matapelajaran yang di-UN-kan dianalisis.
Tugas menganalisis melaibatkan banyak dosen dari berbagai LPTK.
Tujuan
kegiatan tersebut untuk mengetahui KD (kompetensi dasar) apa yang pada umumnya
tidak dikuasai siswa. Kegiatan tersebut
bertolak dari asumsi bahwa sekolah melaksanakan KTSP dengan baik. Dengan KTSP siswa dapat pindah dari suatu KD
ke KD lainnya jika telah mencapai tingkat ketuntasan tertentu. Pola pikir ini mungkin dilandasi asumsi bahwa
antara KD terdapat prasyarat. Misalnya
anak tidak mungkin dapat belajar KD-Y jika belum menguasai KD-X.
Dengan
pola pikir tersebut, tentunya siswa kelas 3 SMA yang mengikuti UN telah tuntas
seluruh KD. Namun mengapa masih banyak
anak SMA yang mendapatkan skor rendah dalam UN?
Mungkinkah ada KD yang memang “sulit”, sehingga pada umumnya anak SMA
tidak mampu menguasai? Jika KD yang
dianggap sulit tersebut diketahui, maka dapat dilakukan upaya agar siswa dapat
menguasainya.
Analisis
hasil UN dilakukan per-sekolah, per matapelajaran. Dengan cara itu dapat diketahui di SMA
tertentu, matapelajaran tertentu, KD apa yang tidak dikuasai siswa. Dengan demikian untuk matapelajaran itu, di
sekolah itu dapat dilakukan langkah-langkah untuk mengatasinya. Tentu juga dicari agregat daerah bahkan
nasional, apakah ada KD yang memang rata-rata tidak dikuasai siswa. Indikatornya siswa salah dalam mengerjakan
soal UN.
Setelah
mengetahui hasil analisis, khususnya KD yang tidak dikuasai oleh siswa,
peneliti mengunjungi sekolah untuk diskusi dengan guru dan siswa, apakah memang
betul siswa tidak menguasai KD tersebut.
Jika betul apa sebabnya. Tentu
peneliti juga mencermati berbagai variabel yang terkait dan tidak begitu saja
percaya kepada guru dan siswa.
Sebagai
ketua Tim, saya bertugas memantau kegiatan tersebut di Sulawesi Selatan. Saat diskusi dengan para peneliti dan melihat
hasil analisis dokumen UN, saya terkejut.
Soal-soal yang bersifat analisis,
misalnya harus membaca dan menganalisis tabel dalam matapelajaran Kimia,
Biologi dan Ekonomi dan membaca teks pada pelajaran Bahasa Indonesia, siswa
siswa banyak yang salah. Awalnya saya
mengira, kejadian seperti itu hanya pada SMA yang di daerah pinggiran yang
mungkin tidak punya laboratorium. Namun
ternyata terjadi di hampir semua SMA di Sulawesi Selatan.
Ketika
kembali ke Surabaya dan berdiskusi dengan anggota Tim yang memantau ke daerah
lain, ternyata mereka menjumpai hal yang mirip.
Pada umumnya siswa SMA kesulitan mengerjakan soal-soal yang terkait
dengan analisis. Kalau mengacu pada
taksonomi Bloom, siswa hanya mencapai C3 (aplikasi) dan umumnya kesulitan pada
tahap C4 (analisis) dan selanjutnya.
Data
itu sangat mirip dengan amatan saya terhadap soal-soal UMPTN. Sangat sedikit peserta UMPTN yang dapat
menyelesaikan soal IPA Terpadu yang memang
dalam kategori C 5 (sintesis) dan bahkan C6 (evaluasi). Instruktur/mentor di Bimbingan Belajar
(Bimbel) juga membenarkan bahwa umumnya peserta les kesulitan dalam mengerjalan
soal-soal IPA Terpadu.
Keadaan
itu juga paralel dengan hasi PISA dan TIMMS.
Soal dalam PISA dan TIMMS umumnya tergolong pada C4,C5, dan C6. Jarang ada hitung-hitungan, tetapi peserta
dituntut dapat menganalisis fenomena yang diajukan. Jadi hasil yang rendah dalam PISA dan TIMMS,
kesulitan saat mengerjakan IPA Terpadu pada UMPTN, serta ketidakmampuan
mengerjakan soal-soal UN yang berbentuk analisis, merupakan indikator kuat
bahwa kemampuan analsisis siswa SMA kita sangat lemah.
Pada
hal, berbagai studi di tingkat internasional menunjukkan bahwa kedepan yang
diperlukan adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking/HOT)
dan itu identik dengan taksonomi Blomm level C3 ke atas. Itulah yang menjadi tugas para ahli
pendidikan, praktisi pendidikan dan siapa saja yang peduli pada pendidikan. Mengapa itu terjadi dan bagaimana
mengatasinya. Itu lebih penting, dari
pada kita berdebat hal-hal yang kurang penting. Semoga.
1 komentar:
Yth. Bpk Muchlas Samani,
Perkenalkan nama saya Esty Haryani. Saya guru di salah satu sekolah menengah di KalBar yang sedang menyelesaikan master di Science Education. Saya tertarik dengan tulisan bapak ini. Jika bapak berkenan bisakah saya mendapat copy riset ttg analisis hasil UAN karena saya bermasuk untuk mengutipnya di literature review saya. Terima kasih.
Posting Komentar