Seperti
saya tulis kemarin, saya akan menjelaskan mengapa untuk memulai penelitian
level internasional, Unesa perlu bekerjasama dengan
lembaga/universitas/peneliti yang “diakui” dunia internasional. Pemikiran seperti ini bukan baru dan bahkan
sudah saya kemukakan sejak saya menjadi PR4 Unesa dan saya terapkan ketika saya
menjadi Direktur Ketenagaan Ditjen Dikti.
Teori “mobil kijang” berikut perah saya sampaikan saya menjadi Direktur
Ketenagaan di forum PMRI.
Pada
suatu ketika saya diundang oleh Tim PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia). Tempat acaranya di Hotel
Garuda Yogyakarta, tahunnya sekitar akhir 2007 atau awal 2008. Prof. Sembiring yang “memaksa” saya untuk
hadir. Seingat saya waktu itu forumnya
laporan implementasi PMRI. Forum
dihadiri oleh para tokoh PMRI dan para guru yang terlibat dalam program PMRI.
Di
awal paparan, saya menyampaikan fenomena mobil kijang. Semua orang tahu mobil kijang adalah mobil
toyota “milik Jepang”. Rancangan mobil
kijang dibuat oleh Jepang, tetapi dibuat di Indonesia dan muatan lokalnya cukup
besar. Saat itu mobil kijang merupakan
jenis mobil yang paling banyak berseliweran di jalan raya. Dan saat saya ke Philipina, saya menemui
banyak mobil kijang di jalanan dan teman Philipina mengatakan itu mobil yang
diinport dari Indonesia. Ketika saya
tanyakan kepada teman yang bekerja bidang otomotif, memang Indonesia (lebih
tepartnya perusahaan pembuat mobil kijang di Indonesia) mengeksport mobil
kijang ke Philipina dan beberapa negara lain.
Apa
hebatnya fenomena itu? Pada awalnya
Indonesia menerima rancangan mobil kijang dari Jepang tetapi dibuat di dalam
negeri dengan diberi banyak muatan lokal.
Seakan-akan mobil kijang mengandung muatan Indonesia yang cukup besar
dan kemudian kita eksport. Mengapa
tidak langsung dirancang sebagai mobil buatan Indonesia? Saya ragu apakah laku di negara lain, jika
cara seperti itu dilakukan.
Saya
ingat fenomena tahun 1970an, pertama kali keluar sepeda (engkol) buatan China
dengan merek SIMKING. Saat itu semua
orang mencibir, sepeda buatan China jelek tidak sebaik sepeda buatan Eropa yang
sudah mendominasi pasar speda di Indonesia.
Radio buatan Jepang juga pernah dicibir pada awal kemunculannya, karena
sebelumnya dirajai oleh buatan Belanda.
Sekarangpun banyak orang Indonesia lebih percaya produk asing dibanding
buatan dalam negeri.
Bagi
penulis yang sudah terkenal akan sangat mudah memasukkan artikelnya di koran
dan naskah bukunya ke penerbit. Redaktur
koran seringkali hanya membaca sekilas dan segera yakin tulisan itu bagus,
karena ditulis oleh penulis beken. Orang
awam sering membeli gambar atau lukisan bukan karena faham gambar atau
lukisannya bagus, tetapi karena nama besar pelukisnya.
Apa
arti semua fenomena di atas? Nama besar
seringkali membuat orang mudah percaya.
Hal itu dapat terjadi pada suatu produk tertentu atau bahkan pendidikan.
Misalnya “ini mesin buatan Jerman”. “Ini
lukisan Afandi”. “Ini mebel
Jepara”. “Ia doktor teknik lulusan
Jepang”. “Ini temuan dari Amerika” “Jaket ini dibeli di Australian”. Dan
sebagainya. Banyak orang yang merasa
ragu, jika mendapatkan tawaran “mesin ini buatan China”. “Ini lukisan mahasiswa Unesa”. “Ia lulusan universitas X di Indonesia”. “Jaket buatan Bangil” dan sebagainya.
Itulah
menurut saya langkah Toyota atau Asrta memproduksi mobil kijang sangat
jitu. Pada awalnya menggunakan nama
besar Toyota, tetapi dibuat di Indonesia dengan muatan lokal sangat besar. Setelah masyarakat percaya dan banyak
digunakan, kemudian diekspor ke luar negeri. Nama besar Toyota seakan digunakan sebagai
jaminan, sebelum masyarakat merasakannya.
Pola
itu juga cocok untuk pengembangan penelitian.
Jika sekarang Unesa “mengibarkan bendera” penelitian tingkat
internasional, mungkin banyak yang belum percaya. Dapat saja mutunya bagus, namun karena belum
banyak yang mengenal apa itu Unesa dan siapa iu penelitinya. Akibatnya orang tidak mudah percaya. Nah, jika Unesa bekerjasama dengan universitas
atau lembaga penelitian atau peneliti yang sudah dikenal di dunia, hasil
penelitiannya akan lebih mudah diterima.
Nah, jika nama Unesa sudah mulai dikenal atau peneliti Unesa sudah mulai
dikenal, pada saatnya Unesa dapat mengibarkan penelitian tingkat internasional
sendirian.
Cara
seperti itu juga baik diterapkan oleh peneliti muda. Pada tahap awal, lebih baik peneliti muda
bergabung dengan peneliti senior.
Disamping belajar melakukan penelitian yang bermutu, sekaligus
“memperkenalkan” diri di kalangan peneliti lain. Nanti jika sudah beberapa kali namanya muncul
di pentas penelitian (seminar hasil maupun artikelnya muncul di jurnal), baru
mulai “melepaskan diri” dari baying-banyang seniornya. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar