Semula
saya enggan ikut ke Kargoorlie. Memang
ada kampus Western Australia School of Mines (WASM) untuk Departemen Mining dan
Metallurgy. Sekolah Pertambangan
(S1,S2,S3) terbaik di Australia dan konon “sekelas” dengan yang di Colorado
Amerika Serikat. Tetapi jaraknya 600 km
dari Perth kearah timur dan berada di gurun pasir dan menyatu dengan lokasi
pertambangan. Penempatan kampus disitu dengan maksud mendekatkan dengan
industri terkait, agar mahasiswa dapat menggunakan fasilitas yang relevan.
Namun
setelah mendapat penjelasan dari beberapa teman bahwa Kargoorlie merupakan
model pertambangan emas yang sangat baik, saya tertarik untuk ikut. Walaupun harus menunda kepulangan ke
Indonesia dan tidak dapat ikut melihat ujian keterampilan calon mahasiswa
baru. Kami terbang dari Perth jam 10.45
dan sampai di Kargoorlie pukul 11.45. Waktunya makah siang. Namun karena acara cukup padat, jadi kami
tidak sempat makan siang. Untungnya
sarapan di bandara Perth cukup “besar” dan di pesawat dari roti, jadi cukup
untuk mengganjal perut di siang hari.
Dari
bandara kami langsung ke WASM dengan menumpang mobil sewaan dengan sopir
mahasiswa WASM dari Kashmir. Saya duduk
di samping sopir sambil mendengarkan cerita sang sopir, yang dengan semangat
bercerita penderitaan masyarakat di sana.
Tentang itu sudah sering kit abaca, namun yang baru saya dengar adalah
bahwa 20% wilayah Kashmir sudah menjadi bagian dari China.
Di
WASM kami ditemui oleh Prof Stephen Hall, direkturnya dengan beberapa staf
lain. Kita dapat informasi
menarik. Kargoorlie ternyata bukan desert (padang pasir) tetapi woodland. Lahan yang banyak ditumbuhi
pohon, walaupun relatif kecil dan tidak rapat seperti hutan. Jadi seperti lahan yang di sana-sini banyak
pohon setinggi kurang lebih 20 m, dengan diameter pohon hanya sekitar 30
cm. Di sela-sela pohon tersebut tumbuh
semak yang mirip dengan semak di daerah tandus.
Kargoorlie
mulai dibangun awal tahun 1900an, bersamaan dimulainya eksplorasi tambang
emas. Konon sebelumnya juga sudah ada
penduduk asli. Tentunya suku Aborigin. Kami juga berkesempatan melihat sekelompok
mereka duduk-duduk di bawah pohon. Namun seiring perkembangan tambang emas yang
sangat besar, pada akhirnya penduduk Kargoorlie menjadi multi ras dan yang
dominan tentu kulit putih. Namun ketika
melihat data staf pengajar di WASM, ternyata sangat beragam.
Ada orang Jepang, China, India, Timur Tengah. Juga da orang Indonesia, Dr. Adrian, alumni
S1 ITB dan S2, S3 dari perguruan tinggi di Australia. Juga banyak mahasiswa
Indonesia yang studi di WASM. Waktu
jamuan sore kami bertemu dengan mereka.
Ada sekitar 7 orang mahasiswa Indonesia yang hadir.
Wilayah
Kargoorlie ternyata cukup luas dan asri.
Walaupun penduduknya hanya sekitar 22.000 orang, tetapi jarak dari
ujung-ke ujung sekitar 8 km. Perumahan
tertata rapi dengan halaman cukup hijau.
Pertokoan dan fasilitas perbelanjaan juga tersedia. Kami juga menjumpai ada beberapa toko mobil
bekas. Juga da hotel dan beberapa
penginapan. Pada hal, sebelumnya saya
membayangkan Kargoorlie mirip daerah gersang dengan banyak bangunan industri
yang mengerluarkan debu. Ternyata sangat
jauh dari itu. Kotanya bersih dan
cantik. Tampak juga fasilitas hiburan.
Kami
diajak berkeliling kota Kargoorlie dengan ditemani staf WASM bernama
Louis. Dia asli Kargoorlie yang sudah
bekerja di WASM selama 33 tahun, semenjak berusia 16 tahun. Orangnya ramah dan dengan diselingi humor
terus bercerita tentang Kargoorlie.
Misalnya bagaimana dia menikahi anak kepala sekolah tempat di
bersekolah. Juga bagaimana penduduk
Kargoorlie dengan penduduk Bourder yang pada masa lalu tidak mau saling
berkunjung. Mereka dapat saling
berbicara atau bercanda, tetapi tidak berani “melewati garis batas” daerahnya.
Salah
satu lokasi spesial yang kami kunjungi adalah super pit. Sebuah lubang
sangat besar, tempat penambangan emas dilakukan sampai sekarang. Lokasi tersebut juga difungsikan sebagai
obyek wisata, sehingga pengunjung (termasuk kami) dapat melihat aktivitas
karyawan mengeruk batuan dari lubang besar tersebut. Lokasi super pit hanya sekitar 4 km dari
pinggiran kota Kargoorlie. Jalan ke
lokasi juga sangat bagus, sehingga orang mudah kesana.
Dari
lokasi yang diperuntukkan bagi wisatawan, kami dapat melihat lubang yang
menurut Louis dalamnya sekarang sekitar 600 m.
Diamenternya sekitar 2 km. Tampak
dengan jelas jalan truk besar pengangkut batuan tambang dari dasar sampai ke
puncak bukit, tempat truk keluar dari lokasi tambang. Tampak banyak alat-alat berat yang sedang
bekerja di super pit. Juga tampak adanya debu berhamburan dari
lokasi tertentu. Saya menduga itu lokasi
yang sedang ada peruntuhan dinding untuk selanjutnya dipecah-pecah dan diangkut
truk.
Louis
bercerita waste atau sampah sisa
pengolahan emas dibuang berupa lumpur yang ditempatkan berupa gundukan batu di
pinggiran kota Kargoorlie. Louis juga
menjelaskan bahwa dari 1 ton batuan rata-rata diperoleh 4,5 gram emas. Dan kandungan emas yang berhasil diambil
hanya sekitar 65% bahkan di masa lalu, ketika teknologi belum semaju sekarang,
hanya 45%. Artinya dalam gunung batu
hasil buangan sisa pengolahan tersebut emas tersebut, masih ada kandungan emas
cukup banyak. Oleh karena itu, Louis
saya goda, mungkin besuk gunung batu
akan dibongkar untuk mengeluarkan kandungan emas yang tersisa. Louis hanya tertawa terbahak-bahak.
Ketika
akan pulanh saya memilih beberapa buah batu kecil yang warnanya merah kehitaman
dengan bintik-binting kuning mengkilat.
Di pintu bis batu tersebut saya tunjukkan Louis dan saya katakana bahwa
saya yakin di dalamnya ada butiran emas yang cukup besar. Dia hanya tertawa dan mengatakan, semoga
saya menjadi orang kaya. Saya juga
tertawan dan menyimpan beberapa buah pecahan batu ke dalam tas, sebagai
kenang-kenangan.