Saya
sudah lama membaca kalau China mempunyai kereta cepat. Konon kecepatannya 350 km/jam. Oleh karena itu saat CCNU mengundang untuk
berkunjung ke Wuhan, saya sampaikan keinginan untuk naik kereta tersebut. Kebetulan rencananya ke Wuhan setelah ikut
acara International Confucius Institute
Conference di Beijing, bulan Desember 2012.
Namun tidak jadi, karena bulan
Desember 2012 semua pejabat Kemdikbud tidak diijinkan keluar negeri. Oleh karena
itu, ketika harus ke Tian Jin saya ingin naik kereta cepat itu, walaupun jarak
Beijing-Tian Jin hanya sekitar 140 km.
Kali
ini perjalanan ke Tian Jin dari Phnom Penh.
Begitu mendarat di bandara Beijing, kami (saya dengan Pak Ali Mustofa
dan Ibu Chen Jing) segera mencari tempat penitipan koper. Maksudnya agar tidak repot ketika naik kereta
cepat ke Tian Jin. Setelah itu harus
naik kereta bawah tanah (subway),
karena kereta cepat tidak singgah di airport
station. Setelah dua kali pindah kereta subway,
eh ternyata keliru. Kami sampai di
Beijing Railway Station. Pada hal tempat pemberhentian kereta cepat
itu di South Station. Terpaksa kami naik taksi untuk pindah stasiun
tersebut. Lucu juga, tiga orang doktor
keliru naik kereta. Apalagi yang satu
orang adalah orang China yang pernah tinggal di Tian Jin.
Terminal
kereta cepat ternyata mirip bandara.
Kalau masuk harus lewat security
check dengan X ray. Walaupun tidak seketat di bandara, petugas
juga menggunakan metal detector. Di dalam stasiun juga terpampang jadwal
kereta pada papan elektronik seperti di bandara. Bedanya tempat penjualan tiket berada di
dalam. Jadi kita masuk stasiun belum
membawa tiket.
Kami
dapat kereta yang pukul 20.30 dari Beijing dan informasinya akan sampai di Tian
Jin pukul 21.00. Harga tiket
Beijing-Tian Jin 55 yuan atau sekitar 80 ribu rupiah. Keretanya sangat bagus dan bersih. Di setiap gerbong ada kamar kecil yang juga
bersih. Di atas pintu gerbong ada papan
informasi yang menunjukkan kecepatan kereta, suhu di luar dan sebagainya. Saya mencermati karena ingin tahu berapa
keceparan kereta tertinggi. Ternyata 291
km/jam. Jadi belum mencapai kecepatan
maksimal yang konon 350 km/jam.
Selama
perjalanan Beijing-Tian Jin kereta tidak pernah berhenti dan sampai stasiun
Tian Jin tepat pukul 21.00. Hebat. Keretanya bagus, cepat dan tepat waktu. Namun saat besuknya pulang dari Tian Jin ke
Beijing dengan kereta yang sama, ternyata pernah sekali berhenti di suatu
stasiun yang saya tidak tahu namanya.
Habis menggunakan huruf China, jadi saya tidak dapat membaca. Akibatnya waktu perjalanan Tian Jin-Beijing
menjadi lebih lama. Kereta berangkat
pukul 15.35 dan baru sampai Beijing pukul 16.10. Jadi beda 5 menit.
Sepanjang
perjalaman Tian Jin-Beijing saya merenung dan bertanya kepada diri sendiri, (1)
apakah kita bangsa Indonesia belum waktunya punya kereta seperti ini?, (2)
apakah para ahli kita di PT INKA Madiun dan yang lain belum mampu membuat
kereta semacam ini?
Baik
saat naik dari Beijing ke Tian Jin maupun dari Tian Jin ke Beijing, penumpang
penuh. Dari pakaiannya saya menduga
penumpang adalah para karyawan atau “orang-orang biasa”. Artinya bukan turis atau “orang-orang
khusus”. Jadi kereta cepat tersebut
dirancang untuk transportasi umum dan bukan untuk kereta turis atau kereta
untuk penumpang tertentu.
Saya
membayangkan, seandainya ada kereta cepat seperti ini untuk Surabaya-Malang
atau Jakarta-Bogor rasanya akan laku. Jika
ada kereta cepat Surabaya-Malang dengan waktu tempuh 25 menit dengan ongkos
sekitar 50 ribu rupiah, akan banyak penumpang.
Bayangkan saat ini kalau naik bis Surabaya-Malang perlu waktu 2-3 jam
dengan ongkos 25 ribu rupiah. Jika ada
kereta cepat seperti itu untuk Jakarta-Bogor dengan ongkos 40 ribu rupiah, saya
yakin akan laris juga. Kereta Prambanan
Ekspres (Pramex) Jogya-Solo pulang pergi juga laris saat ini, konon sampai
sopir bis Jogya-Solo protes. Pada hal waktu
tempuhnya 1 jam.
Apakah
para insinyur kita mampu membuat kereta cepat seperti di China? Saya yakin mampu. Bukankah mereka mampu
membuat pesawat terbang? Bukankah
akhir-akhir ini banyak orang muda yang unjuk kebolehan dalam berbagai
teknologi? Mobil listrik dengan berbagai
modelpun bermunculan. Sampai Meneg BUMN
Dahlan Iskan “kepencut” dengan kemampuan pemuda kita dan bersedia menjadi
sponsor untuk inovasinya.
Kalau
betul nanti ada kereta cepat Surabaya-Malang dan Jakarta-Bogor, mungkin dapat
menjadi solusi beberapa masalah.
Mengurangi arus mobil pribadi, mengurangi polusi, menghemat penggunaan
bahan bakar dan sebagainya. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar