Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) telah menjadi dewa penolong bagi sekolah miskin yang
selama ini kembang kempis dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Biasanya sekolah semacam itu sekolah swasta
yang berada di komunitas masyarakat bawah, siswanya berasal dari orangtua
kurang mampu, SPP-nya kecil, akhirnya keuangan sekolah minim dan susah untuk
memutar roda sekolah dengan baik. Ketika
ada BOS, sekolah dapat “bernafas” karena BOS dapat menopang biaya operasional sekolah.
Tampaknya
BOS bertolak dari amanat pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomer 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Nah, karena warga negara yang berusia tujuh
sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (pasal 6 ayat (1)),
maka BOS diberikan kepada semua SD dan SMP.
Kalau hanya mengacu pada pasal tersebut pelaksanaan BOS sudah tepat,
karena diberikan kepada semua SD dan SMP, tanpa melibat karateristiknya.
Namun
pemaknaan pasal 11 ayat (2) UU no.20/2003 perlu direnungkan secara substansial.
Pasal 4 ayat (1) UU No. 20.2003
menyatakan “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultutal, dan kemajemukan bangsa.” Berkeadilan bermakna anak-anak mendapatkan
pendidikan dengan kualitas yang baik, sesuai dengan bakat dan minatnya. Tidak diskirimiatif, artinya tidak boleh
anak-anak kurang mampu mendapatkan pendidikan yang kurang baik, karena
kemampuan membayarnya kecil.
Disinilah
yang menjadi bahan renungan, bagaimana merangkai makna pasal 11 ayat (2) dengan
pasal 4 ayat (1). Dalam upaya mendorong
pendidikan yang berkeadilan, seharusnya pemerintah juga berperan menciptakan
keseimbangan. Keseimbangan agar
perbedaan akses ke pendidikan yang bermutu bagi masyarakat yang mampu tidak
berbeda jauh dengan masyarakat yang kurang mampu. Kesenjangan mutu pendidikan dari sekolah kaya
dan sekolah miskin harus dikurangi dan itu seharusnya menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Kalau
mengacu pada delapan standar pendidikan sebagaimana diterapkan selama ini, banyak
sekolah yang telah mencapai delapan standar atau paling tidak
mendekatinya. Namun juga sangat banyak
sekolah masih jauh di bawah standar tersebut.
Sekolah yang telah memenuhi delepan standar, biasanya sekolah kaya,
berada di komunitas masyarakat kaya dan siswanya juga berasal dari keluarga
kaya. Sebaliknya sekolah yang jauh di
bawah standar, biasanya berada di komunitas masyarakat miskin dan siswanya
berasal dari keluarga kurang mampu.
Bagaimana
mendekatkan gap tersebut? Itulah yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dan BOS dapat menjadi salah satu instrument
yang baik. Sekolah kaya sebenarnya tidak
memerlukan BOS, karena orangtua siswa mampu menopang biaya operasional sekolah. Bahkan seringkali berlebih. Bukankah pasal 9 UU No. 20 Tahun 2003
menyebutkan bahwa masyarakat berkuwajiban memberikan dukungan sumberdaya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Rasanya
sangat wajar jika keluarga kaya memberikan dukungan financial bagi
penyelenggaraan sekolah tempat anaknya belajar.
Fakta
lapangan menunjukkan bahwa keluarga kaya sering berebut memasukkan anaknya ke
sekolah bagus. Bahkan bersedia membayar
cukup mahal. Yang harus dijaga adalah
jangan sampai seleksi masuk ke sekolah seperti iti didasarkan kepada besarnya
sumbangan. Namun setelah masuk, sangat
wajar jika orangtua memberikan sumbangan, sesuai dengan kemampuannya. Nah, jika ada orangtua siswa yang kurang
mampu, pemerintah perlu memberikan BOS sesuai dengan jumlah anak seperti itu.
Saya
yakin jumlah sekolah seperti itu cukup banyak.
Jumlah orangtua yang mampu memberi sumbangan juga cukup banyak. Seiring dengan perbaikan ekonomi masyarakat,
jumlah tersebut juga akan semakin banyak.
Jika pola pikir itu diterapkan, saya yakin cukup banyak dana BOS yang
“tidak terpakai”. Tinggal bagaimana
memanfaatkan dana tersebut agar lebih berhasilguna.
Dana
tersebut sebaiknya dipakai untuk membantu sekolah yang masih jauh dari standar dan
orangtua siswa tidak mampu memberikan sumbangan. Selama ini sekolah seperti itu mengandalkan dana
BOS untuk operasional sekolah. Umumnya
mereka tidak memiliki dana untuk pengembangan, karena orangtua tidak memiliki
kemampaun memadai untuk memberikan sumbangan.
Dengan
cara itu BOS dapat menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan mutu
pendidikan yang diterima oleh masyarakat Indonesia. Ada pameo, anak orang kaya memperoleh gisi
baik, belajar di sekolah bagus, sehingga menjadi SDM yang berkualitas,
memperoleh kesempatan kerja yang baik dan akhirnya menjadi orang kaya seperti
orangtuanya. Sementara itu, anak orang miskin
memperoleh gisi yang kurang baik, belajar di sekolah yang seadanya, pada
akhirnya tidak memiliki keahlian, memperoleh perkerjaan seadanya dan menjadi
orang miskin seperti orangtuanya. Semoga
BOS dapat mematahkan pameo tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar