Sebagai
board member, tahun 2011 saya ke
Vietnam mengikuti sidang Life Long
Learning. Setelah itu saya mengikuti konferensi Asahil yang kebetulan juga
di Vietnam dan jadwalnya berurutan.
Tahun ini saya ke Cambodia mengikuti Asian
Confucius Institute Conference.
Mengunjungi dua negara anggota Asean itu, saya merasakan bahwa keduanya
masih “di belakang Indonesia”, namun sangat potensial untuk menyalip.
Kondisi
kota di Vietnam maupun di Cambodia mirip keadaan kota-kota di Indonesia tahun
1980an. Keadaan kota masih kumuh dan
lalu lintas sangat ruwet. Bangunan juga
masih belum bagus. Pertokoan dan pasar
juga masih sangat tradisional. Namun
dari semangatnya, geliat kedua negara itu tampak sekali semangat untuk mengejar
ketertinggalan.
Bangunan
gedung-gedung di Vietnam sudah mulai berkembang. Namun tetap masih didominasi oleh bangunan
lama yang “semrawut”. Kecuali di daerah
tertentu yang sudah banyak bangunan baru berupa gedung-gedung bagus dengan
jalan yang cukup lebar. National
University tempat konferensi Asahil dilaksanakan, berupa bangunan lama yang
bentuknya mirip Sekolah Tionghoa pada jaman dahulu di Indonesia.
Lalu
lintas didominasi oleh speda motor seperti di Indonesia. Namun kebanyakan sepeda motor butut dan
banyak yang digunakan untuk megangkut barang.
Banyak jalan yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima. Tampak sekali, polisi di Vietnam kewalahan
mengatur lalu lintas. Secara berkelakar
saya katakan: “kalau mau menyeberang jalan di Vietnam, tutup mata dan mulai
menyeberang pelan-pelan”. Mengapa? Karena saking semrawutnya lalu lintas,
sehingga susah untuk menyeberang.
Namun
dalam pembicaraan saya dengan beberapa teman Vietnam dan dari pengamatan saya
selama mengikuti sidang Life Long
Learning maupun Asahil, terasa sekali rasa percaya diri orang Vietnam
sangat tinggi. Mereka mengatakan sebagai
satu-satunya bangsa yang mampu mengalahkan Amerika Serikat. Maksudnya mengusir Amerika Serikat dari
Vietnam. Semangat juang dalam pekerjaan
juga luar biasa. Itulah sebabnya saya
meyakini Vietnam akan segera menyusul dan bahkan sangat mungkin menyalip negara
tetangganya di Asean.
Cambodia
sepertinya masih sedikit di belakang Vietnam.
Maklum Cambodia belum lama selesai menghadapi masalah “perang dalam
negeri”. Bangunan juga masih didominasi
oleh gedung-gedung lama. Lalu lintas
juga tidak kalah ruwet dibanding Vietnam.
Demikian pula masalah pedagang kali lima. Konon itu ciri khas negara
berkembang yang belum dapat menata kehidupan ekonomi maupun menyediakan infrastruktur
yang memadai untuk masyarakat.
Namun
pembangunan di Cambodia tampak berjalan bagus.
Banyak lahan luas di tengah kota yang dipagari seng dan sedang diubah
menjadi kompleks apartmen dan pertokoan.
Ada juga proyek raksana berupa flyover
di tengah kota. Kompleks perumahan juga mulai tertata rapi dengan ciri khas
genteng berwarna coklat cerah. Banyak
toko yang menyediakan peralatan pertanian, mulai yang sederhana sampai traktor
besar. Sepertinya pertanian mendapat
perhatian khusus di Cambodia.
Masyarakat
Cambodia juga sangat ramah, suka membantu orang lain dan tekun dalam bekerja. Perbincangan saya dengan beberapa teman dari
Cambodia dan pengamatan saya selama tiga hari disana, memberi kesan bahwa
ajaran Budha mewarnai perilaku masyarakat di Cambodia. Kemampuan berbahasa Inggris juga lumayan. Saya kaget ketika sopir taksi yang mengantar
saya dari bandara ke hotel dapat berbahasa Inggris, walaupun
sepotong-sepotong.
Dengan
gambaran tadi saya meyakini kalau Cambodia juga akan segera menyusul negara
tetangganya di Asean. Mungkin saat ini
masih di posisi paling belakang. Namun
dengan ketekunan dan kesungguhan dalam bekerja bukan tidak mungkin Cambodia
akan menyalip. Apalagi perhatian
pemerintah terhadap pertanian sepertinya sangat besar. Mungkin terinspirasi tetangga dekatnya,
Thailand. Pola pemerintahan yang komunis
sepertinya membuat Cambodia mudah mengatur lahan, sehingga banyak lahan luas di
tengah kota yang sedang “disulap” menjadi kompleks apartmen dan pertokoan
modern.
Apa
pelajaran yang dapat dipetik dari dua negara tersebut? Mungkin semboyan: “we are not the first, but we will be the best”, cocok untuk kedua
negara itu. Rasa percaya diri dan
semangat juang orang Vietnam, serta keramahan dan ketekunan bekerja orang
Cambodia merupakan pelajaran berharga.
Sumberdaya alam Indonesia sangat besar.
Yang diperlukan adalah kemauan dan kemampuan mengolahnya. Tentu harus didukung oleh kebijakan yang
jelas dan terarah untuk memajukan bangsa. Semoga kita dapat belajar dari mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar