Kamis, 06 Juni 2013

DI BELAKANG TETAPI POTENSIAL MENYALIP

Sebagai board member, tahun 2011 saya ke Vietnam mengikuti sidang Life Long Learning. Setelah itu saya mengikuti konferensi Asahil yang kebetulan juga di Vietnam dan jadwalnya berurutan.  Tahun ini saya ke Cambodia mengikuti Asian Confucius Institute Conference.  Mengunjungi dua negara anggota Asean itu, saya merasakan bahwa keduanya masih “di belakang Indonesia”, namun sangat potensial untuk menyalip.

Kondisi kota di Vietnam maupun di Cambodia mirip keadaan kota-kota di Indonesia tahun 1980an.  Keadaan kota masih kumuh dan lalu lintas sangat ruwet.  Bangunan juga masih belum bagus.  Pertokoan dan pasar juga masih sangat tradisional.  Namun dari semangatnya, geliat kedua negara itu tampak sekali semangat untuk mengejar ketertinggalan.

Bangunan gedung-gedung di Vietnam sudah mulai berkembang.  Namun tetap masih didominasi oleh bangunan lama yang “semrawut”.  Kecuali di daerah tertentu yang sudah banyak bangunan baru berupa gedung-gedung bagus dengan jalan yang cukup lebar.  National University tempat konferensi Asahil dilaksanakan, berupa bangunan lama yang bentuknya mirip Sekolah Tionghoa pada jaman dahulu di Indonesia.

Lalu lintas didominasi oleh speda motor seperti di Indonesia.  Namun kebanyakan sepeda motor butut dan banyak yang digunakan untuk megangkut barang.  Banyak jalan yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima.  Tampak sekali, polisi di Vietnam kewalahan mengatur lalu lintas.  Secara berkelakar saya katakan: “kalau mau menyeberang jalan di Vietnam, tutup mata dan mulai menyeberang pelan-pelan”.  Mengapa?  Karena saking semrawutnya lalu lintas, sehingga susah untuk menyeberang.

Namun dalam pembicaraan saya dengan beberapa teman Vietnam dan dari pengamatan saya selama mengikuti sidang Life Long Learning maupun Asahil, terasa sekali rasa percaya diri orang Vietnam sangat tinggi.  Mereka mengatakan sebagai satu-satunya bangsa yang mampu mengalahkan Amerika Serikat.  Maksudnya mengusir Amerika Serikat dari Vietnam.  Semangat juang dalam pekerjaan juga luar biasa.  Itulah sebabnya saya meyakini Vietnam akan segera menyusul dan bahkan sangat mungkin menyalip negara tetangganya di Asean.

Cambodia sepertinya masih sedikit di belakang Vietnam.  Maklum Cambodia belum lama selesai menghadapi masalah “perang dalam negeri”.  Bangunan juga masih didominasi oleh gedung-gedung lama.  Lalu lintas juga tidak kalah ruwet dibanding Vietnam.  Demikian pula masalah pedagang kali lima. Konon itu ciri khas negara berkembang yang belum dapat menata kehidupan ekonomi maupun menyediakan infrastruktur yang memadai untuk masyarakat.

Namun pembangunan di Cambodia tampak berjalan bagus.  Banyak lahan luas di tengah kota yang dipagari seng dan sedang diubah menjadi kompleks apartmen dan pertokoan.  Ada juga proyek raksana berupa flyover di tengah kota. Kompleks perumahan juga mulai tertata rapi dengan ciri khas genteng berwarna coklat cerah.  Banyak toko yang menyediakan peralatan pertanian, mulai yang sederhana sampai traktor besar.  Sepertinya pertanian mendapat perhatian khusus di Cambodia.

Masyarakat Cambodia juga sangat ramah, suka membantu orang lain dan tekun dalam bekerja.  Perbincangan saya dengan beberapa teman dari Cambodia dan pengamatan saya selama tiga hari disana, memberi kesan bahwa ajaran Budha mewarnai perilaku masyarakat di Cambodia.  Kemampuan berbahasa Inggris juga lumayan.  Saya kaget ketika sopir taksi yang mengantar saya dari bandara ke hotel dapat berbahasa Inggris, walaupun sepotong-sepotong. 

Dengan gambaran tadi saya meyakini kalau Cambodia juga akan segera menyusul negara tetangganya di Asean.  Mungkin saat ini masih di posisi paling belakang.  Namun dengan ketekunan dan kesungguhan dalam bekerja bukan tidak mungkin Cambodia akan menyalip.  Apalagi perhatian pemerintah terhadap pertanian sepertinya sangat besar.  Mungkin terinspirasi tetangga dekatnya, Thailand.  Pola pemerintahan yang komunis sepertinya membuat Cambodia mudah mengatur lahan, sehingga banyak lahan luas di tengah kota yang sedang “disulap” menjadi kompleks apartmen dan pertokoan modern.


Apa pelajaran yang dapat dipetik dari dua negara tersebut?  Mungkin semboyan: “we are not the first, but we will be the best”, cocok untuk kedua negara itu.  Rasa percaya diri dan semangat juang orang Vietnam, serta keramahan dan ketekunan bekerja orang Cambodia merupakan pelajaran berharga.  Sumberdaya alam Indonesia sangat besar.  Yang diperlukan adalah kemauan dan kemampuan mengolahnya.  Tentu harus didukung oleh kebijakan yang jelas dan terarah untuk memajukan bangsa. Semoga kita dapat belajar dari mereka.

Tidak ada komentar: