Minggu
lalu saya mendapat undangan untuk menguji disertasi di Universitas Negeri Malang. Judulnya menarik karena terkait dengan
Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIMS) yang saya ikut membidani
kelahirannya. Saya senang karena SAIMS
akan menjadi bahan kajian, sehingga ditemukan apa kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu saya memutuskan untuk hadir. Apalagi pada hari itu rapat Paguyuban Rektor
PTN se Jatim, sehingga “sekali mendayung dua pulau terlampaui”.
Di
rumah saya membaca disertasi yang telah dikirimkan. Maksudnya agar dapat memahami isi disertasi
tersebut dan sekaligus menyiapkan catatan, pertanyaan dan saran untuk
perbaikan. Setelah membaca saya
menemukan sesuatu yang membingungkan. Pada
Bab III, tertulis bahwa penelitiannya merupakan penelitian kualitatif dengan
multikasus. Memang yang diteliti tiga
buah sekolah alam. Namun di Bab I, pada
bagian fokus penelitian maupun tujuan penelitian tertulis dengan jelas bahwa
tujuannya “mendeskripsikan dan menjelaskan…………”. Di Bab IV tentang deskripsi data maupun Bab V
tentang pembahasan, “why” sekolah alam juga tidak terungkap. Saya bingung, penelitian ini deskriptif atau
kualitatif dengan multikasus.
Selama
ini saya memahami penelitian deskriptif dan penelitian kualitatif itu
berbeda. Penelitian deskriptif bertujuan
mendeskripsikan sesuatu fenomena dengan apa adanya. Jadi yang ingin dijawab adalah “what, where,
when, who, dan paling jauh how”.
Misalnya mendeskripsikan fenomena sekolah alam dengan segala aspeknya
secara rinci dari 4 H dan 1 H tadi. Jadi
sekolah alam akan dideskrisikan dari segala aspeknya. Namun terbatas pada yang
“tampak” dan tidak “mengejar aspek mengapanya”
Penelitian
kualitatif dimaksudkan untuk mengungkap apa dibalik yang tampak. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab dalam
penelitian kualitatif adalah “why”. Mengapa
fenomena seperti itu dan bukan sekedar seperti apa fenomenanya. Dalam kasus sekolah alam, saya bayangkan
penelitian kualitatif dapat mengungkap mengapa sekolah alam kok seperti itu. Mengapa kuliukulumnya seperti itu, mengapa
proses pembelajarannya seperti itu, mengapa evaluasinya seperti itu,
mengapa organisasinya seperti itu dan
seterusnya. Intinya mengungkap alasan
mengapa seperti itu, kok tidak seperti sekolah pada umumnya. Oleh karena itu, penelitian kualitatif fokus
kepada aspek tertentu, bahkan kasus tertentu saja, tetapi diungkap secara
mendalam.
Membaca
disertasi tersebut, saya jadi meragukan diri sendiri. Apakah pemahaman yang selama ini saya pegang,
keliru? Apakah ada perkembangan pengertian
baru yang menyamakan penelitian deskriptif dan penelitian kualitatif? Mengapa?
Karena saya sudah beberapa kali menjumpai kasus seperti ini. Disebut
penelitian kualitatif, tetapi isinya lebih dekat dengan penelitian deskriptif. Hal seperti itu sering terjadi pada skripsi
S1 maupun tesis S2. Namun ini kan
disertasi, yang artinya mahasiswa sudah betul-betul memahami penelitian. Bukankah disertasi adalah “test case” akhir calon doktor untuk
membuktikan kemampuannya dalam penelitian?
Saya
minta tolong istri membuka google dan mencari pengertian descriptive research dan qualitative
research. Alhamdulillah ditemukan
penjelasannya. Penjelasan kedua jenis
penelitian itu ya seperti yang selama ini saya fahami. Akhirnya, penjelasan di google itu di-print
dan saya bawa untuk diberikan kepada promovendus saat ujian.
Sebelum
ujian dimulai, saya berbincang dengan promotor utamanya, yaitu Prof. Sonhaji KH
yang kebetulan kenal baik. Saya
sampaikan kebingungan saya dan ternyata beliau juga sependapat. Oleh karena itu, saya mempertanyakan apakah
promovendus belum faham perbedaan penelitian kualitatif dan penelitian
desktiptif atau sebab lain.
Dari
deskripsi data pada Bab IV juga tampak bahwa data yang disajikan belum mencapai
data jenuh (saturated data). Dari informan yang diwawacarai juga
tampak kalau peneliti tidak menggali data sampai kepada infoman kunci (key
informant). Jadi wajar kalau data yang
disajikan terkesan data “setengah matang” dan simpulannya juga terkesan tidak
tuntas. Akibatnya proposisi yang
diajukan juga terkesan “menggantung”.
Pada
sesi tanya jawab, saya mencoba mengorek mengapa itu terjadi. Namun promovendus cenderung pasif dan tidak
menjawab secara jelas. Kesan saya,
promovendus tidak memahami secara utuh beda antara penelitian deskriptif dan
penelitian kualitatif. Ini yang menurut
saya merisaukan dan kalaunini gejala umum harus segera dibenahi. Sekali lagi disertasi merupakan bentuk unjuk
kinerja puncak dalam penelitian sebelum seseorang dinyatakan lulus sebagai
doktor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar