Merasa
bertanggungjawab atas kemacetan parah para liburan Maulid Nabi dan Natal,
Dirjen Pehubungan Darat, Djoko Sasono mengundurkan diri. Sebelumnya, pada awal Desember 2015 Dirjen
Pajak, Sigit Pramudito juga mengundurkan diri, karena merasa gagal mencapai
target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN. Hebat, sekali lagi hebat. Setahu saya baru kali ini ada pejabat yang
mengundurkan diri karena merasa gagal dalam tugasnya. Sebelum ini jika da suatu peristiwa kegagalan
seperti itu dan masyarakat minta pejabatnya mundur akan muncul tanggapan
“mengundurkan diri bukan penyelesaian”.
Secara pribadi saya
“mengangkat topi” untuk Pak Dirjen Perhubungan Darat dan Pak Dirjen Pajak,
walaupun saya tidak kenal dengan keduanya, bahkan belum tahu jelas seperti apa
orangnya dan seperti apa latar belakangnya.
Mudah-mudahan ini menjadi “pembuka pintu” munculnya budaya baru dalam
kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.
Mudah-mudahan ini mengubah budaya kita yang ternyata tidak semuanya
baik.
Ketika ada kapal besar
tenggelam, ketika ada serangkaian kecelakaan keret api, ketika ada pidato
presiden yang salah, ketika harga daging melonjat tidak masuka akal, ketika ada
kasus sosial yang menimpa, toh pejabat kita tetap bertahan di kursinya, mungkin
dengan “menutup telinga” agar tidak terganggu oleh kritikan publik yang
kadang-kadang sangat tajam. Mungkin juga
dengan pikiran “ah sebentar juga reda, toh bangsa kita bangsa pelupa dan bangsa
pemaaf”.
Memang kita juga punya
pengalaman pejabat mengundurkan diri, yaitu Wakil Presiden Bung Hatta. Namun sepanjang yang pernah saya baca,
alasannya beliau merasa tidak cocok dengan kepemimpinan presiden saat itu Bung
Karno. Jadi sangat berbeda dengan
mundurnya Dirjen Perhubungan Darat baru-baru ini. Yang saya baca di detik.com dan media
elektronik lainnya, Pak Djoko menyatakan tidak ada tekanan dari siapapun dan
beliau mundur benar-benar didasari rasa bersalah dan rasa bertanggung jawab. Mudah-mudahan itu betul.
Ada orang yang
mengatakan bahwa sangat mungkin dalam kasus seperti itu, kesalahan pokok bukan
di tangan Menteri atau Dirjen. Mungkin
saja pada pejabat level lebih bawah yang mengangani secara operasional. Bukankah Menteri dan Dirjen lebih pada kebijakan,
sedangkan operasionalnya pada direktur dan kasubdit. Jadi memang betul, kalau secara teknis dirjen
dan menteri justru segera membenahi tata kelola pekerjaannya, sehingga kasus
segera berhenti dan tidak terulang lagi.
Jadi memang secara teknis dapat dimengerti jika Menteri dan Dirjen tidak
mundur karena justru harus menangani pembenahan itu.
Lantas apa rasional
dan “kebenaran” pejabat yang mundur seperti Pak Djoko Santoso dan Pak Sigit
Pramudito? Menurut saya itu lebih kepada
tanggung jawab moral. Ketika sudah mundur bukan berarti menutup diri untuk
membantu menyelesaikan masalah, paling tidak memberikan semua data yang
dimiliki. Jadi dalam konteks tersebut,
mundur bukan dalam pengertian “tinggal gelanggang colong playu” sebagaimana
sering disebutkan dalam pepatah Jawa, yang artinya melarikan diri dari tanggung
jawab. Tetap bertanggung jawab, tetapi
mengakui bahwa telah gagal dalam mengemban amanah dan karena itu harus
meletakkan jabatannya.
Jadi tanggung jawab
moral lebih menunjukkan sebagai teladan bahwa orang yang gagal mengemban amanah
tidak layak mempertahankan jabatan itu dan oleh karena itu harus mengundurkan
diri. Bukankah jabatan itu pada
hakekatnya amanah dan oleh karena itu jika tidak mampu mengemban seharusnya
jabatan itu dikembalikan kepada yang memberi.
Perilaku seperti itu
sebenarnya sudah banyak terjadi, misalnya di Jepang, Korea Selatan dan beberapa
negara lain. Begitu ada peristiwa
negatif yang terkait dengan tanggung jawabnya, banyak pejabat yang mengundurkan
diri. Begitu tersangkuta masalah etika
sosial, banyak pejabat yang mengudurkan diri.
Bahkan konon ada pejabat di negara maju yang dilaporkan melakukan
korupsi yang untuk ukuran Indonesia sangat kecil nilainya, toh yang
bersangkutan mengundurkan diri.
Selamat kepada Pak Djoko
Sasono dan Pak Sigit Pramudito, anda berdua telah memberi teladan kepada kita
semua. Ada berdua telah membukan pintu
untuk tradisi baru dalam berbangsa dan bernegara. Dengan mundur, saya yakin Anda akan tetap
bahkan lebih dihargai. Saya yakin Anda
akan mendapat amanah lain yang sangat mungkin lebih mulia dibanding sebagai
Dirjen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar